Unsplash/@ilhamakfa |
Hai, aku mau cerita deh tentang seseorang. Ya, gak perlu disebut nama lah, ya. Aku cuma mau merekam momen aja sih dan bisa jadi pembelajaran pribadi untuk hidup aku. Tapi, besar harapannya dari cerita ini bisa kamu ambil juga hikmahnya dan bisa kita jadikan pembelajaran bareng-bareng ya.
Jadi, ceritanya ada kaitannya sama postingan ini. Beberapa waktu lalu, aku pernah dikenalkan dengan seseorang yang memang sedang mencari 'calon' untuk diajak serius. Dari situ, aku tidak berharap banyak lantaran aku tahu alasan dan kriteria yang diberikan, dan aku bukan termasuk di antaranya. (Kalau gak ngerti, boleh baca postingan sebelumnya dulu hehe)
Intinya saat itu aku tidak terlalu berharap apa-apa karena ya memang gak kenal dan gak suka. Sehingga, saat dikenalkan begitu aku hanya terima untuk berteman di media sosial. Kita saling follow di instagram dan ya sudah, menjadi teman dunia maya saja.
Mulanya tidak ada apa-apa, tidak ada interaksi dan kejadian apapun yang meresahkan. Hingga tiba saatnya, orang tersebut beli buku aku dan muncullah percakapan kecil dan kita mulai saling sapa waktu itu. Ya tapi setelah itu gak ada gimana-gimana lagi sih. Cuma sejujurnya, dari situ aku ceritanya mulai kepoin orangnya.
Aku mulai cari tahu, sering perhatiin instagramnya, pokoknya mulai ada rasa penasaran dan kagum karena ternyata dia suka ikut kajian hehe. Jarang-jarang kan ya ada cowok keren zaman sekarang tapi masih menyempatkan diri untuk kajian. Ini satu nilai plus aja sih yang bikin tertarik.
Nah, sampai suatu hari, aku ceritanya ada di titik nyari tau lagi soal laki-laki itu ke teman yang waktu itu ngenalin. Bukannya dapat kabar terbaru, eh.. Malah dapat 'tamparan' soal penampilan.
Jadi, ceritanya temanku ini nasihatin aku soal jodoh. Dan intinya, katanya aku jangan fokus nyari jodoh mulu tanpa memperbaiki diri. Dan salah satu yang dia tekankan tentang keempat poin yang harus diperbaiki adalah penampilan. Gatau kenapa, pas dia nasihatin aku soal itu, aku sedikit baper alias bete sih hehe. Kenapa?
Walaupun dia ngomongnya secara general, tapi saat itu kan dia lagi ngomong sama aku, ya. Jadi, aku ngerasanya dia lagi negur aku secara gak langsung tentang penampilan wkwk. Waktu dia ngomongin itu, aku langsung berkaca: "Ya Allah, emang aku sejelek itu ya?" sedih banget waktu itu. Sampai nanya-nanya ke temanku yang lain tentang penampilanku selama ini. Kali aja aku memang terlalu cuek dan jelek, sampai gak pantes buat "mengharapkan seseorang".
Ditambah lagi, momennya gak pas sih kayaknya. Soalnya waktu interaksi sama temanku itu, aku kan berharap bisa dapat kabar sesuatu ya tentang seseorang. Eh, bukannya dapat kabar baik, malah justru dikasih omongan lain. Ya, wajar aja sih bete. Apa yang diharapkan gak sesuai realitas.
Nah, pokoknya, dari situ aku ceritanya gak berharap lagi sama lelaki yang dikenalkan itu. Aku pikir, mungkin dia itu memang bukan mencari tipe seperti aku, yang cuek, penampilan apa adanya, hidup sederhana, make up pun enggak, dan juga bukan seorang dokter hewan yang bisa bantu membesarkan perusahaannya.
Ya, saat itu insecure-ku kambuh. Benar-benar merasa tak pantas dan gak bisa apa-apa. Payah banget deh waktu itu.
Tapi, aku berusaha ikhlas. Sebab, aku yakin meskipun dia bukan yang Allah takdirkan untuk aku, Allah pasti sudah menyiapkan penggantinya suatu saat nanti, yang mampu menerima aku apa adanya, mau melihat kelebihanku tetapi juga menerima kekuranganku, serta bisa tumbuh bersama meski mungkin profesinya gak sama dan gak sejalan.
Lambat laun, aku mulai paham apa yang Allah maksudkan, bahwa sebenarnya ketika kita salah menaruh harap, Allah akan kasih 'pelajaran' untuk menjadi bukti "iniloh maksudnya kenapa kamu gak boleh berharap". Kok bisa aku mikir gini?
Hahaha, lucu ceritanya. Jadi, hari ini Bang Hawa dan Kak Dena datang ke kantor seperti biasa: kajian rutin mingguan. Nah, di akhir kajian kita bercerita gitu. Dan entah kenapa, Bang Hawa tiba-tiba cerita soal pertemuannya dia dengan seorang laki-laki, yang lain dan tak bukan adalah si lelaki yang dikenalin ke aku.
GILS! Dunia sempit banget, 'kan? Gimana ceritanya bisa kenal? Ternyata si lelaki ini sering ketemu di masjid sama Bang Hawa. Lalu, kenalan lah mereka sampai akhirnya ada percakapan yang 'menyangkut namaku'.
Di situlah Bang Hawa nanya, "Ca, kamu kenal yang namanya ****?"
Sontak, ketika namanya disebut, aku kaget. Gak cuma aku, semua teman kantorku kaget juga karena mereka sedikit tahu soal kisahku ini. Dan, entah kenapa, tiba-tiba...
"Dia mau nikah kan ya sama dokter hewan?" tanya Bang Hawa. Aku terdiam sejenak. Lalu, pura-pura mengetahui, dan bilang "Kayaknya emang iya."
Lucu, padahal aku juga baru tahu hari ini. Karena sejauh ini aku gak cari tahu lagi tentang lelaki itu. Dalam hati juga aku bilang, "Oh, mungkin dia jadi ya menikah sama seorang dokter hewan." Agak sakit dengar kabarnya, walaupun gak tau ya itu beneran kabar terbaru atau bukan.
Tapi, entah kenapa dari cerita Bang Hawa hari ini seakan mengingatkanku bahwa dia memang sudah punya pilihannya. Itulah kenapa mungkin gak ada kabar lagi soal dia, bahkan gak ada lagi ketertarikannya untuk kenal lebih jauh dengan aku.
Gapapa, aku ikhlas. Memang ini teguran bagiku tentang berharap yang tidak pada tempatnya. Allah langsung yang kasih tau kabarnya gimana setelah aku memutuskan gak mau cari tau lagi. Allah Maha Baik. Semoga aja pilihannya memang yang terbaik dan kelak aku juga bertemu dengan seseorang terbaik pilihan Allah.
Aamiin.
Jadi, apa pelajaran dari cerita yang panjang ini/? wkwk kayaknya masih gak ada, ya?