Hujan itu mereda. Sejak tadi siang jalanan basah karenanya. Suasana dingin kini tercipta pada sore itu di Desa Pandaan. Para warga kini bergegas keluar rumah lalu melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda. Begitupun dengan Nufail, pria bertubuh besar yang setiap sore harus berkebun.
"Uma, Nufail izin keluar untuk berkebun. Uma tidak apa-apa sendirian di rumah?" kata Nufail saat berpamitan pada sang uma, Aisyah.
"Baiklah, nak. Uma tidak keberatan," jawab Uma sedikit berteriak dari dapur.
"Assalamualaikum," pamit Nufail.
"Wa'alaykumussalam.." jawab Uma.
Kemudian Nufail mengambil peralatan berkebunnya di samping rumah, lalu bergegas melangkahkan kaki ke kebun yang berjarak kurang lebih 100 meter dari rumahnya. Kebun tersebut adalah warisan dari sang ayah yang sudah lama pergi menghadap sang pencipta. Itulah mengapa, Nufail diamanahkan sang ayah untuk menjaga kebunnya, jangan sampai dijual. Nufail juga pernah berjanji dalam dirinya akan selalu merawat dan menjaga kebun milik ayahnya itu.
Sesampainya Nufail di kebun, ada seorang lelaki tak dikenal sedang melihat-lihat kebun milik ayahnya. Nufail berjalan perlahan sambil memperhatikan siapakah yang ada di kebun milik ayahnya tersebut. Wajah lelaki itu tidak terlalu terlihat, karena matanya tertutup kacamata hitam dan rambutnya tertutup topi yang dikenakannya. Tubuhnya tidak terlalu kekar, tetapi pandangannya seperti serius memperhatikan kebun itu.
Seketika ia khawatir, Nufail berteriak dari kejauhan, "Hey, siapa kamu?!"
Setelah lelaki itu mendengar teriakan Nufail, seketika ia lari dan menghilang. Nufail mengejarnya dengan cekatan. Tetapi lelaki itu sudah jauh pergi tak terkejar olehnya.
"Siapa lelaki itu? Mau apa dia di sini?" tanya Nufail dalam benaknya.
"Sudahlah, bismillah, aku lanjutkan saja pekerjaanku," kata Nufail.
Kemudian, Nufail membersihkan rerumputan liar yang ada di kebunnya. Setelah itu, ia mengisi air untuk menyirami tanaman yang sebentar lagi panen. Di kebun milik ayahnya itu, Nufail menanam sayur mayur seperti tomat, wortel, sawi, dan bawang-bawangan. Setiap panen, ia juga suka menjualnya ke pasar sebagai penghasilan tambahan.
Nufail adalah seorang pemuda yang bertanggungjawab. Selain membantu uma mengurus kebun, ia juga giat belajar dan tidak meninggalkan kuliahnya. Perjalanannya dari desa ke kota merupakan bentuk perjuangannya menimba ilmu. Ia selalu percaya hadist ini,
Rasulullah dalam sabdanya mengatakan bahwa perjalanan mencari ilmu merupakan salah satu jalan yang memudahkan kita menuju surga. “Barang siapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Ibnu Majah & Abu Dawud).
Ayahnya pun selalu mengingatkannya sejak dulu. Itulah yang membuat Nufail tidak pernah mengeluh karena jarak kampusnya menuju rumah tidak sedekat oranglain. Padahal pernah suatu ketika, sang uma menjual kambingnya untuk membelikan Nufail sebuah sepeda motor, agar mudah dan cepat sampai kampus katanya. Tetapi motor itu kembali dijual oleh Nufail, karena menurutnya itu bukan jalan keluar yang baik. Sepeda motor hanya akan menambah pengeluaran saja, seperti bensin atau mungkin biaya tak terduga jika terjadi sesuatu pada motornya.
"Sudah uma, nanti jika kita punya rezeki lebih pasti Nufail belikan motor atau bahkan mobil untuk kita," kata Nufail kala itu.
"Jangan terlalu banyak berkhayal, hasil penjualan kambing ini cukup untuk membeli motor saja Uma sudah bersyukur, lalu kenapa kamu menolaknya?" tanya Uma.
"Masih banyak keperluan lain yang lebih kita butuhkan, Uma. Lebih baik kita jual kembali saja motornya, insyaAllah Nufail jual dengan harga yang lebih tinggi, bagaimana?" kata Nufail kepada Uma.
"Baiklah, terserah kau saja, nak. Uma ikut denganmu," jawab Uma pasrah.
Akhirnya, saat itu mereka sepakat untuk menjual kembali sepeda motornya. Seperti biasa, Nufail mengendarai angkutan umum untuk pergi ke kota menuntut ilmu. Ya, walaupun harus jalan dulu beberapa meter dari rumah hingga ke pangkalan. Tapi jika itu dilakukan dengan ikhlas karena Allah, insyaAllah semuanya bisa jadi berkah.
-----------
Azan maghrib telah berkumandang, saatnya Nufail kembali ke rumah setelah berkeringat di kebun. Sesampainya di rumah, ia harus bergegas membersihkan diri dan segera pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
"Uma, Nufail pergi dulu ya ke masjid, Uma jangan lupa shalat, Assalamualaikum," pamit Nufail menuju masjid.
"Iya, nak. Uma juga sudah wudhu, ini mau sholat. Wa'alaikumussalam," jawab Uma.
Selang beberapa menit kemudian, datang seorang anak kecil bernama Nabil. Ia berlari dari masjid dan mengetuk-ngetuk pintu rumah Nufail.
"Assalamualaikum, umaaa...! umaaa...!" teriak Nabil.
Uma yang baru saja selesai berdoa lalu segera membuka pintu dengan mukena yang masih melekat pada tubuhnya.
"Waalaikumussalam, Nabil. Ada apa maghrib-maghrib begini teriak teriak ke rumah Uma?" tanya Uma pada Nabil.
"Uma, bang Nufail umaaa!" kata Nabil sambil gelisah.
"Bang Nufail kenapa?! Apa yang terjadi, Nabil?" kata Uma yang kini ikut gelisah.
"Selepas sholat berjamaah di masjid, Bang Nufail duduk sambil membaca Alquran, kemudian ia terlihat seperti tertidur, lalu ketika diajak berbicara ia tidak bangun, Uma," jelas Nabil.
"Benarkah? Lalu apa yang terjadi dengan Nufail?" tanya Uma khawatir.
"Sekarang Bang Nufail ada di masjid bersama pak Ustadz, ia belum sadarkan diri, Uma. Badannya panas sekali," kata Nabil.
"Innalillahi.. Yaudah, sekarang, kamu kembali ke masjid. Nanti Uma menyusul," kata Uma.
"Baik, Uma. Assalamualaikum," pamit Nabil sambil terburu-buru.
"Wa'alaikumusalam," jawab Uma.
Kemudian Uma bergegas merapikan mukena dan pergi ke masjid melihat keadaan Nufail.
------------------
Tunggu kelanjutan cerita Ber-Seri nya ya!