Seketika aku teringat dengan sebuah cerita masa lalu ketika aku melihatnya di ruangan itu. Ya, aku sudah tahu dirinya akan datang. Aku telah membaca namanya di grup proyek yang kita jalani bersama. Sebut saja Romeo, yang jelas namanya disamarkan.
Romeo dan aku tergabung pada proyek yang sedang kita jalani bersama. Awalnya, aku juga tampak kaget dengan kehadirannya. Sebab, sudah lama sekali kami tidak bercengkerama. Kenapa? Jadi, begini ceritanya.
Romeo adalah salah seorang adik tingkat di jurusanku, tetapi kami memiliki usia di tahun kelahiran yang sama. Mungkin hanya berbeda beberapa bulan saja. Saat itu, pertemuan kami pertama kali adalah saat aku mempromosikan himpunan dan mendatangi kelas adik tingkat, termasuk kelasnya.
Kebetulan, Romeo ini adalah ketua kelas. Dan kebetulannya lagi, saat itu aku sedang bertugas mempromosikan himpunan ke kelasnya. Di sanalah interaksi pertama terjadi. Kami saling bertanya tentang himpunan, jurusan, kelas, beserta tugas-tugasnya.
Lalu, kami saling terkoneksi di media sosial. Lambat laun, kami pun semakin dekat karena interaksi. Rasanya sudah tak heran jika teman kelas Romeo meledeknya dengan namaku. Ya, aku menjadi bulan-bulanan di kelas mereka. Pasalnya, banyak yang bilang Romeo ini menaruh rasa padaku. Secara langsung memang Romeo tak pernah mengungkapkannya saat itu, tetapi aku tahu betul ketika sikap Romeo mulai berubah dan lebih peduli kepadaku.
Saat itu, aku benar-benar bingung. Sebab, aku memang sedang tak ingin menjalin cinta dengan siapapun. Teman-teman Romeo mendesakku untuk terus dekat dengannya. Tapi, di sisi lain, tanpa aku harapkan ternyata ada seorang perempuan seangkatannya yang sangat berharap pada Romeo.
Jujur, aku tak pernah ada rasa pada Romeo. Aku hanya menganggapnya teman baik karena dia memang seseorang yang baik hati. Aku suka kepribadiannya, namun bukan berarti aku jatuh hati padanya. Tentu, semakin dewasa kini kita harus bisa membedakan itu. Sayangnya, semua itu disalahartikan. Seseorang yang mengharapkan Romeo itu sepertinya tidak rela jika pujaan hatinya dekat denganku.
Wanita itu kemudian memberanikan diri untuk unjuk gigi. Setiap bertemu, dia selalu menatapku sinis. Di samping itu, dia juga membicarakanku dengan Romeo. Dia tak rela jika Romeo menaruh hati padaku. Dia juga sempat menjelek-jelekkan aku di hadapan temannya dengan nama samaran.
Mendengar hal itu, lantas saja aku sebal. Akuu juga cukup sakit hati karena wanita itu. Sejak saat itu, aku mulai berusaha untuk menjaga jarak pada Romeo. Sayangnya, Romeo tidak menyadari gerak-gerikku. Ia terus mengejarku, mengirim pesan padaku, dan terus mendekatiku.
Hingga pada akhirnya, dengan bantuan temanku, dia mengatakan bahwa dia ingin aku menjadi pacarnya. Mendengar hal itu, aku langsung berkata pada temanku itu. "Kalau mau nembak, jangan ke aku. Karena aku gak akan terima. Daripada ditolak, lebih baik gak usah utarain itu," kataku yang memang tidak mau pacaran.
Setelah percakapan itu terjadi, Romeo mendapatkan kabar dariku itu. Kemudian perlahan pergi dan tahu apa maksudku menjauh selama ini. Tak lama kemudian, datanglah kabar Romeo berpacaran dengan seseorang. Dan yang mencengangkan lagi, dia berpacaran dengan wanita yang menghina dan menjelek-jelekkan aku.
Kamu cemburu, Ca?
Nggak. Aku hanya kaget. Mana bisa seseorang yang ditolak cintanya, kemudian langsung memiliki hubungan dengan orang lain. Entahlah, aku tidak permasalahkan itu sih sebenarnya, aku hanya heran. Tetapi, semua kembali lagi pada pribadi masing-masing. Tentu aku tidak bisa membatasi dia karena dia pun punya hak untuk berbuat demikian.
Sejak saat itu, hubunganku dengan Romeo semakin asing. Entahlah, padahal aku tetap berharap kami bisa berteman baik. Sayangnya, semenjak dia pacaran, kurasa Romeo sudah berubah 180°. Semua media sosial kami tak lagi berhubungan, bahkan mungkin ada yang diblokir(?) Kami tak lagi berteman di instagram, tak lagi saling balas whatsapp, tak lagi senyum kalau bertemu.
Aku bahkan sakit hati ketika menyadari itu semua. Ya, Romeo benar-benar berubah. Dia bahkan tak seperti temanku lagi, kita kerap kali dipertemukan namun sekarang rasanya beda. Menyapa pun tak pernah. Sama seperti 3 hari lalu saat aku bertemu dengannya di ruang rapat.
Dear Romeo,
Jujur, aku rindu pada sosokmu yang sebenarnya ramah. Tetapi, mengapa saat ini kamu berubah? Apa mungkin wanitamu itu yang melarangmu untuk berhubungan baik padaku? Jika iya, kamu salah untuk menurutinya. Kita ini teman baik, mana mungkin seketika jauh begitu saja hanya karena status pacarnya?
Romeo, aku bahkan tak peduli pada siapa kamu melabuhkan hati setelah berharap padaku. Maaf, jika kala itu aku menyakitimu. Tapi, bukankah saat itu kamu menerimanya dengan sangat baik? Dan kamu menerima keputusanku itu.
Romeo, mengapa kita jadi canggung begini?
Ini mungkin kisah kesekian yang menyebalkan dalam hidupku, yaitu bertemu dengan teman baik, namun meninggalkan teman baiknya hahya karena status pacaran. Ya, aku sedih sekali pacarmu membatasi pertemananmu.
Semoga suatu saat nanti kita bisa berteman lagi, ya. Meski kita tidak bisa bersama, tentu bukan menjadi alasan untuk saling membenci, Rom. Maaf, aku tak inginkan perasaanmu, yang kuinginkan hanyalah pertemanan baik kita yang seperti dulu.