Aku terlahir di keluarga yang serba berkecukupan. Aku
sangat senang. Karena ibu dan ayah tidak perlu bersusah payah mencari uang
untuk biaya kelahiranku. Namun mereka berdua malah bersikap aneh terhadapku,
mengapa? L
Saat aku lahir, aku tidak menangis tapi aku lahir
normal. Kemudian saat malam hari, aku bertanya kepada Allah, “Allah, mengapa
setiap bayi yang lahir di dunia ini menangis dan berteriak?” kemudian Allah
menjawab, “Mereka menunjukkan bahwa mereka senang sudah lahir di dunia ini.”
Lalu aku kembali bertanya, “Tapi mengapa aku tidak menangis seperti temanku
yang lain? Apa aku tidak normal?” Lalu Allah menjawab, “Semua bayi itu normal
dan sempurna, termasuk kamu, sayang.” Kemudian aku Tanya kembali kepada-Nya,
“Tapi Allah, apa aku tidak senang lahir di dunia ini?” Lalu Allah kembali
menjawab, “Semua bayi yang lahir di dunia ini pasti senang.”
Kemudian aku tidak berani bertanya, karena aku haus
pada malam itu. Aku minta air susu kepada ibuku. Karena diusiaku yang masih
hitungan hari, seharusnya aku mendapatkan ASI dari bu. Tapi saat itu, ibu
justru membentakku. “Anak tuh memang bisanya merepotkan orang tua saja!
Malam-malam malah membangunkan tidur, dasar anak sialan!”
Mungkin ibu kira, aku tidak pernah mendengar. Tapi
Allah memberikanku telinga yang sempurna, dan ibu tidak pernah tau apa yang ia
bicarakan selalu terdengar oleh telingaku. Dan pada saat itulah, aku menangis.
Paginya, aku hanya membuka mata dan tersenyum karena
perbincanganku dengan kedua malaikat yang menjagaku. “Malaikat, apakah aku tidak
bisa bermain dengan ayah dan ibu? Aku bosan.” Kemudian malaikat menjawab,
“Tidak. Kamu masih kecil, sebaiknya tidur saja diranjangmu.” Lalu aku menjawba,
“Tapi akankah aku bisa berlari kejar-kejaran sama ayah? Kalau tidur saja,
rasanya bosan dan pegal sekali.” Kemudian malaikat menjawab, “Jika kamu sudah
besar, kamu pasti bisa melakukannya.”
Karena lelah berbincang, aku menangis meminta susu.
Lalu ayah datang dan mencubitku. Bukan karena aku lucu, tapi ia kesal karena
aku selalu menangis. Andai aku bisa bicara, aku akan katakana, “Ayah, aku ini
bayi. Hanya bisa menangis menangis dan menangis, apa salahku ayah?” Banyak
kalimat yang ingin kukatakan kepada ayah dan ibu, namun semuanya hanya ada
didalam hati kecilku. Lagi lagi aku tidak mendapat susu.
Keesokkan harinya, aku buang air kecil di ranjang.
Kemudian ibu berteriak dan enggan menggantikan popok untukku. Dia malah bilang,
“Heh bayi! Kenapa sih bisanya cupa ngerepotin aja. Rumah sebagus ini, Cuma bisa
dirusak karena bau tak sedap yang kau buat.” Lagi lagi hatiku menangis, mengapa
bu segitu benci kepadaku? Padahal aku tak pernah berbuat jahat kepada ibu. Aku
masih kecil.
Bayi, itulah sebutan ayah dan ibu untukku. Dalam hati
aku bertanya, mengapa namaku Bayi, sedangkan tema-temanku yang lain memiliki
nama yang bagus dan indah, sehingga bisa menjadi do’a kelak di surga. Tapi
mengapa aku..?
Sore hari, aku bau. Walau aku tidak ngapa2in, aku bau.
Karena aku manusia juga, mengahasilkan keringat yang sama. Tapi aku tidak
pernah dimandikan oleh ibu. Dan sore ini, special ibu memandikanku.
“Baiklah bayi, aku akan memandikanmu.”
Aku sangat senang mendengarnya. Mungkin ibu sudah
berubah, dan ibu mau merawatku mulai saat ini. Perlahan ibu membuka kancing
demi kancing bajuku, dan melepaskan celanaku. Dan menggendongku.
Tapi ternyata, aku dilemparkan ke dalam air kolam.
YaAllah, cobaan apa lagi yang aku alami…
“Allah, tolong aku. AKu tidak bisa berenang, aku tidak
bisa bernafas didalam sini.” Aku berteriak memanggil nama Allah, dan meminta
bantuan malaikat.
Tak lama kemudian, ada seseorang yang masuk
mengangkatku dari kolam renang. Ternyata itu tetanggaku, entah mengapa dia
tiba2 datang kesini saat ayah dan ibu pergi. Mungkin itulah bantuan yang Allah
kirimkan.
YaAllah, terimakasih, hari ini aku mandi. Ini pertama
kalinya aku mandi. Dan Ibu langsung memberikanku mandi dengan waku yang lama.
Makasih ya Allah :’)
Malam harinya, aku tidak haus, karena aku sudah minum
banyak air kolam sore tadi. Tapi aku sakit, aku sulit untuk bernapas, aku sulit
bergerak, badanku menggigil…
Ketika ayah melewati ranjangku, ayah memanggil ibu..
“Mah, lihat ini!”
“Kenapa pah?”
“Dia menggigil seperti orang stroke, lucu sekali ya
anak kita ini..”
“Haha, iya pah, biarkan saja. Tapi tadi apa kau
bilang? Anak kita? Tidak ada mirip2nya sama kita. Dia hanya seperti kera.”
Hatiku dag dig dug, bergetar saat ayah menghina aku,
anaknya sendiri. Wajahku memang tidak setampan ayah dan tidak juga secantik
ibu. Namun aku bahagia lahir dari rahim ibu, aku senang menjadi anak ayah dan
ibu, aku tetap sayang kepada mereka. Namun, mengapa mereka begitu benci
kepadaku.
3 Hari aku menggigil tanpa henti, biasanya bayi yang
masih berusia hitungan hari sangat lemah bila terkena penyakit, apalagi tidak
ada air susu yang menolak penyakitnya. Itulah aku, tanpa air susu, aku sembuh
dan normal seperti biasa. Subhanallah.
Hari ke 20 aku lahir, aku ingin sekali minum ASI ibu,
aku kangen, selama aku di dunia, tak pernah setetes pun air susu yang ibu
berikan kepadaku. Lalu malaikat menghampiriku, “Wahai anak yang berhati mulia,
sekarang coba kamu tuliskan apa saja yang ingin kamu raih ketika kamu dewasa,
keinginan yang ingin kamu rasakan, dan apa saja yang ingin kamu miliki,” lalu
malaikat memberikan kertas kepadaku.
1. Aku ingin sekali ASI dari
ibuku sendiri.
2. Aku ingin sekali bermain
lari-larian dengan ayah jika aku besar nanti.
3. Aku inginsekali dimandikan
oleh ayah dan ibu.
4. Aku ingin sekali bisa membantu
ibu,
5. Aku ingin sekali foto-foto
dengan ayah.
6. Aku ingin sekali bisa berjalan
dengan bantuan orangtuaku.
7. Aku ingin sekali belajar bicara
dengan mereka.
8. Aku ingin sekali bermain
bersama mereka.
9. Aku ingin sekali memeluk
mereka.
1. Dan aku ingin sekali diberi
nama yang cantik dan indah, secantik ibu dan seindah hati ayah.
Setelah kutulis 10 permintaanku, malaikat mengirimnya
kepada Allah. Namun entah mengapa, lagi lagi aku disakiti oleh ayah dan ibu.
Mereka mencubitku sampai merah membekam seluruh badanku. Mereka memberiku pisau
sbagai mainanku, mereka menaruh wortel dan jeruk untuk makanan sehariku.
Aku tak bisa makan apa yang diberikan mereka, aku
belum punya gigi. Dan aku belum bisa mengunyah. Aku tidak bisa memainkan pisau,
karena aku bukan orang dewasa yang ahli mengendalikan pisau, aku masih kecil,
dan aku hanya menganggurkan semua yang mereka beri.
Hatiku beberapa kali sabar, besok adalah hari dimana
aku menginjak usia sebulan. Namun ketika itu, ayah dan ibu menengokku. Melihat
apa yang mereka beri tak aku gunakan. Kemudian tak segan mereka mengambil pisau
yang tajam itu, lalu menusukkannya tepat ditengah dadaku.
Sakit sudah pasti. Aku menjerit kesakitan dan menangis
sekencang-kencangnya. Aku menangis meraung-raung. Dan aku berkata dalam hati,
“Allah, mengapa tubuhku yang kurus ini malah ditusuk dengan tajamnya pisau.
Apakah aku bisa bertahan? Apakah aku bisa menghentikan darah yang bercucuran
dari dadaku? Apakah begini rasanya ketika seseorang berperang melawan musuh?
Aku tidak tahan Allah, kuatkan aku…”
Saat aku menangis, semakin pelan pelan dan pelan..
Mataku terpejam. Allah memanggilku. Kemudian aku bertanya, “Allah, mengapa
engkau memanggilku? Apa aku tidak bisa merasakan betapa nikmatnya air susu ibu,
apa aku tidak boleh bermain-main dengan ayah? Apa aku tidak boleh melakukan apa
yang aku inginkan??” Kemudian Allah menjawab, “Sayang, kamu adalah makhluk yang
muli, tak pantas diperlakukan sejahat itu. Aku menguji mereka dengan
kehadiranmu, tapi mereka malah membunuhmu. Biarkan aku masukkan mereka ke
neraka nanti.”
Yaampun, betapa kejamnya seorang ibu dan ayah yang
membunuh anaknya sendiri. Karena wajah mereka tidak mirip, atau jelek. Naudzubillahimindzalik,
semoga apa yang menjadi topic kali ini bisa menjadi sebuah pelajaran penting
untuk pembaca. Terima kasih :’)
0 Komentar
Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.