Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja padahal hatinya meringis.
Semenjak hari itu, rasa percayaku hilang. Padahal sebelumnya aku benar-benar percaya sepenuhnya. Ak sempat berdoa untuk mendapatkan yang sepertinya. Aku meminta dengan versi yang sebaik-baiknya.
Semenjak hari itu, tangisku pecah setelah sekian lama aku tidak merasa sedih. Aku selalu merasa aman, aku selalu merasa bahagia, bahkan seperti tidak ada apa-apa.
Semenjak hari itu, hatiku benar-benar patah. Seakan tidak ada lagi laki-laki yang bisa kupercaya sepenuhnya. Dari sekian banyak luka, ternyata bukannya sembuh malah dirobek lagi selebar-lebarnya.
Semenjak hari itu, aku merasa tidak ada tempat yang sebenar-benarnya pulang. Semua hal di dunia ini tidak bisa kita harapkan. Termasuk rumah yang kini kita pijak dan kita percaya.
Semenjak hari itu, aku merasa sangat bodoh telah mengetahui belakangan. Tidak mampu mencegah, tidak mampu menghadang sebelum terjadi. Aku menjadi seburuk-buruknya manusia. Aku payah.
Semenjak hari itu, tangki air mataku terkuras sejadi-jadinya. Dadaku sesak, tapi aku tidak punya seseorang untuk memelukku demi menguatkan. Guling di atas kasur menjadi satu-satunya teman.
Semenjak hari itu, percakapan kami mulai berubah. Hening dan seperlunya. Jika sebelumnya ada saja bahasan dan pelajaran, tapi kali ini aku merasa sendirian. Tidak ada teman diskusi, tidak lagi ada cerita panjang lebar.
Semenjak hari itu, aku hancur. Bahkan dalam perjalananku ke kantor, aku seperti tidak bersama jiwaku. Tiba-tiba merasa sampai, tiba-tiba merasa pulang. Gak ada gairah apapun. Tatapanku ke kaca kereta menjadi saksi bisu belakangan ini.
Semenjak hari itu, rasanya aku ingin pergi. Tapi, sayangnya, kita gak boleh menjadikannya sebagai alasan. Sebab, seburuk-buruknya, tanggung jawabku masih di sana.
Semenjak hari itu, kapal yang kukira pecah dahulu sekarang benar-benar pecah. Bahkan, rasanya mustahil untuk kembali diperbaiki. Entahlah, aku cuma bisa menaikinya dengan kekhawatiran.
Semenjak hari itu, aku pertama kali mendengar "Kalau ada apa-apa, lu bisa hubungi gua." Yang gak pernah terlintas di pikiranku hal ini bakal terjadi. Dan, itu terjadi di depan mata.
Semenjak hari itu, aku semakin banyak berdoa. Semoga kelak aku mendapatkan buah dari kesabaran yang selama ini Allah tanam di dalam perjalanan hidupku. Begitupun pada yang lainnya.
Semenjak hari itu, aku mengerti betapa pentingnya menjadikan diri sendiri itu kuat--dengan iman, ketakwaan, kebahagiaan, dan kepercayaan diri--bahwa semuanya akan dijalankan seorang diri.
Foto-foto itu ternyata tidak ada artinya, tidak mengulang masa lalu, tidak juga mengembalikan hal-hal yang telah terjadi. Tapi, satu hal yang kuyakini: Allah senang menguji, demi naiknya derajat kita.
Semoga hati-hati yang rapuh di luar sana segera mendapatkan semangatnya. Semoga hati-hati yang sedang patah di luar sana segera mendapatkan obatnya. Semoga hati-hati yang sedih di luar sana segera menemukan jalan keluarnya, ya.
Aamiin yarabbal'alaminn.
Kuatkan kami yaRabb...