Apa kabar, nenek?


Kemarin, beberapa tahun lalu, aku masih melihat senyum tak berdosa itu dari wajahnya. Aku melihat kebahagiaan kecil saat aku menatap matanya yang mulai membiru. Aku selalu damai ketika melihatnya berjalan dipagi hari. Aku juga bahagia ketika menemani langkahnya berjalan. Dan aku selalu rindu akan hal itu.
Ya, tubuh yang senja itu akan selalu ku ingat. Walau mengenalnya penuh rasa iba, tapi aku tak pernah merasa menyesal setelah wanita paruh baya itu menjadi teman sesaatku. Mungkin bukan teman biasa ketika usia kita semakin dewasa, tapi dialah yang membuat aku kini tumbuh menjadi sosok manusia dewasa di muka bumi.

Emak, sapaanku kepada wanita itu. Dia adalah nenek yang ku banggakan. Karena dialah ibuku ada, dan karena dialah yang mengajarkan segalanya tentang hidup. Dia pernah cerita mengenai zaman belanda ketika aku hendak ulangan, begitu pula mengenai zaman jajahan jepang, yang katanya dia pernah sampai diculik dan disukai oleh tentara belanda. Selalu wajahku tertawa kecil ketika mengingat masa masa ini, yag kini sudah tak mungkin lagi aku bisa dengarkan sepatah kata darinya.
Sudah sekitar 3 tahun, wanita yang kusapa Emak itu kini bahagia dialam-Nya. Yap, Allah telah memanggil nya terlebih dahulu. Walau sedih, tapi aku bangga dan bahagia, karena dimasa tuanya, ketika dirinya tinggal seorang diri, aku menemaninya ketika waktu luangku banyak. Menemani dia ketika hendak jajan, makan, main, bahkan aku sempat mengajaknya mengelilingi perumahan. Aku juga bahagia, aku bisa menyaksikan kematiannya sejak ia dimandikan, dikafani, hingga dikuburkan. Walaupun saat itu merasa sangat sekali kehilangan, tapi aku yakin dia sudah tenang dan bahagia di alam sana, bersama malaikat-malaikat Allah yang akan menjaga dia. Aamiin.
Nenekku bukan seorang yang kaya. Hidup nya justru begitu sederhana. Pakaiannya selalu tertutup kerudung yang terkadang tak rapi dipakainya. Aku rindu sekali ramadhan bersama dia. Pernah dahulu kala, ketika dirinya mulai mengalami penurunan mental, dia berpuasa layaknya orang biasa, sahur kemudian shalat dll. Tapi disiang hari, ia minum segelas teh bekasnya sahur tadi pagi kemudian aku bertanya "Mak, kok gak puasa?" dengan polosnya ia menjawab "puasa apa memangnya?" yap, saat itu dia sudah mengalami penyakit tua, seperti penurunan masalah pendengaran, masalah bicara yang terkadang tidak nyambung, dan ingatannya yang mulai melemah. Hahaha, terkadang pada saat itulah aku merasakan rindu mendalam ketika semua itu menjadi suatu hal yang konyol. Yang jelas kini aku rindu engkau, mak.
Aku berharap engkau selalu ada disana, melihat anak cucumu tumbuh menjalani kehidupan nya disini. Semoga kami bisa kuat menjalankan hidup kami, seperti engkau yang kuat menjalani hidup sslma 84 tahun itu. Aamiin.

0 Komentar

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.