"Assalamualaikum, Nufail. Bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja. Ini, kubawakan nasi goreng untukmu. Kutahu, Uma belum pulang 'kan? Jadi, kamu bisa makan dengan ini. Aku tau persis seleramu. Ini, nasi goreng tanpa bawang goreng kesukaanmu. Benar begitu? Jangan lupa dihabiskan ya.. agar kamu tidak sakit." —Dari Wanita Yang Mencintaimu
"Assalamualaikum, Nek," sapa Nufail.
"Wa'alaikumussalam," jawab Nenek sambil tersenyum.
"Perkenalkan, Nek, aku Nufail, mahasiswa di sini," kata nufail sambil memperkenalkan diri.
"Ohh, jadi kamu Nufail?" kata Nenek.
"Iya, betul, Nek. Kok nenek seperti kaget gitu?" tanya Nufail.
"Kamu anaknya Aisyah kan? Dia teman baik anakku, tapi sayangnya Allah lebih sayang dengan anakku jadi dia sudah pergi lebih dulu," jelas Nenek.
"Jadi, nenek ini neneknya Salwa dan Misha?" tanya Nufail lagi.
"Lebih tepatnya, neneknya Salwa,"
"Maksud nenek?" tanya Nufail yang penasaran.
Kemudian. Nenek bercerita.
Jadi, sebelum Salwa lahir, ibunya yang sudah meninggal dunia ini tidak kunjung diberikan keturunan. Sudah hampir 8 tahun menikah, ibunya tidak kunjung hamil. Ayahnya yang keras kepala marah dan menyangka istrinya penyakitan, sehingga tidak bisa hamil. Lalu, ibunya memutuskan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan. Saat itulah pertama kali Misha diajak tinggal bersama. Misha ini seorang gadis kecil yang berumur 3 bulan pada saat itu. Kemudian, 15 tahun kemudian ibunya mengandung, dan anak itu kini diberi nama Salwa.
Setelah Salwa lahir, suaminya yang keras kepala dan pemarah itu lebih sayang kepada Salwa. Semenjak itulah Misha lebih dekat dengan sang nenek. Empat tahun sudah berlalu, Ayahnya selalu saja marah-marah kepada Misha, seakan tidak lagi membutuhkannya. Hingga tiba saatnya ajal menjemput sang ibu, dan sejak itulah ekonomi keluarga mereka menurun.
Misha yang juga bekerja membantu sang ayah kini akan dinikahkan oleh seorang saudagar kaya demi menutupi hutang-hutang sang ayah. Misha yang merasa bukan siapa-siapa itu harus menuruti kemauannya untuk bisa membahagiakan orangtua yang sudah merawatnya. Namun, sebenarnya neneknya sangat tidak setuju. Karena bukankah pernikahan ini adalah sekali seumur hidup? Nenek juga merasa bahwa menantunya itu sudah melakukan perbuatan yang tidak baik kepada anak yatim, yaitu Misha. Perbuatannya padahal sangat Allah benci, seperti dalam firman-Nya,
"Jadi begitu, nek?" tanya Nufail yang tercengang setelah mendengarkan cerita nenek.
"Iya, begitulah. Nenek kasihan dengan Misha, anak itu tidak bersalah," kata Nenek.
"Semoga Allah membalas semua kebaikan Misha, nek. Nenek jangan khawatir, Allah selalu ada bersama orang-orang yang baik," kata Nufail.
"Iya, kamu benar, nak. Terima kasih ya," kata Nenek yang mulai menitikkan air matanya.
Setelah tak lama bercerita, Nufail lupa bahwa ada jam mata kuliah di pagi hari. Lalu Nufail berpamitan kepada Nenek dan Salwa lalu bergegas pergi ke kelasnya.
--
Sesampainya di kelas, Nufail bertemu dengan Gio. Kemudian Nufail mengajaknya ikut ke toko bunga milik Rayyan sambil bercerita nanti sepulang kampus. Lalu Gio mengiyakan ajakan Nufail.
Setelah perkuliahan berakhir, Nufail mengajak Gio pergi. Namun, Nufail meminta waktu sebentar untuk pergi ke kantin menemui Salwa. Lalu Gio menunggu Nufail di depan gerbang kampus. Setelah selesai, Nufail masuk ke mobil Gio dan berkata sesuatu,
"Kita punya panggilan jihad," kata Nufail.
"Apa-apaan kamu ini, masuk-masuk langsung ngomongin jihad?!" kata Gio kaget.
"Nanti saja aku ceritakan! Ayo kita ke toko dulu," ajak Nufail.
"Iya iya, baiklah," kata Gio pasrah.
Setelah sampai di depan toko bunga milik Rayyan, Gio sedikit kebingungan. Sepertinya ia pernah mampir ke toko ini.
"Hey, sebentar. Sepertinya aku pernah ke toko ini," kata Gio.
"Ah, masa? Kapan? Aku baru pertama kali 'kan mengajakmu ke sini?" kata Nufail.
"Iya, tapi sepertinya aku pernah ke sini," kata Gio.
"Mungkin perasaanmu saja, jangan menghayal kamu," kata Nufail sambil mengejek.
"Tidak, aku serius. Tapi, ini pintunya tidak seperti ini, lalu tidak ada bunga ini di sudut ini, dan...." kata Gio yang berbicara sendiri sambil menunjuk ruangan sekitar.
"Hey, sudahlah! Ayo masuk, itu perasaanmu saja," kata Nufail.
"Ahhh kamu tidak percaya denganku?" tanya Gio.
"Aku hanya percaya kepada Allah, hahaha" kata Nufail yang meninggalkan Gio di depan pintu toko.
"Baiklah, tunggu aku Nufail!"kata Gio.
Lalu, mereka duduk di ruangan baca yang ada di toko itu. Nufail juga membuatkan kopi untuk disantapnya berdua bersama Gio sembari berbincang-bincang.
"Lalu apa yang kamu maksud jihad di mobil tadi?" kata Gio memulai perbincangan.
"Jadi begini, kamu tau perempuan yang katanya pernah kautemui di apotek?" tanya Nufail.
"Maksudmu kakaknya Salwa?" tanya Gio.
"Iya, dia, masih ingat?" kata Nufail.
"Ingatlah, dia gadis yang cantik," kata Gio sambil senyum-senyum.
"Hey, istighfar kamu. Nih, aku punya jihad yang sangat baik, apalagi bila aku lakukan denganmu," kata Nufail.
"Iya, apa? Dari tadi juga aku nanya ini kan," kata Gio sambil kesal.
"Sabar, ini sedikit rumit," kata Nufail.
"Iya apa?????" kata Gio sedikit emosi.
"Bagaimana perasaanmu jika dia akan menikah dengan orang lain?" tanya Nufail yang mulai serius.
"Apa maksudmu? Menikah dengan siapa?" kata Gio sambil kaget.
"Menikah dengan seorang pria dewasa, kaya, mapan, dan dengan keterpaksaan," kata Nufail.
"Kamu serius? Jangan sembarangan kamu kalau bicara," kata Gio yang mengira Nufail sedang berbohong.
"Hey, untuk apa aku berbohong soal ini," kata Nufail.
"Jadi itu kenyataan? Kasihan sekali dia, mengapa takdirnya seperti itu?" kata Gio yang mulai khawatir.
"Tenang, masih ada 14 hari lagi menuju pernikahannya," kata Nufail.
"Maksudmu?" tanya Gio.
"Mari kita susun rencana," kata Nufail.
Lalu, Nufail sedikit bercerita kepada Gio tentang latar belakang Misha. Ia juga menceritakan mengapa Misha bisa dijodohkan oleh ayahnya kepada seorang saudagar kaya. Di situ, Gio mulai kesal dan tidak rela jika perempuan yang membuatnya jatuh hati akan dinikahi atas dasar melunasi hutang. Gio merasa, manusia bukanlah barang tukar yang bisa diperjualbelikan begitu saja. Dari situ, mereka membuat strategi. Seperti apa ya kira-kira?
--
Matahari sudah mulai tenggelam dan langit berubah menjadi keoren-orenan. Nufail diantar Gio ke rumahnya. Lalu, Nufail turun dari mobil Gio. Sementara itu, tiba-tiba Abang Nasi Goreng langganannya datang ke rumah.
"Assalamualaikum," sapa si abang kepada Nufail dan Gio.
"Waalaikumussalam, bang," jawab Nufail dan Gio.
"Baru pulang? Maaf nih ganggu. Saya cuma mau ngasih ini ke Nufail, katanya dari seseorang yang gak mau disebutin namanya," kata abang.
"Cie cie, dapat kiriman rahasia nih Nufail, siapa tuh?" kata Gio sambil mengejek.
"Haduh, kamu ini. Diamlah!" kata Nufail sambil tersenyum.
"Sudah, ambil sana. Lumayan kan, hihi" kata Gio.
"Ohh iya bang, ini makasih ya. Dari siapa sih bang?" kata Nufail bertanya-tanya.
"Rahasia, nanti juga tau sendiri," kata abang yang memberikan tas kecil berisi nasi goreng tersebut.
"Baiklah, terima kasih ya, Bang," kata Nufail.
"Iya, sama-sama, saya pamit dulu ya Nufail, Assalamu'alaikum," kata Abang yang pamit kepada Nufail dan Gio.
"Wa'alaikumussalam," jawab Nufail dan Gio.
Kemudian, Gio pun pamit pulang dan Nufail masuk ke rumah.
Lalu, Nufail segera bersih-bersih badan dan duduk di ruang tamu. Ia mengambil tas kecil yang diberikan oleh abang nasi goreng.
Penasaran, lalu dibukalah tas kecil itu oleh Nufail. Ada sebuah kertas kecil di dalamnya, ternyata itu sebuah surat dari seseorang yang memberikan nasi goreng tersebut. Lalu Nufail membaca isi suratnya.
Isinya adalah....
Tunggu kelanjutan cerita Ber-Seri nya ya!
"Assalamu'alaikum," kata seseorang di balik pintu.
"Wa'alaykumussalam," jawab Nufail sambil berjalan ke arah pintu, kemudian ia membuka pintu.
"Misha?" kata Nufail.
"Iya, ini aku. Maaf ganggu sore-sore, ini ada surat dari Uma, dia ada keperluan di kampung, izin untuk meninggalkan rumah untuk 2 hari ke depan," jelas Misha.
"Ke kampung? Kok tumben uma gak bilang aku dulu?" kata Nufail.
"Iya, mungkin Uma pikir kamu pulang malam lagi karena harus ke toko, jadi beliau nitip surat ini sama aku," kata Misha.
"Yaampun, Uma. Yaudah makasih ya, Sha," kata Nufail.
"Sama-sama , Fail. Oiya, kalau kamu butuh apa-apa kamu datang aja ke rumahku, kita cuma beda 2 gang dari sini," kata Misha.
"Bentar... Jadi, kamu ini kakaknya Salwa?" tanya Nufail.
"Tahu dari mana kamu?" kata Misha.
"Tadi...." kata Nufail terhenti.
"Sebentar! Tidak baik kita bicara di depan pintu seperti ini, apalagi kamu lagi sendirian di rumah, udah mau maghrib juga," kata Misha.
"Oiya, astaghfirullah. Yaudah, besok pagi saja kita bicarakan," kata Nufail.
"Baiklah, kalau begitu aku pamit, wassalamu'alaikum," pamit Misha.
"Wa'alaykumussalam," kata Nufail sambil perlahan menutup pintu.
Setelah itu, Misha pergi meninggalkan rumah Nufail. Sementara Nufail bergegas bersih-bersih karena baru saja pulang kuliah. Setelah itu, Nufail pergi ke luar untuk mencari makan.
Di perjalanan, Nufail melihat tukang nasi goreng berdiam diri di pinggir taman. Akhirnya Nufail memutuskan untuk membeli nasi goreng tersebut. Dipesanlah satu piring nasi goreng pedas tanpa bawang goreng, selera kesukaannya. Kemudian Nufail duduk di kursi yang telah disediakan.
"Sendirian aja, bang?" kata abang penjual nasi goreng.
"Iya nih, lagi sendirian, Uma lagi pulang kampung," kata Nufail.
"Jadi gak ada yang masakin ya, bang?" ujar abang penjual nasi goreng sambil mengejek.
"Iyanih, bang. Hehehe," kata Nufail sambil tersenyum.
"Makanya nikah, bang. Biar ada yang masakin," kata abang nasi goreng sambil kembali mengejek.
"Ah, kalau saya ada yang masakin nanti saya gak beli nasi goreng lagi," kata Nufail menggoda balik abang penjual nasi goreng.
"Bisa aja nih si abangnya, oiya, telurnya didadar seperti biasa, bang?" tanya Abang.
"Iya, seperti biasa dong," kata Nufail.
Tiba-tiba, ada seseorang datang untuk membeli nasi goreng juga.
"Saya juga ya bang, nasi goreng pedasnya satu, telurnya didadar dan bawang gorengnya yang banyak ya," kata Zaina.
"Zaina?" kata Nufail yang kaget melihatnya ada di sana.
"Hey, kamu di sini juga?" tanya Zaina.
"Rumahku dekat sini, kenapa kamu ada di tempat seperti ini, bukankah ini perkampungan yang jauh dari kota?" kata Zaina.
"Aku habis mengunjungi kebun bunga milik ibuku di sini," kata Zaina.
"Wah, kamu suka sekali ya dengan bunga? Tadi pagi kita bertemu di toko bunga, sekarang kamu habis pulang dari kebun bunga," kata Nufail.
"Iya begitulah, ibuku yang memberikan amanah untuk mengurus kebunnya di sini," kata Zaina.
"Wah, sama. Uma juga suka sekali dengan bunga," kata Nufail.
Percakapan Nufail dan Zaina tak terasa semakin asyik. Hingga nasi goreng yang mereka pesan pun sudah jadi.
"Akrab ya ngobrolnya? Nihhh nasi goreng pesanan kalian sudah datang, yang satu tanpa bawang goreng yang satu bawang gorengnya banyak, awas jangan sampai tertukar," kata abang nasi goreng.
"Wah, iya nih bang. Makasih ya bang," kata Nufail.
"Maaf bang, hehe. Makasih banyak ya," susul Zaina.
"Iya, silakan di makan. Kalau ada yang kurang bilang aja ya," kata abang.
"Siap," kata Nufail.
Lalu mereka makan bersama. Ditemani oleh abang penjual nasi goreng yang sesekali mengajak bercanda kecil. Lalu seketika ponsel Zaina berbunyi, "..."
"Maaf, abangku menelpon. Sebentar ya," kata Zaina.
"Baiklah," kata Nufail sambil melahap nasi gorengnya.
Di saat Zaina pergi menepi mengangkat telpon, Nufail mencuri kesempatan berbicara berdua dengan abang nasi goreng.
"Bang, perempuan itu sering datang ke sini?" kata Nufail.
"Hmm, bisa dibilang tidak. Tapi sesekali ia datang dan pasti selalu makan di tempat ini," kata Abang.
"Kapan tuh bang?" tanya Nufail sambil merapikan bekas makannya.
"Kira-kira seminggu cuma dua kali ke sini, tapi tidak tentu," jelas Abang.
"Dia asli mana memang, bang?" tanya Nufail yang penasaran.
"Ada apa nih nanya-nanya mulu? Kamu suka ya......" celetuk Abang.
"Hush! Abang ini, nanti kedengeran," kata Nufail.
"Suka apa?" jawab Zaina yang sudah menutup telponnya.
"Eh, udah telponnya?" kata Nufail.
"Iya, udah. Tadi kamu lagi ngomongin apa?" kata Zaina.
"Itu neng, tadi dia bilang..." kata Abang terhenti.
"Itu, bukunya Barli! Aku suka bukunya Barli," kata Nufail mengeles.
"Wah, seru sekali pembahasannya, tapi aku harus pulang nih, besok harus mengantar abangku ke Bandara," kata Zaina.
"Wah, iya. Sudah malam juga, kamu naik apa?" tanya Nufail.
"Itu, naik sepeda," kata Zaina sambil menunjuk sepeda antiknya.
"Malam-malam begini?" kata Nufail.
"Tadi kan belum malam, hehe," kata Zaina.
"Yaudah neng, buruan pulang, hati-hati. Jangan lupa berdoa di jalan," kata Abang.
"Iya bang, makasih ya, saya pamit dulu, Assalamu'alaikum," pamit Zaina.
"Waalaykumussalam," jawab Zaina dan Abang.
Kemudian tak lama Nufail juga pamitan pergi karena hari sudah mulai larut.
---
Keesokan harinya, Nufail bergegas pergi ke toko bunga. Ia lebih memilih untuk datang pagi sebelum kuliah karena setiap sore ia lupa untuk menjual hasil kebun ke pasar. Semenjak ia bekerja bersama Rayyan, Uma lah yang menjual langsung hasil kebunnya. Kini, saat Uma tidak ada, Uma berpesan kepada Nufail untuk menggantikan peran Uma untuk pergi ke pasar setiap sore.
Sesampainya di toko bunga, toko tampak sepi. Nufail tidak dapat kabar apapun dari Rayyan mengenai toko yang tutup hari ini. Mungkin Rayyan sedang ada acara keluarga, pikir Nufail dalam hatinya. Lalu, ia melanjutkan perjalanannya ke kampus.
Nufail tampak datang terlalu pagi, lalu ia teringat Salwa yang kemarin bertemunya di kantin. Nufail segera mencari Salwa karena ingin menebus janjinya beberapa waktu lalu.
Benar saja, saat Nufail datang, Salwa sedang merapikan meja-meja kantin bersama sang nenek. Gadis berjilbab dan bertubuh mungil itu terlihat gesit memainkan lap di tangannya, sambil bernyanyi dan berputar-putar. Dari kejauhan, Nufail tersenyum karena melihat tingkah lucu Salwa. Kemudian, ia menghampiri anak itu.
"Salwa," kata Nufail memanggilnya.
"Kakak!" kata Salwa sambil melambaikan tangannya lalu berlari ke arah Nufail.
"Hey, tumben kamu baik sama kakak," kata Nufail yang mulai menggoda anak kecil itu.
"Tuhkan, serba salah deh aku!" kata Salwa yang ketus.
"Bercanda, kamu rajin sekali pagi-pagi sudah di sini," kata Nufail.
"Kakak juga rajin!" kata Salwa dengan senyum.
"Bisa aja kamu! Nih, kakak membawa sesuatu untukmu, lihatlah," kata Nufail sambil mengulurkan bingkisannya.
"Apa itu?" tanya Salwa penasaran.
"Ini, janji kakak waktu merobek rokmu, ambillah," kata Nufail.
"Wah, benar-benar tepati janji! Terima kasih kakak," kata Salwa sambil memeluk Nufail.
"Sama-sama Salwa, semoga bermanfaat ya," kata Nufail yang juga memeluk Salwa.
Nenek Salwa dari kejauhan melihat tingkah laku Nufail yang begitu penyayang. Ia begitu terharu ternyata masih ada anak muda yang peduli kepada sesama. Bahkan dalam hatinya ia berkata, "Andai saja cucuku bisa menikah dengan orang seperti ini, maka beruntunglah aku."
Namun, seketika nenek tersadar lalu beristighfar. Sejatinya, sebagai seorang muslim, ia tersadar bahwa ada beberapa 'berandai' yang dilarang. Ini nih, informasi untuk kaliaan semua, semoga bermanfaat!
Pertama, Pengandaian karena memprotes syariat. Dalam hal ini ulama sepakat hukumnya haram.
Misalkan, seseorang mengatakan; andai rokok itu halal, tentu aku bisa dapat untung besar. Dia ucapkan semacam ini karena kesedihannya ketika harus kehilangan pekerjaan di pabrik rokok atau tembakaunya dibuang.
Pengandaian dalam bentuk protes terhadap syariat semacam ini merupakan karakter orang munafik yang keberatan dengan aturan Allah. Allah ceritakan tentang mereka:
الَّذِينَ قَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“(orang munafik) merekalah yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “ANDAIKAN mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh”. Katakanlah: “Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali Imran: 168).
Mereka berandai-andai untuk memprotes keputusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang melakukan Perang Uhud, karena ketika itu mereka mengalami kekalahan.
Kedua, pengandaian untuk memprotes takdir. Ulama sepakat hukumnya haram.
Misalnya, seseorang sangat sedih karena kehilangan kesempatan menguntungkan. Kemudian dia berandai-andai: “Andai tadi saya di rumah, pasti saya dapat jatah juga.”
Pengandaian semacam ini juga dilakukan orang-orang munafik, karena tidak tahan dengan ujian berat yang menimpa mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan keadaan mereka:
يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Mereka (orang-orang munafik) berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran: 154).
Ketiga, pengandaian karena penyesalan akibat musibah yang menimpanya. Hukumnya haram.
Misal, seseorang mengalami kecelakaan, kemudian dia berandai: “Andai saya tadi gak berangkat, kan gak kecelakaan”
احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء، فلا تقل لو أني فعلت كان كذا وكذا، ولكن قل قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان
“Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula mengatakan: ‘Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian’ namun katakanlah: ‘Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan’ karena berandai-andai membuka tipuan setan.” (HR. Muslim 2664)
Keempat, pengandaian karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Bukan karena penyesalan atau protes terhadap takdir.
Hukum dari pengandaian ini tergantung dari apa yang diangan-angankan. Jika yang diangankan kebaikan, maka nilainya pahala dan sebaliknya, jika yang diangankan kemaksiatan maka nilainya dosa.
Kelima, pengandaian untuk hanya sebatas informasi, bukan karena penyesalan atau protes terhadap takdir. hukumnya dibolehkan.
Misal, seseorang mengatakan: “Andai kemarin Anda hadir, Anda akan mendapatkan ceramah yang bermanfaat.”
---
Tunggu kelanjutan cerita Ber-Seri nya ya!
Mungkin kita selalu bilang, kita bertemu karena ketidaksengajaan. Padahal bisa jadi itulah cara Allah yang sengaja mempertemukan kita. Aku sama kamu juga dong?
Iya, tentu.
Tapi, entahlah kita bertemu ini untuk apa. Cuma sekadar teman kah, atau saling bersahabat kah, atau menjadi pengagum rahasia kah, atau bisa jadi hanya seseorang yang lewat dan menyakiti hati untuk diambil pelajarannya.
Tapi, entahlah kita bertemu ini untuk apa. Cuma sekadar teman kah, atau saling bersahabat kah, atau menjadi pengagum rahasia kah, atau bisa jadi hanya seseorang yang lewat dan menyakiti hati untuk diambil pelajarannya.
Wallahu'alam.
Tentu, aku berharap pertemuan kita ini baik.
Tapi, mengapa semua ini justru membuatku sakit? Ya, terkadang menjadi pura-pura tidak tau itu sangat diperlukan, hal itu dilakukan untuk meminimalisir rasa sakit 'kan? Ah, jika saja aku bisa melakukannya, mungkin sudah kulakukan sejak dulu.
Tapi, mengapa semua ini justru membuatku sakit? Ya, terkadang menjadi pura-pura tidak tau itu sangat diperlukan, hal itu dilakukan untuk meminimalisir rasa sakit 'kan? Ah, jika saja aku bisa melakukannya, mungkin sudah kulakukan sejak dulu.
Tapi nyatanya, berusaha untuk tidak peduli aja susah. Sebab kamu selalu hadir di depan mataku, sekalipun aku sudah menghindar.
Tapi kenapa?
Tambah lagi kamu membuat suatu pernyataan, lalu entah mengapa aku sedih saat membacanya.
Tapi kenapa?
Tambah lagi kamu membuat suatu pernyataan, lalu entah mengapa aku sedih saat membacanya.
Di satu sisi, kamu mendeskripsikan hal yang tidak tertuju padaku, artinya, bisa jadi apa yang kamu harapkan tidak sesuai dengan apa yang ada dalam diriku.
Ah, bodohnya aku!
Ngapain sih mencari tahu sedalam itu?
Penyelam yang andal aja perlu persiapan matang untuk mendalami dasar lautan, sedangkan aku? Bermodal hati yang dititpkan saja sudah berusaha mendalami hati yang lain? Halah. Wajar saja sakit hati.
Ngapain sih mencari tahu sedalam itu?
Penyelam yang andal aja perlu persiapan matang untuk mendalami dasar lautan, sedangkan aku? Bermodal hati yang dititpkan saja sudah berusaha mendalami hati yang lain? Halah. Wajar saja sakit hati.
Kadang sakit hati ini selalu mencari kambing hitam atas penyebabnya. Kalau begitu, maka aku akan salahkan kamu yang sukanya bikin aku bersedih:( sayangnya, aku masih baik. Aku juga tidak suka kambing, jadi aku tahu diri saja.
--
Dear kamu,
Aku gatau kamu ini bagaimana.
Maunya apa, pemikirannya gimana,
Arahnya kemana, maunya ke mana, dengan siapa, kapan, ahhhh banyak pertanyaan.
Aku gatau kamu ini bagaimana.
Maunya apa, pemikirannya gimana,
Arahnya kemana, maunya ke mana, dengan siapa, kapan, ahhhh banyak pertanyaan.
Tapi ketahuialah,
Inilah aku dibalik persembunyianku.
Kuharap suatu saat kamu mengetahuinya,
Mengetahui ketidaksengajaan ku menyimpan rasa.
Inilah aku dibalik persembunyianku.
Kuharap suatu saat kamu mengetahuinya,
Mengetahui ketidaksengajaan ku menyimpan rasa.
Semoga, jika hatimu bukan untukku, kamu bisa tetap bahagia. Meski mungkin tidak sebahagia denganku. Hehe.
Jadi, awalnya aku ini masuk ke sebuah organisasi, yang di mana ekspektasiku saat itu organisasi ini lebih baik dan keren daripada organisasi yang pernah aku jalani sebelumnya di SMP dan di MAN. Ya, tapi seiring berjalannya proses kedewasaan, kita juga harus mengerti semakin dewasa kita akan semakin bisa menemukan perbedaan antar sesama. Dari situlah mungkin aku yang terbiasa hidup di lingkungan homogen ini belum bisa beradaptasi dengan baik.
Hingga suatu ketika, aku hampir saja menyerah untuk berada di dalamnya. Aku sampai tidak punya semangat apapun untuk menjalankan amanah. Ya, seperti salah arah. Baru kali itu aku merasakan berorganisasi yang sedikit berbeda. Tapi, karena kupikir masih punya amanah, sesekali aku masih menampakkan muka untuk bisa bertahan di antara mereka.
Setelah masa jabatan berakhir, aku segera memutuskan untuk diriku ke depannya. Akankah aku tetap membohongi diriku sendiri dengan ketidaknyamanan ini, atau aku pergi dan mencari tempat yang lebih baik dari pada ini. Sejak saat itu aku mulai berpikir.
Hingga tiba saatnya, waktu menuntutku untuk memilih. Akankah aku melanjutkan perahu yang sedang berlayar ini, atau aku berhenti di tengah-tengah sebelum sampai pada pulau yang dituju. Kemudian, aku berada dalam ambang kebimbangan.
Lalu, munculah satu sosok yang sebenarnya aku tidak tahu siapa. Bahkan aku tidak pernah mengenalnya sekalipun. Berbicara dengannya pun mungkin tidak, untuk apa. Hehehe. Lalu suatu ketika perkenalan berjalan begitu saja, tanpa berkata "Hei, kenalin nama gue Aca," enggak. Semua tiba-tiba saja terjadi dengan percakapan lain. Ya, mungkin karena kami saling tau, hanya saja tidak pernah bicara.
Kemudian, beberapa orang mengajakku untuk ada di jalan ini. Yap, jalan yang sama sekali tidak ingin aku pilih sebenarnya. Aku yang juga sebenarnya lelah tiba-tiba harus berkorban menjadi 'sangat lelah', demi berdirinya dakwah. Huft, memang jalan dakwah itu perlu pejuang yang ikhlas, lagi-lagi aku bukan berangkat dari hal itu.
Aku kira, aku bukan sosok yang religius untuk bisa mengambil kesempatan ini. Sebab, aku ini hanyalah seorang pendosa yang kebetulan lulusan sekolah islam dari TK sampai SMA-nya. Tidak menjamin bukan bagi aku paham tentang agama? Tapi, sosok inilah yang meyakinkanku untuk bisa berani mengambil jalan dakwah ini.
Perlahan hatiku mulai terbuka, mungkin tak ada salahnya jika aku mau mencoba sesuatu hal yang baru. Ya, berusaha ikhlas dan belajar dakwah dari cara yang lain. Aku kembali mengenal tujuan hidup untuk bisa bermanfaat bagi orang lain, itulah yang juga meyakinkanku untuk berani ambil risiko ini. "Mungkin, inilah takdir dari Allah agar aku bisa bermanfaat bagi orang lain," kataku dalam hati.
Ah, benar saja. Jalan dakwah tak selalu mulus! Selalu ada hambatan dan rintangan, bahkan sampai detik ini. Beberapa hari lalu aku harus segera melaksanakan kewajibanku sebagai menanggung jawab suatu agenda, kemudian di tengah perjalananku aku merasa "Ah, kenapa semuanya gue, gue yang beli ini, gue yang beli itu, gue yang ngelakuinnya juga," kataku berteriak dalam hati.
Tapi kemudian, sosok ini yang mengingatkanku kembali. Inilah jalan dakwah, memang begini, selalu ada hambatannya. Tapi ingatlah bahwa aku melakukan ini bukan untuk manusia (saja), tapi untuk Allah. Kalau manusia tidak mengindahkan perilaku baik kita, maka ingatlah Allah yang selalu tahu mana kebaikan kita.
"Anggap aja ini sedekah, sebanyak apapun yang dikeluarkan pasti dibalas sama Allah," begitu kata dia.
Yap, benar saja. Sering kali kalau merasa diri ini paling bersedih karena ini, aku selalu mengingat perkataannya. Terima kasih ya, semoga kamu juga semangat menjalankan amanahnya. Allah tau kamu capek, tapi kamu tau kan Allah membebani kita amanah ini karena Allah yakin kita mampu. Aku juga yakin kamu bisa karena kamu masih bisa menyemangati orang lain yang capeknya gak seberapa, seperti aku ini. Hehe. Makasih banyak. Semoga Allah meluruskan langkah kita dan memudahkan segalanya, aamiin.
Semangat untuk kitaaaa :)
Hai, kenalan yuk!
Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!
Pengunjung
Isi Blogku~
SINIAR TEMAN CAHAYA
Followers
Postingan Populer
-
Semenjak berdua di rumah, aku merangkap beberapa peran untuk menjaga rumah. Sekarang, peranku bukan lagi hanya seorang anak, tetapi juga men...
-
Tahun 2024 adalah pesta demokrasi yang kedua kalinya aku ikuti. Rasanya baru kemarin memilih untuk pertama kalinya, sekarang sud...
-
Hai, Miliki Malaka. Terima kasih sudah membersamai perjalanan karierku kurang lebih 6 bulan ini. Aku tahu ini bukan waktu yang ...
-
Dear, Rahayu Bulan Suci. Untuk kesempatan kali ini, aku mau ngomong banyak hal ke kamu karena kemarin saat kamu menikah, aku ga...
-
Dalam penentuan sebuah karier, menurutku ini adalah titik pertamaku untuk bisa memulainya dengan serius. Aku tergabung dalam seb...
Categories
Artikel
7
Ber-Seri
13
Berseri
1
Cahaya
15
ceirtaku
1
Ceritaku
243
Cerpen
5
Cinta
69
Feature
3
Hidup
16
Inspirasi
38
Inspiratif
15
Islam
65
Karya
16
Kebaikan Berbagi
6
Keluarga
43
Kisah
39
Kisahku
19
Liburan
10
Menulis
5
Motivasi
110
Resep
1
Sajak
55
Suratan Fiksi
25
Teman
55
Tips
3
Tips dan Informasi
31
Zakat
2