Suatu hari, aku membuat sebuah pernyataan minta maaf perihal kesalahanku selama setahun belakangan ini. Ya, momen takbiran tepatnya. Aku membuat sebuah story untuk menyampaikan permohonan maaf kepada teman-teman semua dalam rangka membangun pribadi yang lebih baik lagi.
Tak spesifik ditujukan kepada siapa, ternyata banyak juga yang tiba-tiba membalas story tersebut dan mengucapkan permohonan maaf yang serupa. Maklum, momen maaf-maafan ini memang sangat wajar minimal setahun sekali.
Namun, kagetku, satu di antaranya adalah seseorang yang sudah lama tak pernah menghubungiku. Bisa dibilang, ia teman lama. Pun beberapa kali--kalau kamu jeli--aku sering menceritakannya di blog ini. Memang tak pernah gamblang sih ceritanya. Mungkin banyak juga yang tidak menyadarinya.
Ia adalah seorang teman lama, yang dulu kita sempat merasa dekat sekali, tetapi hubungan itu sempat berhenti karena sebuah kesalahpahaman yang bahkan sampai saat ini masih suka menimbulkan pertanyaan. Entahlah, tiba-tiba ia meminta maaf juga di malam itu.
Harapku, dengan momen itu semua permasalahan yang dulu sempat hadir di tengah-tengah kita sudah selesai. Aku juga merasa dia sudah lebih baik meresponsku. Aku juga ingin bisa dekat lagi dengannya seperti sedia kala.
Beberapa momen selanjutnya, tiba-tiba dia memesan buku keduaku. Sebenarnya, aku cukup bertanya-tanya sih, "Kok dia beli buku aku, ya?" Tapi, aku juga tidak munafik, aku senang ketika dia memesan bukuku. Rasanya seperti dihargai.
Setelah itu, percakapan kita berhenti setelah transaksi buku selesai. Sedih sih, seperti ada satu jalan terang dalam hubungan pertemanan kita, tetapi hal itu seakan masiha da yang menghalanginya. Kita benar-benar bercakap karena ada kepentingan, ia tidak memanjangkan percakapannya pun dengan aku yang merasa takut untuk bisa berlama-lama bercakap dengannya.
Sejujurnya, aku inginnya sih bisa sesimpel dulu; bisa saling cerita, balas story dengan bercanda, berlama-lama bercakap hanya karena balesin jokes yang gak jelas. Hahaha, menyenangkan rasanya saat itu sebelum kecanggungan ini melanda huhu.
Beberapa hari setelahnya, ternyata harapanku tetap terus bersemayam di dalam pikiran. Berharap setiap kubalas story dan mencoba mencairkan suasana, ia kembali menyambutnya. Nyatanya belum demikian, bahkan beberapa kali pun tidak ia jawab entah sengaja atau tidak.
Pun suatu ketika, ia menyanyikan 2 buah lagu di hari yang berbeda, lalu ia posting di story instagramnya. Setiap ia bernyanyi, aku semakin merindukannya. Kutilik lagunya, liriknya seakan mewakili hubungan pertemanan kita. Benar-benar se-relate itu.
Entah perasaan ini memang bentuk dari angan-anganku saja, atau memang itu ditujukan untukku. Rasanya ingin membalas, tapi aku sadar diri aja. Seringnya justru tak pernah ada balasan langsung darinya, jadi kemungkinan besar aku saja yang terlalu berharap.
Tapi, aku tak henti-hentinya berdoa supaya Allah meluruskan kembali hubungan pertemanan ini. Semoga Allah segera membuang canggung ini dan kembali mempersatukan kita dalam kenyamanan kita masing-masing.
Salam rinduku padamu.
Bukan hanya untuk seseorang yang kuceritakan di postingan ini,
tetapi juga pada kalian yang sudah lama tak pernah bercengkrama,
sibuk menghadapi realitas, dan lupa pada masa lalu yang pernah bersama.