Nurnafisah's Blog

This is my e-dairy of #MenebarCahaya

  • Home
  • Tentang Aku
  • Tips & Info
  • Sajak
  • Kontak


Menjadi anak satu-satunya untuk sementara waktu membuat aku berpikir, bahwa sebenarnya secara tidak langsung, Allah sudah menitipkan satu amanah baru, yaitu menjaga kedua orang tuaku di saat saudaraku yang lain sedang tidak membersamai.

Kondisi ini sebenarnya sudah sering aku rasakan, apalagi semenjak adikku kuliah di Bandung dan menetap di sana untuk beberapa waktu. Sementara itu, kakak perempuanku sudah sibuk mengurus keluarga kecilnya di Jakarta dan kakak laki-lakiku sedang berjuang menyelesaikan skripsinya di Bali. 

Tentu, kondisi ini membuat rumahku sepi. Aku hanya tinggal bertiga dengan orang tuaku. Sesekali kulihat mata-mata mereka yang mulai kesepian. Hampir tiap malam, ayahku menghabiskan waktu di beranda rumah sambil menatap langit yang belum tentu berbintang. Ya, aku tahu betul dia benar-benar kesepian. 

Berbeda dengan ayahku, ibuku malah memilih untuk pergi mencari kesibukan, padahal dia tidak dalam keadaan bekerja. Yang kutahu, dia hanya tak ingin terlihat lemah di hadapan anaknya. Untuk itu, wajar saja jika dia mencari hiburan di luar sana untuk menghilangkan rasa kesepiannya. Aku tahu betul bagaimana masing-masing dari mereka bersembunyi dari rasa sedihnya. 

Mungkin suatu saat nanti—kalau saja ada umur panjang—kita akan sama-sama mengerti kondisi ini; anak-anak yang mulai dewasa, kondisi rumah yang sepi, menghabiskan masa tua, dan menanti waktu luang untuk berkumpul lagi bersama keluarga besar.

Jangankan di masa tua, di masa sekarang saja aku kadang merindukan kumpul keluarga secara utuh seperti sedia kala. Kita bisa menghabiskan waktu setiap hari, menyisihkan waktu untuk berlibur di hari Minggu, bersenda gurau setiap menjelang malam, makan bersama walau hanya dengan lauk ala kadarnya. Ahh, semuanya begitu indah jika dibayangkan lagi. Benar-benar membuat rindu seisi rumah.

Suatu hari, ibuku pernah bertanya:
"Jika saja kalian semua sudah berkeluarga, apakah akan ada salah seorang dari kalian yang mau merawat kami di masa tua?"

Hatiku terenyuh. Jelas saja, kondisi itu akan terjadi dan mereka sudah memikirkannya dari jauh-jauh hari. 

Dalam kondisi ini—di saat aku membersamai mereka—mungkin aku yang akan paling bersedih saat situasi itu terjadi. Sebab, hanya aku dari keempat anaknya yang tidak pernah pergi jauh dari rumah. Logikanya, akulah yang sering bertatap muka dengan mereka, menyalami tangan mereka setiap hendak pergi, menjadi saksi suka duka mereka selama ini, dan menjadi orang yang harus bertanggung jawab jika sesuatu terjadi. 

Mungkin inilah salah satu risiko menjadi dewasa. Kita akan dihadapkan dengan banyak nestapa. Bahkan, kebahagiaan yang semula terbingkai manis di pikiran kini hanya bisa diungkit saja. Tentu, sebagai orang dewasa kita harus mulai menciptakan bahagia itu sendiri, tanpa lagi mengiba kepada kondisi. 

Baiklah, kurasa cukup luapan isi hati kali ini. Yang terbaik: semoga orang tua kita sehat selalu, bahagia selalu, tercukupi selalu, dan dilindungi selalu oleh Allah SWT. Semoga untukmu dan keluarga juga, ya. 

Selamat Malam Minggu.
Kali ini, malam ini sepi sekali rasanya. Hehehe.



Apakah ada sebuah rindu hadir pada dua insan yang raganya tak pernah bertemu?

Jika jawabannya ada, mungkin itu yang sedang aku rasakan malam ini. Ditemani oleh dinginnya malam, jeritan jangkrik bersautan, dan dengungan nyamuk yang tak kunjung hilang. 

Sesekali aku bertanya pada sang bulan, sedang apa kamu di sana? Apakah baik-baik saja? Atau justru sedang bertarung dengan dingin yang sama? 

Jika rindu sedang menyelimutiku seperti malam ini, sesekali kulirik tulisanmu di catatan yang kutemui. Entah mantra apa yang kau selipkan di sana, tetapi tiap kali kubaca, seperti ada rasa yang terbawa ke lubuk hati.

Aku tahu, aku tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah menjadi subjek dalam tulisanmu. Orang lain lah yang seringkali menjadi ide tulisanmu, yang kau abadikan namanya, ceritanya, perkataannya, dan segala kisah tentang kamu dan dirinya. Namun, sesekali aku berharap tulisan itu disuguhkan untukku dan bisa kucicipi setiap hari.

Tapi, semua itu hanya ilusi. Ia terbang di langit-langit menghitam bersama ribuan mimpi. Ya, takkan mungkin terjadi. Kita hanyalah teman yang baru mengenal beberapa hari.

Percakapan kita mungkin masih bisa dihitung dengan jari. Pun dengan intensitas sapaan kita tidak berlangsung setiap hari. Kamu sibuk dengan kegiatanmu, dan aku sibuk berkegiatan juga di sini. 

Sesekali aku berdoa, 
Semoga Allah mempertemukan kita suatu hari nanti. 


"Bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya seseorang.
"Boleh aja," jawabku singkat, "tapi, ambil sendiri ya ke rumah," sambungku. 

Kemudian, dirinya mengiakan. Kebetulan, hari itu ada suatu tugas yang harus kami selesaikan di Bogor. Momen itulah yang ia gunakan untuk sekalian mengambil gitarku ke rumah. 

Entah ada apa dan bagaimana, ia tak berani datang ke rumahku. Katanya, ia malu jika harus bertemu dengan orang tuaku. Padahal, apa salahnya meminta izin pada mereka untuk meminjam gitar milik anaknya? Entahlah, jika tidak ada apa-apa, seharusnya sih biasa saja.

Seseorang itu hanya duduk di masjid dekat rumahku. Ia menunggu aku mengambilkan gitarnya, kemudian dia bergegas pergi karena hari sudah mulai gelap. Setelah gitar hitam itu ada padanya, ia segera memesan ojek online kemudian pergi menuju stasiun dan pulang ke rumahnya. 

Saat itu, gitarku memang jarang digunakan. Sebab, aku belum sempat belajar memainkannya karena menunggu kakakku yang sedang studi di Bali. Pasalnya, hanya dia yang bisa ku andalkan dalam bermain gitar. Meski adikku juga pandai memainkannya, tetapi ia jarang sekali menghabiskan waktu untuk bermusik, tidak sama seperti kakakku. 

Untuk itu, aku mengizinkan seseorang itu meminjam gitarku—daripada gitarnya tidak terpakai juga. Dia bilang, nanti juga akan dikembalikan secepatnya. Pikirku, tak ada salahnya juga untuk meminjamkan. Sebab, dirinya mengaku kesepian saat tak ada sesuatu yang bisa dia mainkan di waktu luang.

Hari demi hari terlewati, gitarku juga tak kunjung kembali. Aku coba mengontak salah satu temannya dan mencari tahu keberadaan gitar hitamku. Kagetnya, dia mengatakan hal yang tak terduga. Katanya, gitarnya justru terpatung di suatu ruangan dengan kondisi berdebu dan tak terurus. 

"Dia jarang banget mainin gitar lu deh kayaknya," tambah temannya itu.

Ya, hampir semua orang tahu bahwa dia punya waktu yang sangat sibuk. Tentu tak ada waktu lagi untuk main gitar di waktu senggang. Hidupnya dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang katanya penting itu. Huft, kasihan sekali gitarku.

Jujur, hatiku sangat kecewa. Bukan apa-apa, seharusnya kalau saja gitar itu tidak terpakai, alangkah baiknya dia segera mengembalikan. Kalau belum ada waktu, mungkin alangkah baiknya gitarku itu diurus sebaik mungkin. Iya 'kan? Atau, kirim saja gitar itu melalui kurir. Gampangnya lagi, titipkan gitarku ke temannya agar bisa segera dikembalikan. Mudah kan sebenarnya? huft. Aku benar-benar menyesal telah meminjamkan gitarku untuknya. 

Sangat disayangkan, ketika seseorang fokus pada satu kepentingan yang katanya besar, tetapi beberapa hal kecil lainnya dilupakan. Padahal, bukankah sekecil-kecilnya kepentingan itu, tetap harus dipertanggungjawabkan? Aku kecewa sekali dengannya karena tidak bisa bertanggung jawab dengan hal-hal kecil, yaitu menjaga barang milik orang lain. 

Terakhir kali kutegur dan menagih gitarku, ia hanya menjawab salamku tanpa menanggapi pesan dan teguranku. Entahlah, apa mungkin dia terlalu sibuk sehingga tidak bisa menjawab pesan dengan baik?

Sampai detik ini, sudah hampir atau bahkan melebihi satu tahun, gitar itu belum juga kembali pada pemiliknya. Sebenarnya aku sudah berusaha mengikhlaskannya. Biarlah gitar itu berpindah tangan, aku tak apa. Tapi, yang sering menjadi pikiran adalah, ketika mama terus menanyakan "Sudah dibalikin belum gitarmu?"

Lantas, aku harus jawab apa?


Mencari kesibukan mungkin sudah menjadi hobiku belakangan. Apalagi, kondisi di tahun terakhir masa-masa kuliah berbeda daripada biasanya. Mulai Maret lalu, pandemi membuat segala aktivitas harus dilaksanakan dari rumah. Tentu, mencari kesibukan menjadi sulit bagiku saat harus adaptasi pada kondisi yang baru ini.

Namun, waktu itu aku segera melanjutkan tugas akhir sambil menunggu kesibukan lain. Sebenarnya aku takut sih, setelah sidang nantinya aku akan gak punya kerjaan dan 'gabut' aja gitu. Tapi, Alhamdulillahh, di sela-sela mengurus perkuliahan, aku diberikan kesempatan dan informasi mengenai pemilihan Brand Ambassador Inspira Pustaka 2020. 

Sebelumnya, aku memang pernah ikut event di Inspira Pustaka gitu, kegiatannya waktu itu nulis bareng dan lomba cerpen. Nah, dari situ ada grup alumni penulis Inspira Pustaka yang akhirnya di sanalah aku dapat informasi dengan adanya link pendaftaran. 

Awalnya aku gak tau itu apa, brand ambassador itu kerjanya apa, nantinya akan gimana dll. Tapi gak tau kenapa, karena aku memang tertarik sama kegiatan tulis menulis dan penerbitan, aku isi itu formulirnya. Di sana tertera apa saja yang aku ketahui mengenai kepenulisan, termasuk karya apa saja yang pernah aku hasilkan selama ini.

MasyaAllah, dengan ketidaksengajaan itu aku diterima dan lolos tahap satu! Dan ternyata, ada banyak tahap yang harus dilanjutkan sebelum aku menuju Bootcamp. Alhamdulillah, selama aku ngerjain tugas-tugas seleksi tuh gak pernah kepikiran dan berharap kayak "Semoga aku lolos", gak pernah! Aku cuma kayak ngikut aja gitu karena emang seneng ngerjain challenge-nya. Aku pun gak pernah nungguin hasilnya kapan dan seperti apa.

Dan tiap hari aku memang rutin cek email gitu kan. Alhamdulillah setiap ada pengumuman kayak gak nyangka aja gitu aku bisa lolos beberapa tahap itu. Mulai dari disuruh bikin artikel tentang kampung halaman, bikin puisi dan artikel tentang perjuangan, dan pokoknya tentang kepenulisan gitu. Pokonya aku ngerasa kayak ngerjain tugas kuliah aja gitu, seru, dan aku suka. 

Hari demi hari aku lewatin kayak biasa dan akhirnya pada 14 Agustus aku dikasih email kalau aku bisa bergabung di Bootcamp Inspira Pustaka ini. Alhamdulillah.. aku seneng banget! Meskipun secara online, tapi aku bahagia karena di sana pasti aku bakal dapat banyak kegiatan positif, ilmu baru, dan tentunya teman-teman baru yang bisa berproses bersama di sana.

Alhamdulillah, setelah aku bergabung di Bootcamp ternyata kami masih diseleksi lagi. Aku sih gak peduli bakal menang atau engga, yang jelas setiap ngerjain tugas aku selalu mencoba membuat sesuatu yang terbaik dan terpenting "menulis dari hati". Dan MasyaAllah, aku bener-bener suka banget sama serangkaian kegiatannya, walaupun online tapi seru banget.

Di sana kami juga dibentuk jadi beberapa tim gitu. Nah, di sanalah kita bisa mengenal teman-teman tim. Jadi, tugas-tugas di Bootcamp juga ada yang individu dan gitu, Alhamdulillahh semuanya berjalan lancar. Paling berkesan uh waktu ada tugas nulis biografi gitu. Cerita dikit ya.....hehehe.

Jadi, sebelumnya kan setiap minggu itu ada evaluasi gitu, biasanya lewat gform. Nah, di tugas sebelumnya aku kasih saran gitu ke panitia buat ngadain challenge biografi, dengan syarat biografi tersebut isinya tentang teman-teman Inspira Pustaka. Dengan begitu, meskipun beda grup, masing-masing peserta pasti akan berusaha wawancara, berbincang, bercerita, berbagi, dan saling mengenal biar makin akrab gitu untuk bahan menulis biografinya. Dan MasyaAllah, minggu berikutnya memang ada materi tentang biografi dan challengenya itu! Aku seneng banget. 

Nah, di situ aku dapat banyak kesempatan nih untuk kenalan sama peserta lain. Ada juga yang mulai chat aku lebih dulu, begitupun aku yang beberapa ngechat mereka gitu. MasyaAllah aku seneng banget sih, di sana aku jadi kenal mereka dan ternyata orang-orang hebat itu sudah jauh melangkah daripada aku. Wkwkkw. Aku jadi malu sendiri. Dari berbagai daerah aku kenalan, ada yang dari Jogja, Tangerang, Bekasi, Lampung, Bengkulu, Aceh, aaahh pokoknya banyak! Ada yang sudah menerbitkan beberapa buku, ada yang memang sudah terkenal di daerahnya, ada yang jago baca puisi, ada yang benar-benar baru terjun di dunia kepenulisan, pokoknya beragam banget cerita dari mereka. 

Sampai sekarang, Bootcamp masih berlanjut. Dan Alhamdulillahh, beberapa kali aku mendapat apresiasi karena masuk ke-10 besar di beberapa tugas setiap minggunya. Gak nyangka sih, padahal aku gak berharap setinggi itu. Udah bisa bergabung di sini aja aku udah seneng banget. Hihihi. Tapi, semuanya pasti kehendak Allah. Aku bersyukur banget dan berterima kasih kepada Allah SWT yang sudah kasih aku kesempatan ini. Pasti bermanfaat banget ini semua buat aku, Alhamdulillahh.

Buat teman-teman Inspira Pustaka, semangat selalu, ya. Kalian benar-benar orang hebat yang pernah aku temuin. Semangat selalu untuk kegiatan satu tahun ke depan! Kita jalanin program kita ini setahun lagi. Semoga kita bisa terus meningkat literasi bangsa dan mengedukasi melalui kegiatan yang akan kita jalanin nantinya. Terima kasih sudah menerima penulis pemula seperti aku. Hehehhe.


Tidak mudah menjadi angkatan yang lulus di tahun 2020. Banyak sekali hal yang terjadi di luar dugaan kami, para calon wisudawan. Belum lagi, mungkin ada banyak hal yang sudah diharapkan jauh-jauh hari dan rintangan yang harus dilewati sejak awal. 

Memilih Diploma, misalnya. Awalnya berat untukku menembus restu orang tua yang lebih mengharapkan anaknya menjadi sarjana, bukan sekadar diploma. Ketiga saudara sedarah pun meniti pendidikannya dengan jurusan yang sesuai dengan mereka dan kampus-kampus terbaik di Indonesia. Sementara, aku mengambil kuliah saja mengandalkan keberanian diri untuk mengambil sesuatu yang bukan pilihanku.

Sampai akhirnya restu itu dalam genggaman. Orang tua menerimanya meski entahlah ada rasa kecewa atau bagaimana. Namun, setiap ada tugas liputan siang malam dll, aku melihat mereka begitu peduli dan khawatir saat anak perempuannya ini harus berlelah-lelah di jalanan. MasyaAllah Alhamdulillah, perlahan jurnalistik ini bisa aku hadapi dengan baik.

Aku berusaha sekuat tenaga agar bisa membanggakan—dengan cara apapun itu. Ternyata, memilih jalan berbeda dari ketiga saudaraku yang lain menjadi beban tersendiri untukku, sih. Sebab, dengan waktu 3 tahun yang aku punya, aku harus bisa menorehkan prestasi lewat apapun itu. Pikiranku hanya itu, belajar sebanyak-banyaknya demi membanggakan orangtua.

Aku mencoba semangat lagi dari pemikiran negatif itu. Mencoba mengambil kesempatan di setiap kondisi, pun dengan menghadapi pandemi yang ternyata mengubah kehidupan akhirku di kuliah, termasuk salah satunya prosesi kelulusanku.

Harapku, orang tua akan bangga saat nanti aku bisa mengenakan toga di hari wisuda. Berfoto bersama mereka, sambil berdiri di pelataran dengan momen yang mengharukan. Menyaksikan anaknya sudah selesai dengan segala hiruk-pikuk perkuliahan.

Lagi-lagi, rencana Allah lebih baik. Wisuda hanya bisa dilaksanakan secara daring. Ada kekecewaan dalam diri ketika tak bisa membawa langsung orang tua ke acara seremonial yang langka itu. Aku juga bisa melihatnya saat beberapa hari lalu aku sempat memutuskan untuk tidak wisuda karena suatu pekerjaan.

Ya, papa tampak kecewa. Tapi, Allah lebih baik dan lebih paham mana yang harus aku prioritaskan. Kuyakin ini adalah takdir terbaik untuk kita semua. Meski harus dilakukan secata daring, tetapi kita harus tetap bersyukur dengan kondisi yang ada. Alhamdulillah... 

Terima kasih semuanya, aku persembahkan kelulusanku untuk kedua orang tuaku. Terima kasih teman-teman sudah membersamai. Semoga saja habis ini akan ada kesempatan untukku membuat hal menakjubkan dalam berkarier. Aamiin.
Newer Posts Older Posts Home

Hai, kenalan yuk!

Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!

Mari kita berteman~

Pengunjung

Isi Blogku~

  • ▼  2024 (15)
    • ▼  December (1)
      • Life Update Setelah Menghilang
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2023 (30)
    • ►  December (3)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2022 (25)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2021 (52)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (2)
    • ►  February (5)
    • ►  January (9)
  • ►  2020 (71)
    • ►  December (3)
    • ►  November (8)
    • ►  October (6)
    • ►  September (6)
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (11)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (69)
    • ►  December (5)
    • ►  November (8)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (7)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (9)
    • ►  January (5)
  • ►  2018 (36)
    • ►  December (9)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (25)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2013 (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (92)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (10)
    • ►  June (10)
    • ►  May (31)
    • ►  April (27)
    • ►  March (4)
  • ►  2011 (7)
    • ►  November (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)

SINIAR TEMAN CAHAYA

Followers

Postingan Populer

  • Semoga Allah Balas Usahamu
    Hai, Ca. Gimana kabarnya? Beberapa waktu lalu aku lihat kamu lagi kebanjiran, ya? Bukan, bukan kena bencana. Tapi, kebanjiran di...
  • Teruntuk Laki-Laki yang Sudah Dimiliki
    Tulisan kali ini cukup bar-bar, karena aku sengaja menulisnya untuk  para laki-laki di luar sana yang sudah memiliki tambatan hati. Anggapla...
  • Life Update Setelah Menghilang
    Hai, blogger. Rinduuuu teramat rindu nulis di sini. Rasanya belakangan ini terlalu banyak hal yang terjadi, sampai-sampai tidak sempat menul...
  • Semenjak Hari Itu...
    Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja ...
  • Selamat, untukmu.
    Sesuai judulnya, selamat. Selamat atas ilmu yang sudah ditempuh, selamat atas jerih payah mencapai cita-cita, selamat atas usaha...

Categories

Artikel 7 Ber-Seri 13 Berseri 1 Cahaya 15 ceirtaku 1 Ceritaku 249 Cerpen 5 Cinta 71 Feature 3 Hidup 18 Inspirasi 39 Inspiratif 15 Islam 65 Karya 16 Kebaikan Berbagi 6 Keluarga 44 Kisah 40 Kisahku 21 Liburan 10 Menulis 5 Motivasi 114 Resep 1 Sajak 55 Suratan Fiksi 26 Teman 55 Tips 3 Tips dan Informasi 31 Zakat 2

Subscribe this Blog

Name

Email *

Message *

Music

Pair Piano · 놀러오세요 동물의 숲 (Animal Crossing) Piano Compilation

nurnafisahh

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates