Setiap aku mengalami kesulitan, orang pertama yang akan khawatir dan menolongku adalah ayahku. Aku memanggilnya Papa. Ya, dia memang orang tua yang protektif. Meski tidak pernah menyampaikan rasa sayangnya, semua tindakan Papa terlihat sekali sangat menyayangi gadis kecilnya, aku.
Suatu hari, tepatnya beberapa hari lalu, laptopku kena musibah seperti postingan sebelum ini. Sementara akhir-akhir ini aku sedang mengerjakan beberapa projek pekerjaan freelance-ku. Ditambah lagi aku memang akan menggunakan laptop secara intens ke depannya. Mengingat hal itu, aku menangis dan kesal. Sebab, semua data penting menjadi tidak bisa dibuka karena terinfeksi ransomware.
Aku tidak langsung bicara pada Papa waktu itu, sebab aku tak mau ia ikut khawatir. Jadi, saat kejadian malam itu aku langsung menanyakannya kepada kakakku yang sedikit banyak paham tentang perkomputeran. Melihat tingkahku yang aneh, sepertinya Papa curiga, lalu ia memperhatikanku dan akhirnya ia tahu laptopku sedang bermasalah.
Kulihat wajahnya seakan tak mau ikut campur, dia juga mengetahui aku sedang panik dan emosi saat itu. Ia tak mau semakin memperkeruh keadaan. Hingga keesokkan harinya, ketika aku sudah mulai tenang, aku mengajak Papa untuk mengantar ke counter komputer untuk membereskan laptopku.
"Pah, anter aku ke Jambu Du* mau?" tanya aku, sambil tidak tega sebenarnya untuk merepotkannya.
"Ayo," dengan apa adanya, dia selalu mau menerima tawaranku.
Tadinya aku ingin mengajak kakakku untuk mengantar, tetapi kulihat wajahnya sudah kesal sejak kemarin malam aku repotkan. Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajak Papa. Alhamdulillah, Papa selalu mau diajak putri kecilnya ini kalau sedang butuh bantuan. Papa memang baik.
Bahkan setelah sampai di counter, ternyata kita harus menunggu sampai kurang lebih 6 jam lamanya. Bosen? Pasti. Kita sampai bolak-balik buat makan, sholat, nunggu lagi, terus aja begitu. Tetapi, saat itu aku pasrah karena aku harus segera membereskan laptopku yang akan dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.
Di tengah perjalanan pulang, aku sedikit sedih karena laptopnya memang harus diinstall ulang. Data-data lama juga belum bisa dibuka karena virusnya membahayakan dan belum bisa dibersihkan. Itu membuatku harus menyelesaikan dari awal lagi tugas-tugas yang kemarin sempat kukerjakan.
"Yah, uang kemarin kepake semua buat laptop. Cuma lewat doang," keluhku, sambil berjalan.
"Gapapa. Anggap aja ini modal kamu buat kerjaan ke depannya, semoga nanti gak terjadi apa-apa lagi," ucap Papa menenangkan.
Aku mengaminkan dalam hati.
"Pah, aku mau Qurban," ucapku lagi.
"Terus, uangnya ada?" tanya Papa.
"Tadinya uang kemarin yang didapat pengen aku tabung, masih bisa kan buat tanggal 20," jawabku.
"Tapi, tiba-tiba semuanya kepake buat betuln laptop. Gimana dong?" tanyaku, saat Papa belum menjawab pernyataanku sebelumnya.
"Ya udah, Qurbannya nanti lagi aja. Gak usah dipaksain. Lagian kemarin Papa juga sudah daftar Qurban untuk keluarga. Jadi, kalau gak Qurban juga gapapa," jawabnya sambil berjalan beberapa langkah di depanku.
"Padahal pengennya Qurban pake uang sendiri," jawabku masih mengeluh.
"Iya, nanti insyaAllah bisa," jawabnya.
Entah kenapa, percakapan malam itu sangat mengharukan. Di tengah kelelahan kami menunggu kurang lebih 6-7 jam di counter, aku mengeluh dan overthinking. Namun, Papa menyadarkanku bahwa segala sesuatu memang sejatinya bukan milik kita.
Ketika beberapa waktu lalu aku mendapatkan rezeki dalam tahap awal projek baru, aku diuji oleh Allah dengan viru s di laptopku ini. Jadi, uang yang baru didapat justru terpakai untuk memperbaiki laptopnya. Benar kata Papa, mungkin rezeki saat itu memang buat benerin laptop untuk modal aku kerja ke depannya. Aku gak boleh marah, toh rezeki itu juga bukan sejatinya milik kita.
Percakapan itu juga menyadarkanku bahwa segala niat baik seharusnya diutamakan lebih dulu. Sayangnya saat rezeki itu sudah ditanganku, aku masih menyimpannya dengan alasan "Nanti dulu deh nabung Qurbannya, takut ada sesuatu yang harus dibeli." Dan benar saja! Kejadian, 'kan? Akhirnya memang seluruhnya ada yang harus dibeli/digunakan.
Papa memang olelaki terbaik yang ada di dunia, meskipun kadang-kadang ngeselin. Hehehe. Sehat-sehat, ya, Papa. Aku janji akan berusaha lebih keras lagi untuk bekerja. Maaf kalau anak kecilmu ini selalu merepotkanmu. Semoga Papa panjang umur, sehat terus, dan kerjanya juga lancar terus. Aamiin.
Semoga cerita kali ini bisa menginspirasi kalian juga, ya. Ambil baiknya, buang buruknya. Hehe.
0 Komentar
Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.