Ril, beberapa hari lalu, aku menginjakkan kaki di usia 23. Dan seharusnya, 19 hari setelahnya adalah giliran kamu yang menginjakkan kaki di usia yang sama. Ya, kita sama-sama anak 99 yang lahir di bulan Juni.
Namun, nasib nahas menimpamu di beberapa hari sebelum Juni dimulai. Kamu hanyut dalam derasnya Sungai Aare yang indah, di negara yang cantik, dalam ikhtiarmu mencari tempat untuk melanjutkan sekolah S-2.
Entah mengapa, kabar itu langsung melebar ke mana-mana. Sampai-sampai, aku yang tak kenal kamu saja langsung mengenali kamu, mencari tahu tentangmu, terus mencari kabar tentang hilangnya dirimu yang cukup mendadak.
Keadaan hari itu pasti membuat ayah ibumu kacau balau. Aku melihat banyak berita yang memperlihatkan mereka mencarimu dengan keras, menyusuri sungai Aare dengan tangan dan kaki mereka sendiri, menangisimu di pinggir sungai seraya berharap kamu kembali, Ril.
Perjuangan mereka terekam jelas pada video, foto, dan berita yang beredar. Banyak dari kami--dan aku juga--belajar banyak dari kasih sayang dan cinta seorang Ridwan Kamil dan Atalia Praratya sebagai orang tuamu yang mendidikmu luar biasa.
Mereka hebat, ya, Ril? Betapa kerennya mereka mendidik kamu, mempersiapkan kamu menjadi anak yang sholih, dan bisa mengambil hati banyak orang atas kerendahan hati kamu yang bahkan gak pernah lihat kamu atau kenal kamu sebelumnya.
Ril, satu hal yang menjadi pertanyaank setelah kabar kehilanganmu: "Ibadah apa sih yang kamu lakukan selama hidup di dunia?"
Aku sampai terheran-heran, banyak sekali yang sayang padamu meski dia tidak mengenal kamu. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia itu berduka dan khawatir ketika kamu menghilang. Ditambah lagi, ketika kedua orang tuamu mengikhlaskanmu bahwa kamu sudah wafat meski jasadmu saat itu belum ditemukan.
Aku, salah satu di antaranya, yang gak kenal kamu, gak pernah ketemu kamu, gak pernah liat-liat juga instagram kamu, tiba-tiba ikut hanyut dan sedih setiap lihat beritamu di sosial media. Aku benar-benar ikut merasakan hancurnya hati orang tua yang ditinggalkan. Aku ikut merasakan menjadi seorang adik yang ditinggalkan kakaknya. Aku juga merasakan menjadi orang-orang terdekat yang ditinggalkan teman terbaiknya.
Setelah kabar itu terus naik di permukaan timeline, satu per satu kebaikanmu terangkat juga, Ril.
Ternyata, semasa hidupmu, kamu sangat mencintai anak yatim dan dhuafa. Kamu sering sedekah sama mereka yang lebih membutuhkan. Kamu sangat dekat dengan orang-orang kecil dan tak pernah menunjukkan sikap sombong meskipun kamu adalah anak dari seorang Gubernur.
Bahkan, mungkin ada hal-hal baik lainnya yang gak pernah orang lain tahu, sehingga Allah memuliakanmu meski kamu telah tiada.
Emmeril Kahn Mumtadz, begitulah nama lengkapmu yang kini sudah menghiasi hati-hati setiap orang. Kamu mengajarkan kami semua untuk terus bersyukur dan selalu berbuat baik. Sebab, sebaik-baiknya usia hidup kita, tentu kebaikan yang akan terus menolongmu di akhir hidupnya.
Kamu, begitu mahir dan cinta akan air. Ternyata, Allah takdirkan pula untuk kembali kepada-Nya melalui apa yang kamu suka--yaitu air. Benar, ya, ternyata kita akan "dimatikan" dalam keadaan apa yang sering kita lakukan.
Ril, masih banyak anak muda di sini yang masih egois memikirkan diri mereka sendiri--untuk kebahagiaan yang mungkin belum tentu tercapai: menikah, bisa jadi kaya, panjang umur, dsb. Padahal, usia tidak menjamin itu semua. Tapi, kamu mengajarkan kami untuk memahami bahwa hidup harus lebih berharga daripada itu, sehingga 22 tahun yang kamu punya begitu menakjubkan bagi kami, Ril.
Kami semua akan selalu mendoakanmu, mengirimkanmu al fatihah setiap habis shalat, dan selalu berharap kematianmu husnul khotimah. Kita semua berdoa, insyaAllah matimu syahid karena Allah tenggelamkanmu, di tengah kondisi perjalananmu dalam ikhtiar menuntut ilmu. InsyaAllah kuburmu akan dilapangkan, ya. Aamiin.
Ril, kemarin, jasadmu ditemukan dan hari ini beritanya ramai lagi. Seketika aku juga tersayat lagi saat membaca kabar-kabar itu. Tapi, aku bersyukur, sebab pada akhirnya keluargamu bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya dan bisa mengistirahatkanmu dengan layak, sehingga mereka bisa mengunjungimu sewaktu-waktu dengan sangat ikhlas.
Sabar, ya, ayahmu sebentar lagi akan menjemputmu ke sana dan membawamu kembali ke Indonesia.
Bismillah, Eril, terima kasih sudah menginspirasi.
Semoga amal ibadahmu diterima di sisi Allah. Semoga keluargamu yang kuat itu menjadi semakin kuat. Semoga kita semua selalu diberikan kebahagiaan dan jalan yang terang hingga akhir hayat, aamiin.
Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un...
Selamat tinggal Eril.