Aku suka berteman dengan mereka
Saat aku memberikan argumen dengan perasaan, mereka menangkisnya dengan logika
Di saat sahabat perempuan tidak bisa menerima keluh kesah, mereka siapkan badan paling depan dan berbagi cerita
Terkadang, cerita lebih aman bersamanya
Tanpa menyebar luas, tapi hati merasa puas
Mereka tidak hanya mendengar, tapi memberi masukan
Mereka tidak pernah menyalahkan, tapi justru menguatkan
Tapi sayang, tidak semua dari mereka yang membuat nyaman ternyata bisa meyakinkan
Meyakinkan untuk apa? Untuk meniti masa depan.
Sebagian dari mereka mungkin bersedia membuka hati dan telinganya untuk bercerita,
Atau sekadar bermain dan saling bercanda.
Tapi, saat perempuan mencoba menempatkannya ke posisi berbeda, mereka belum tentu bisa.
-
Mama seringkali menanyakan perihal teman-teman lelakiku. Pasalnya aku memang banyak memiliki teman lelaki yang cukup dekat. Beberapa di antaranya seringkali aku ceritakan kepada mama.
Tapi, mama menyinggung hal lain.
"Adakah yang kamu suka di antaranya? "
"Tidak," jawabku singkat.
"Kenapa? Si A baik kok, tetep aja gasuka? Bagaimana dengan si B? Atau si C yang nanti tiba-tiba datang ke rumah mau ngelamar? Gimana?" tanya mamaku yang serius campur bercanda.
"Ma, tidak semua laki-laki yang baik itu 'pantas' dijadikan suami. Ada banyak faktor yang harus diperhatikan sebelum memilihnya menjadi pasangan hidup, dan gak semua dari mereka memenuhinya," jawabku sok bijaksana.
Mamaku terdiam saat mendengar jawabanku.
Menurutku, setiap orang punya kriteria tertentu untuk memilih pasangan hidupnya. Yang tidak memenuhi kriteria pun bukan berarti buruk, hanya saja mungkin lelaki itu tidak sesuai kriterianya untuk dijadikan kepala rumah tangganya kelak.
Rasanya hal seperti ini mulai mama tanyakan terus. Sebab, di usia dewasa muda ini aku memang harus mulai memilih dan mempersiapkan. Meski aku tidak tau kapan waktu dan kesempatan itu, tapi tidak ada salahnya untuk merencanakan.
Ada banyak laki-laki baik yang bisa merangkul kita sebagai teman. Tapi, baiknya hanya untuk jadi teman saja, tidak lebih. Pasti beberapa dari kalian juga merasakan hal itu, bahkan mungkin kebalikannya? Yaitu, laki-laki memandang teman perempuannya dengan pandangan serupa; nyaman dijadikan teman, tapi harus berpikir ulang ketika menempatkannya sebagai calon istri.
Begitulah, kita harus mulai paham bagaimana kita menempatkan diri dan orang lain. Apabila kita menempatkannya pada hubungan pertemanan, maka batasilah itu. Jangan sampai melebihi batasnya sehingga muncul prasangka baru baik dari dalam maupun pandangan luar. Itu tentu harus dijaga.
Jadi, teman-teman perempuanku, bagaimana teman lelakimu di matamu?