Bagaimana kabarmu? Rasanya aneh beberapa hari ini sudah tidak menunggu balasan pesanmu. Padahal kalau semua ini masih berlanjut, ini masih waktu yang memungkinkan untukmu balas pesanku. Ya, karena hilangmu pernah lebih daripada ini. Tujuh hari, iya. Menurutku itu sudah definisi menghilang, tapi bedanya kamu datang lagi waktu itu.
Eh, iya, bagaimana kabar anjing kecilmu yang pernah kulihat di beranda media sosialmu? Lucu deh dia. Mungkin jika bertemu dengan kucing yang tiap hari ke rumahku, ia akan bertengkar selalu. Atau bahkan berteman ya? Main bersama, makan bersama, atau sekadar berlarian di halaman depan rumah.
Oiya, beberapa hari lalu aku sudah membalas pesanmu. Tapi, tiba-tiba pikiranku berubah. Lalu, aku tarik seluruh pesan yang sudah terkirim itu, yang entah sudah kaubaca atau belum. Aku cuma tak ingin membuatmu semakin terikat dengan pesan pesan yang kauanggap harus kau balas. Ditambah lagi, kulihat tak ada lagi suatu hal yang perlu kita perpanjang. Lagi-lagi, percakapan menemui jalan buntu dan kamu selau tambah lagi dengan pertanyaan lagi apa dan how was ur day?
Sebenarnya aku senang dengan dua pertanyaan itu, tapi lama-lama bosan juga. Aku berharap kita bisa bicarakan hal lain; berdiskusi tentang suatu hal yang tidak kita pahami, saling sharing apa yang kita baca, bercerita tentang hal-hal kecil, atau sekadar mengirim foto keseharian yang lebih daripada cukup. Tapi, beberapa kali percakapan ini kutanyakan, kamu melewatkannya. Entahlah sengaja atau memang tidak, tapi sepertinya Tuhan tidak menakdirkan kita untuk terlalu jauh.
Kau tau, aku begitu senang berbincang denganmu; meski hanya berbalas sehari sekali. Aku jadi mendapatkan hal baru yang belum kutahui, mulai dari musik kesukaanmu, kegiatanmu, ilmu-ilmu yang kamu pelajari, hingga buku favorit yang kerap kali kaubaca. Aku cukup terkesima, karena ternyata kita adalah dua orang yang cukup berseberangan. Si filosofis bertemu si receh yang sukanya nulis hal romance menye-menye, suka cerita random dan gak jelas, hingga selera musik yang pasaran.
Hal itu membuatku cukup insecure, sih. Berteman saja rasanya kita tak cocok. Kamu begitu jauh di atasku, sementara aku belum ada apa-apanya. Hahaha. Lucu memang. Ingin berteman dengan yang pinter, tapi malu dengan diri sendiri yang pinternya cuma sekian. Ah, sudahlah. Bukan saatnya membandingkan diri. Aku tetap bangga dengan diriku sendiri yang seperti ini. Hanya saja aku takut kamu tidak nyaman denganku yang apa adanya ini.
Hei, filosofis. Jaga kesehatan, ya? Sepertinya kamu cukup sibuk menjalani hidup ini. Meskipun aku tidak tahu apa saja keseharianmu, sih. Tapi tampaknya, kamu cukup fokus dengan apa yang kamu jalani sekarang. Kuharap Allah selalu memberkahimu, memberikanmu kelancaran atas pendidikan yang sedang kamu usahakan, serta pekerjaan apapun yang kamu jalani.
Senang berkenalan denganmu, boy. Kapan-kapan sapa aku lagi, ya? Semoga kita bisa bertemu lagi nanti. Menuntaskan rindu yang terhalang dengan kegengsian ini. Hahaha. Bye! I will miss you, boy.