Ceritanya, aku ini sedang menasihati diriku sendiri yang sedang merasa tak suka dengan keadaan ini. Pasalnya, ada dua hal yang saat ini mengganggu ketenanganku perkara dijadikan pilihan kedua oleh orang lain. Hal ini berkaitan dengan perasaan, ya, erat kaitannya. Mungkin, kalau tak berkaitan dengan hati pun kita tak cukup nyaman bukan, dengan posisi ini?
Kasus pertama, datang dari seseorang yang belum lama kukenal. Kami berteman cukup baik setelah kami saling mengikuti akun media sosial kami satu sama lain. Setelah itu, aku melihatnya sering menaruh perhatian, mulai dari membalas story yang kubuat, menyimpan nomor whatsapp, hingga seringkali berkomentar atas apa yang kubuat di media sosial.
Awalnya, aku tak ada masalah. Sebab, aku pun tak menarik ke dalam hati tentang apapun yang dilakukan dan apa yang ia katakan. Aku betul-betul ikhlas berteman dengannya, sama seperti aku berteman dengan yang lain. Memang, jujur, ada suatu masa aku merasa ia sedang menaruh rasa padaku. Tapi, mendengar dugaanku sendiri dari dalam hati, aku tak mau terlalu percaya diri. Aku bahkan menganggapnya tak ada apa-apa.
Hingga suatu ketika, dia memasukkanku ke dalam close friendnya. Dia bahkan seakan sengaja membuat story dengan menautkan nama perempuan lain dilengkapi simbol hati. Aku tidak cemburu. Sungguh. Bahkan, sejujurnya aku senang apabila dia sudah menemukan seseorang yang dia cari. Karena aku begitu yakin, aku membalas storynya dengan nada mengejek layaknya teman biasa. Ya, aku sekaligus memastikan bahwa itu pujaan hatinya. Dengan begitu, aku bisa lebih berhati-hati agar dugaanku sebelumnya tidak terbukti. Aku senang jika dugaanku meleset, yaitu jika dia tidak menyukaiku.
Namun, tak disangka, di waktu yang bersamaan, seseorang menghubungiku. Dia adalah salah satu teman dekat lelaki yang kuceritakan ini. Anehnya, kata temannya ini, lelaki ini langsung takut dan gugup ketika aku membalas storynya. Lelaki itu merasa aku cemburu pada perempuan itu. Bahkan, temannya sendiri cerita bahwa ia sengaja melakukan ini agar tahu bagaimana reaksiku kepadanya. Dan kebetulan, aku meresponnya. Ya, aku terjebak saat itu. Padahal aku tak ada niat cemburu sedikit pun, perasaan pun tak ada.
Kalau tahu begitu, mungkin aku tidak akan mengomentarinya saat itu. Parahnya lagi, lelaki itu seringkali menyebutkanku sebagai "istri keduanya" sebagai guyonan di depan kawan-kawannya. Ya, kedua. Temannya bilang, dia memang hobi mendekati perempuan di waktu yang bersamaan untuk menemukan pilihan terbaiknya. Dan aku menjadi pilihan keduanya.
Rasanya, tak enak sekali didengar ketika ada seseorang yang secara tidak langsung hanya menjadikan kita sebagai "cadangan". Meski di satu sisi, aku pun tak peduli dengan perasaannya. Tapi, terlepas dari itu, bukankah menjadi pilihan kedua sangat tidak menyenangkan? Aku bahkan tidak mau menjadi orang kedua meski aku pun tidak menyukainya. Bukankah perasaanku tak salah?
Cerita kedua, datang dari seseorang yang bahkan belum pernah aku temui dan aku kenal. Suatu ketika, sahabatku mengajakku berbincang soal temannya yang katanya sudah siap menikah. Namun, sahabatku bilang, lelaki itu pernah gagal dalam taarufnya. Dengan alasan itulah sahabatku menawarkan aku untuk berkenalan dengannya.
Singkat cerita, aku pernah juga gagal taaruf. Tapi, aku tidak menutup hati bagi orang baik yang juga punya niat baik dalam beribadah kepada Allah. Ya, jadi aku pun membuka diri dan menanyakan soal lelaki itu. Lalu, aku berbincang sedikit banyak tentang lelaki ini bersama sahabatku. Aku menanyakan kegiatannya, kriteria istrinya, kondisi keluarga, dsb.
Meski aku belum memutuskan saat itu juga—akankah lanjut untuk taaruf atau tidak—aku dan sahabatku hanya berbincang ringan dengan harap kenal dulu dengan siapa yang hendak diperkenalkannya padaku. Sahabatku juga menanyakan kesiapanku soal ini, tak lupa juga ia tanya pada lelaki yang merupakan teman sekolahnya itu.
Namun, baru saja mengenalnya lewat orang lain, ada pernyataan tak mengenakkan. Pasalnya, sahabatku bilang, lelaki ini juga masih berharap pada calon yang sudah dikenalinya lebih dulu. Ya, mungkin dia sedang ada dalam masa taaruf dan sedang menunggu keputusan dari pihak perempuan. Tak masalah bagiku. Aku pun tak nanya jauh soal itu.
Tapi, bukankah itu berarti aku juga sedang dijadikan pilihan keduanya? Menurutku, hal ini tak cukup mengenakkan untukku jika harus menjadi orang kedua. Aku seakan diberi harapan di atas gantungnya perasaan si lelaki yang sedang menunggu jawaban. Bukankah seharusnya ia selesaikan perkaranya lebih dulu, barulah ia bersedia untuk mengenal atau menerima perkenalan dengan wanita baru?
Mendengar hal ini dari orang lain, tampaknya aku tak bisa banyak berharap. Toh, aku dan lelaki itu juga belum ada ikatan dan persetujuan apapun. Jadi, sepantasnya aku tak memikirkannya terlalu jauh. Satu hal yang tidak mengenakkan di hati, yaitu ketika seorang lelaki dengan mudahnya menjadikan wanita lain sebagai pilihan keduanya. Berbeda halnya jika wanita itu tidak mengetahui posisinya (sebagai pilihan kedua) mungkin semuanya akan baik-baik saja.
Melihat hal ini aku tidak menyerah, kok. Aku juga tidak benci pada dua orang ini. Hanya saja hal ini sedikit mengganjal di hatiku sebab seakan perasaan dan perhatian itu tidak mendarat dengan ikhlas dari hati mereka. Semoga saja ini hanya bualan burukku yang kucurahkan di dalam postingan ini. Mana tau sebenarnya ini bukan masalah besar bagi orang lain, hanya aku yang melebih-lebihkan. Ya, aku memang tak suka jadi pilihan kedua—mungkin orang lain biasa saja.
Di sisi lain, aku juga percaya bahwa suatu saat nanti aku akan menemukan seseorang yang mampu menjadikanku nomor satu, bukan menjadi pilihan keduanya. Aku percaya akan ada seseorang yang memang ingin menjadikanku ratu tanpa harus menjajarkan aku dengan kandidat ratu lainnya—ia menjadikan aku satu-satunya orang yang layak untuk dipilih. Dengan begitu, aku pasti jadi wanita paling beruntung di muka bumi karena dia telah ikhlas memilihku sebagai wanita satu-satunya.
Begitupun buat kamu. Iya, kamu yang lagi baca postinganku ini. Percayalah, suatu saat nanti kamu akan bahagia dengan seseorang yang kamu pilih dengan ikhlas. Semoga ia menjadikan kamu satu-satunya orang yang akan menjadi pasangannya sehidup, semati, hingga sesurga. Aamiin, insyaAllah.