![]() |
Foto/Google.com |
Menjadi seorang perempuan merupakan anugerah yang teramat menyenangkan. Meski kenyataannya tak semua laki-laki menganggap perempuan itu kuat dan tangguh. Di sebagian mata mereka (laki-laki) kita terlihat lemah dan tidak berdaya, tidak berkuasa, tidak berwibawa. Tapi dari kamilah para perempuan, semua lahir, dengan sejuta kasih sayang dan cinta dari yang Mahakuasa.
--------------------------------------------------------------------------------
Saat masuk kuliah, aku berencana untuk tidak menaruh hati pada siapapun. Sebab aku tau, masa depanku semakin dekat. Apalagi menjadi seorang wanita itu harus menjaga kehormatannya dengan sangat baik. Hatinya harus murni terjaga, perasaannya harus selalu bahagia, jiwanya harus selalu sehat.
Seperti yang kita ketahui, jatuh cinta merupakan suatu hal yang teramat manis. Tapi nyatanya tidak semua begitu apabila ia hadir sebelum ada ikatan pernikahan. Itulah kenapa, aku menyadari bahwa jatuh cinta sebelum waktunya adalah sebuah kesalahan. Itu yang harus aku hindari saat kuliah. Karena jika begitu, artinya kita menaruh harapan pada seorang lelaki yang juga berkesempatan untuk menyakiti hati.
Sayangnya, perasaan itu tidak bisa terbendung. Perasaan yang semula kagum itu berubah menjadi harapan dan angan-angan. Keadaan juga menyebabkanku memiliki kesempatan untuk meraih itu. Pada lelaki itu, aku sesekali berdoa pada Allah untuk menjaganya, meski aku tidak tau apakah lelaki itu mendoakan hal yang sama.
Aku menyadari kapasitasku sebagai perempuan, yang bisa mengambil langkahnya dengan baik tanpa menjemput rasa kecewa. Aku terlalu mengikuti keadaan tanpa berpikir panjang tentang risikonya. Ya, perasaan yang mendiami hatiku sudah mulai menguasai diri. Tapi, aku takkan membiarkan itu terjadi. Kendali diri tetap ada pada diriku sendiri.
Ketika harapan itu sudah mulai terpampang dalam hayal imajinasi, aku mulaiberpikir kembali. Benarkah dia yang aku cari? Padahal sejatinya, tak jarang dia menyakiti. Perjalananku juga masih sangat panjang untuk bertemu dengan ribuan orang di belahan dunia yang lain. Yang tidak mustahil aku menemukan beberapa lelaki lain yang tentu bisa jadi lebih baik.
Sesekali aku menangis. Kenapa engkau wahai jiwa perempuan dalam diriku, terlalu mendambakan seseorang yang mungkin saja bukan milikmu? Apakah aku tidak menyadari bahwa yang dicintai belum tentu dimiliki? Apakah aku tidak sadar bahwa sakit yang selama ini dialami adalah pertanda dari-Nya untuk segera diakhiri? "Jangan, jangan dilanjutkan," kataku pada diriku.
Aku kembali tersadar bahwa sejatinya memang perasaan tidak bisa terhindar, bagaimanapun caranya. Tapi sebagai perempuan yang kuat, kita punya kendali atas itu. Bahagia dan kesedihan kita yang menentukan. Segala impian dan harapan bisa terwujud pada niat yang benar, bukan dipaksa atau terpaksa.
Tangisan yang selama ini terjadi tidak boleh terulang lagi. Laki-laki yang sudah membanjiri pipi juga tak boleh menjadi musuhku, tapi jadikan mereka pemelajaran atas hidupku. Tetaplah bersikap baik pada mereka, meski secara tak sadar hati masih tidak menerima.
Tapi tahukah kamu wahai perempuan? Kita ini terlahir dengan jiwa yang kuat. Kita harus menjaga kekuatan itu untuk mereka, anak-anak kita, sebagai pribadi yang kuat pula. Kita berhak memilih mana yang membuat kita lebih kuat, atau menghempaskan mereka yang membuat kita lebih lemah. Kita punya kendali itu!
Lihatlah, air matamu terlalu sayang jika dibuang wahai perempuan. Anak-anakmu akan sedih jika melihat ibunya sangat tersakiti hanya karena cinta yang tidak pasti, padahal mereka tau ayahnya lah pemilik cinta sejati. Jangan terlalu terbawa pada cinta yang tidak meyakinkanmu. Ingat, kita kuat. Kamu kuat, perempuan.
Jangan menunduk saja, nanti mahkotamu jatuh.
Bangkitlah, dengan harapan-harapan baru yang lebih segar.
Anakmu berhak lahir dari ibu yang kuat, perempuan kuat, kamu kuat.
Bogor, 1 September 2019
Si Penebar Cahaya
Nurnafisah
0 Komentar
Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.