Dear, Ibrohim Fadlannul Haq (4)


Bismillah. Postingan pertama di bulan Maret. Aku berkesempatan cerita lagi tentang seseorang yang namanya di tulis di judul ini. Sebenarnya, "dear, .." ini biasanya aku tujukan tulisan ini khusus untuk beliau. Tapi, kali ini nggak kok, aku nulisnya untuk semua yang mampir aja di postingan ini. Karena kebetulan aku mau cerita aja tentang Boim lagi, hehe. Enjoy!

Jadi, hari ini aku berkesempatan ikut kajian yang dihadiri Boim. Kajian itu berlangsung secara virtual melalui Zoom dengan peserta lebih dari 400-an. Kalian tau, pas aku mau masuk ruangan meeting itu berasa banget deg-degannya. Apalagi syaratnya harus on camera apabila tidak ada uzur atau halangan. Dan kebetulannya lagi, aku sedang bisa on camera. 

Entah kenapa, baru kali ini aku kajian sedeg-degan itu. Entahlah, kayaknya gara-gara secara personal memang aku mengagumi sosoknya. Tapi, sudah dari beberapa waktu lalu aku mencoba untuk mengurangi perasaan ini agar tidak berkepanjangan dan terlalu mendarah daging, takutnya makin berharap terus nanti jatuhnya sakit hehe. 

Sebenarnya hal itu yang bikin aku baru memberanikan diri ikut kajian yang dihadiri Boim. Kok gitu? Fyi, biasanya kan seseorang kalau kagum sama seseorang lainnya pasti diikutin ya dari A sampai Z. Bahkan mungkin, misalnya seperti aku ke Boim, mungkin banyak di luar sana perempuan-perempuan yang sengaja mengikuti kajian Boim terus menerus tanpa absen. Sementara aku, justru kebalikannya.

Selama punya rasa kagum sama Boim, aku justru malah gak berani untuk ikut kajiannya. Kenapa? Sebenarnya sih ngerasa kayak gini karena pernah mimpiin dia yang aneh-aneh itu. Kalian baca deh di sini, aku pernah cerita. Intinya, pesan moral dari mimpi itu adalah jangan pernah ikut kajian hanya karena kita suka sama orangnya. Ya khawatir aja nuntut ilmunya jadi gak karena Allah, jadi gak berkah nantinya. 

Awalnya, aku pernah ikut kajian Boim secara langsung waktu di kampus. Itu sekitar tahun 2017. Udah lama banget, tahun di mana awal mula Boim itu booming banget dan aku mulai ngefans sama dia. Nah, setelah kajian itu, beberapa waktu selanjutnya aku mimpi itu tuh yang tadi aku jelasin. Maka dari situlah aku gak berani lagi ikut kajian Boim. 

Ya... Sebenarnya itu bukan satu-satunya alasan. Bahkan, setelah itu berkali-kali muncul keinginan untuk bisa ikut kajian Boim. Namun, beberapa kali juga sepertinya belum Allah takdirkan aja. Aku gak jadi terus ikut kajiannya karena waktunya gak pas, atau pendaftarannya berbayar namun aku lagi gak punya uang, dll. Kayaknya ada aja yang bikin gagal.

Mungkin saat itu Allah sangat tahu bahwa hatiku masih belum lurus nih dalam meniatkan ikut kajiannya. Aku masih ada bayang-bayang kajian karena ada Boimnya, bukan karena benar-benar ingin belajar. Ya sudah, dari situ aku mulai terbiasa untuk gak berharap, sedikit-sedikit belajar mengikhlaskan dan tidak terlalu mencari kesempatan untuk bisa dinotice sama Boim lagi. Ya, intinya aku harua mulai menata perasaan biar gak berlebihan.

Alhamdulillah, sih, perasaan itu sudah tidak terlalu menggebu-gebu seperti dulu. Bahkan, hari ini ada yang mampir pun tidak terlalu gimana-gimana. Senang sih, cuma gak terlalu yang kayak dulu banget. InsyaAllah sih dengan begitu aku bisa terus meluruskan niat untuk tidak menyimpan harap berlebih pada Boim. Oiya, izinkan aku simpen fotonya di sini ya (foto Boim mampir ke instagram stories aku, hehe)


Sudah deh, demikian kali ya cerita hari ini. Gak penting sih. Tapi, aku cuma mau cerita dan mengabadikannya di blog aja sih, supaya suatu saat nanti ketika aku baca postingan ini aku bisa kembali ambil pelajaran yang mungkin akan aku lupakan suatu hari nanti.

Oke deh, semoga ada hikmahnya ya. Kalau gak ada ya semoga menghibur aja sih, hehee. See you next post!

0 Komentar

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.