Nufail mencari Uma dari sudut ke sudut rumah, ternyata uma tidak ada. Tidak lama, terdengar suara pintu diketuk. Tok.. Tok.. Tok..
"Assalamu'alaikum," kata seseorang di balik pintu.
"Wa'alaykumussalam," jawab Nufail sambil berjalan ke arah pintu, kemudian ia membuka pintu.
"Misha?" kata Nufail.
"Iya, ini aku. Maaf ganggu sore-sore, ini ada surat dari Uma, dia ada keperluan di kampung, izin untuk meninggalkan rumah untuk 2 hari ke depan," jelas Misha.
"Ke kampung? Kok tumben uma gak bilang aku dulu?" kata Nufail.
"Iya, mungkin Uma pikir kamu pulang malam lagi karena harus ke toko, jadi beliau nitip surat ini sama aku," kata Misha.
"Yaampun, Uma. Yaudah makasih ya, Sha," kata Nufail.
"Sama-sama , Fail. Oiya, kalau kamu butuh apa-apa kamu datang aja ke rumahku, kita cuma beda 2 gang dari sini," kata Misha.
"Bentar... Jadi, kamu ini kakaknya Salwa?" tanya Nufail.
"Tahu dari mana kamu?" kata Misha.
"Tadi...." kata Nufail terhenti.
"Sebentar! Tidak baik kita bicara di depan pintu seperti ini, apalagi kamu lagi sendirian di rumah, udah mau maghrib juga," kata Misha.
"Oiya, astaghfirullah. Yaudah, besok pagi saja kita bicarakan," kata Nufail.
"Baiklah, kalau begitu aku pamit, wassalamu'alaikum," pamit Misha.
"Wa'alaykumussalam," kata Nufail sambil perlahan menutup pintu.
Setelah itu, Misha pergi meninggalkan rumah Nufail. Sementara Nufail bergegas bersih-bersih karena baru saja pulang kuliah. Setelah itu, Nufail pergi ke luar untuk mencari makan.
Di perjalanan, Nufail melihat tukang nasi goreng berdiam diri di pinggir taman. Akhirnya Nufail memutuskan untuk membeli nasi goreng tersebut. Dipesanlah satu piring nasi goreng pedas tanpa bawang goreng, selera kesukaannya. Kemudian Nufail duduk di kursi yang telah disediakan.
"Sendirian aja, bang?" kata abang penjual nasi goreng.
"Iya nih, lagi sendirian, Uma lagi pulang kampung," kata Nufail.
"Jadi gak ada yang masakin ya, bang?" ujar abang penjual nasi goreng sambil mengejek.
"Iyanih, bang. Hehehe," kata Nufail sambil tersenyum.
"Makanya nikah, bang. Biar ada yang masakin," kata abang nasi goreng sambil kembali mengejek.
"Ah, kalau saya ada yang masakin nanti saya gak beli nasi goreng lagi," kata Nufail menggoda balik abang penjual nasi goreng.
"Bisa aja nih si abangnya, oiya, telurnya didadar seperti biasa, bang?" tanya Abang.
"Iya, seperti biasa dong," kata Nufail.
Tiba-tiba, ada seseorang datang untuk membeli nasi goreng juga.
"Saya juga ya bang, nasi goreng pedasnya satu, telurnya didadar dan bawang gorengnya yang banyak ya," kata Zaina.
"Zaina?" kata Nufail yang kaget melihatnya ada di sana.
"Hey, kamu di sini juga?" tanya Zaina.
"Rumahku dekat sini, kenapa kamu ada di tempat seperti ini, bukankah ini perkampungan yang jauh dari kota?" kata Zaina.
"Aku habis mengunjungi kebun bunga milik ibuku di sini," kata Zaina.
"Wah, kamu suka sekali ya dengan bunga? Tadi pagi kita bertemu di toko bunga, sekarang kamu habis pulang dari kebun bunga," kata Nufail.
"Iya begitulah, ibuku yang memberikan amanah untuk mengurus kebunnya di sini," kata Zaina.
"Wah, sama. Uma juga suka sekali dengan bunga," kata Nufail.
Percakapan Nufail dan Zaina tak terasa semakin asyik. Hingga nasi goreng yang mereka pesan pun sudah jadi.
"Akrab ya ngobrolnya? Nihhh nasi goreng pesanan kalian sudah datang, yang satu tanpa bawang goreng yang satu bawang gorengnya banyak, awas jangan sampai tertukar," kata abang nasi goreng.
"Wah, iya nih bang. Makasih ya bang," kata Nufail.
"Maaf bang, hehe. Makasih banyak ya," susul Zaina.
"Iya, silakan di makan. Kalau ada yang kurang bilang aja ya," kata abang.
"Siap," kata Nufail.
Lalu mereka makan bersama. Ditemani oleh abang penjual nasi goreng yang sesekali mengajak bercanda kecil. Lalu seketika ponsel Zaina berbunyi, "..."
"Maaf, abangku menelpon. Sebentar ya," kata Zaina.
"Baiklah," kata Nufail sambil melahap nasi gorengnya.
Di saat Zaina pergi menepi mengangkat telpon, Nufail mencuri kesempatan berbicara berdua dengan abang nasi goreng.
"Bang, perempuan itu sering datang ke sini?" kata Nufail.
"Hmm, bisa dibilang tidak. Tapi sesekali ia datang dan pasti selalu makan di tempat ini," kata Abang.
"Kapan tuh bang?" tanya Nufail sambil merapikan bekas makannya.
"Kira-kira seminggu cuma dua kali ke sini, tapi tidak tentu," jelas Abang.
"Dia asli mana memang, bang?" tanya Nufail yang penasaran.
"Ada apa nih nanya-nanya mulu? Kamu suka ya......" celetuk Abang.
"Hush! Abang ini, nanti kedengeran," kata Nufail.
"Suka apa?" jawab Zaina yang sudah menutup telponnya.
"Eh, udah telponnya?" kata Nufail.
"Iya, udah. Tadi kamu lagi ngomongin apa?" kata Zaina.
"Itu neng, tadi dia bilang..." kata Abang terhenti.
"Itu, bukunya Barli! Aku suka bukunya Barli," kata Nufail mengeles.
"Wah, seru sekali pembahasannya, tapi aku harus pulang nih, besok harus mengantar abangku ke Bandara," kata Zaina.
"Wah, iya. Sudah malam juga, kamu naik apa?" tanya Nufail.
"Itu, naik sepeda," kata Zaina sambil menunjuk sepeda antiknya.
"Malam-malam begini?" kata Nufail.
"Tadi kan belum malam, hehe," kata Zaina.
"Yaudah neng, buruan pulang, hati-hati. Jangan lupa berdoa di jalan," kata Abang.
"Iya bang, makasih ya, saya pamit dulu, Assalamu'alaikum," pamit Zaina.
"Waalaykumussalam," jawab Zaina dan Abang.
Kemudian tak lama Nufail juga pamitan pergi karena hari sudah mulai larut.
---
Keesokan harinya, Nufail bergegas pergi ke toko bunga. Ia lebih memilih untuk datang pagi sebelum kuliah karena setiap sore ia lupa untuk menjual hasil kebun ke pasar. Semenjak ia bekerja bersama Rayyan, Uma lah yang menjual langsung hasil kebunnya. Kini, saat Uma tidak ada, Uma berpesan kepada Nufail untuk menggantikan peran Uma untuk pergi ke pasar setiap sore.
Sesampainya di toko bunga, toko tampak sepi. Nufail tidak dapat kabar apapun dari Rayyan mengenai toko yang tutup hari ini. Mungkin Rayyan sedang ada acara keluarga, pikir Nufail dalam hatinya. Lalu, ia melanjutkan perjalanannya ke kampus.
Nufail tampak datang terlalu pagi, lalu ia teringat Salwa yang kemarin bertemunya di kantin. Nufail segera mencari Salwa karena ingin menebus janjinya beberapa waktu lalu.
Benar saja, saat Nufail datang, Salwa sedang merapikan meja-meja kantin bersama sang nenek. Gadis berjilbab dan bertubuh mungil itu terlihat gesit memainkan lap di tangannya, sambil bernyanyi dan berputar-putar. Dari kejauhan, Nufail tersenyum karena melihat tingkah lucu Salwa. Kemudian, ia menghampiri anak itu.
"Salwa," kata Nufail memanggilnya.
"Kakak!" kata Salwa sambil melambaikan tangannya lalu berlari ke arah Nufail.
"Hey, tumben kamu baik sama kakak," kata Nufail yang mulai menggoda anak kecil itu.
"Tuhkan, serba salah deh aku!" kata Salwa yang ketus.
"Bercanda, kamu rajin sekali pagi-pagi sudah di sini," kata Nufail.
"Kakak juga rajin!" kata Salwa dengan senyum.
"Bisa aja kamu! Nih, kakak membawa sesuatu untukmu, lihatlah," kata Nufail sambil mengulurkan bingkisannya.
"Apa itu?" tanya Salwa penasaran.
"Ini, janji kakak waktu merobek rokmu, ambillah," kata Nufail.
"Wah, benar-benar tepati janji! Terima kasih kakak," kata Salwa sambil memeluk Nufail.
"Sama-sama Salwa, semoga bermanfaat ya," kata Nufail yang juga memeluk Salwa.
Nenek Salwa dari kejauhan melihat tingkah laku Nufail yang begitu penyayang. Ia begitu terharu ternyata masih ada anak muda yang peduli kepada sesama. Bahkan dalam hatinya ia berkata, "Andai saja cucuku bisa menikah dengan orang seperti ini, maka beruntunglah aku."
Namun, seketika nenek tersadar lalu beristighfar. Sejatinya, sebagai seorang muslim, ia tersadar bahwa ada beberapa 'berandai' yang dilarang. Ini nih, informasi untuk kaliaan semua, semoga bermanfaat!
Pertama, Pengandaian karena memprotes syariat. Dalam hal ini ulama sepakat hukumnya
haram.
Misalkan, seseorang mengatakan; andai rokok itu halal, tentu aku bisa dapat untung besar. Dia ucapkan semacam ini karena kesedihannya ketika harus kehilangan pekerjaan di pabrik rokok atau tembakaunya dibuang.
Pengandaian dalam bentuk protes terhadap syariat semacam ini merupakan karakter orang munafik yang keberatan dengan aturan Allah. Allah ceritakan tentang mereka:
الَّذِينَ قَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“(orang munafik) merekalah yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “ANDAIKAN mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh”. Katakanlah: “Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali Imran: 168).
Mereka berandai-andai untuk memprotes keputusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang melakukan Perang Uhud, karena ketika itu mereka mengalami kekalahan.
Kedua, pengandaian untuk memprotes takdir. Ulama sepakat hukumnya
haram.
Misalnya, seseorang sangat sedih karena kehilangan kesempatan menguntungkan. Kemudian dia berandai-andai: “Andai tadi saya di rumah, pasti saya dapat jatah juga.”
Pengandaian semacam ini juga dilakukan orang-orang munafik, karena tidak tahan dengan ujian berat yang menimpa mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan keadaan mereka:
يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Mereka (orang-orang munafik) berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran: 154).
Ketiga, pengandaian karena penyesalan akibat musibah yang menimpanya. Hukumnya
haram.
Misal, seseorang mengalami kecelakaan, kemudian dia berandai: “Andai saya tadi gak berangkat, kan gak kecelakaan”
احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء، فلا تقل لو أني فعلت كان كذا وكذا، ولكن قل قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان
“
Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula mengatakan: ‘Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian’ namun katakanlah: ‘Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan’ karena berandai-andai membuka tipuan setan.” (HR. Muslim 2664)
Keempat, pengandaian karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Bukan karena penyesalan atau protes terhadap takdir.
Hukum dari pengandaian ini tergantung dari apa yang diangan-angankan. Jika yang diangankan kebaikan, maka nilainya pahala dan sebaliknya, jika yang diangankan kemaksiatan maka nilainya dosa.
Kelima, pengandaian untuk hanya sebatas informasi, bukan karena penyesalan atau protes terhadap takdir. hukumnya dibolehkan.
Misal, seseorang mengatakan: “Andai kemarin Anda hadir, Anda akan mendapatkan ceramah yang bermanfaat.”
---
Tunggu kelanjutan cerita Ber-Seri nya ya!