Catatan Awal Juli

Catatan Awal Juli
Foto/Unsplash.com

Hari ini, hari kedua di bulan Juli 2021. Rasanya tak menyangka bisa ada di titik ini--titik di mana aku masih harus berjuang mencari pekerjaan tetap, berjuang membahagiakan orang tua, berjuang menjadi adik, kakak, dan anak yang baik, serta berjuang menjadi seseorang yang lebih bermanfaat lagi.

Sebenarnya, tidak ada masalah dari seorang freelancer seperti aku yang kerjanya serabutan dan tak menentu. Aku bahkan menikmati saja pekerjaan yang datang padaku dan bisa kuselesaikan dengan tenggat waktu yang lama. Di sana aku bisa menentukan sendiri kapan aku harus bekerja dan menjeda diri. Aku juga tak punya tunggangan apapun untuk mendapatkan gaji yang besar.

Sebenarnya, orang tuaku juga tak meminta apapun dariku untuk membahagiakan mereka. Yang terpenting, aku sudah bisa melewati semua fase pendidikanku dengan baik, bekerja dan mandiri, serta menjaga kesehatan di tengah pandemi seperti ini. Namun, entah mengapa rasanya belum afdal jika belum memberikan "sesuatu" untuk keduanya. Terlebih perkara "penghasilan" yang bisa aku berikan kepada mereka. Tetapi, jawabannya ada di paragraf nomor dua. Ya, aku masih freelancer dan pendapatanku tidak tetap.

Sebenarnya, untuk menjadi adik, kakak, dan anak yang baik juga tidak begitu mengikatku. Pasalnya, di tengah kondisi keluarga yang "gengsi" satu sama lain membuat mereka juga tidak menuntutku banyak hal. Seringkali bahkan kita hanya saling berbagi tentang apa yang dijalani masing-masing tanpa ikut campur satu sama lain. Ya, aku nyaman ada di kondisi ini. Tetapi, kadangkala aku juga membutuhkan perhatian penuh di mana aku bisa mengisi kembali motivasiku dari dalam keluarga.

Sebenarnya, salah satu poin terpenting ialah menjadi seseorang yang bermanfaat. Dengan motivasi ini aku selalu berusaha mengisi diri dengan hal-hal baik agar bisa dibagikan lagi kepada orang lain. Entah itu akan memberikan pandangan baru, motivasi baru untuk orang lain, bermanfaat bagi orang lain, atau hanya sekadar perantara hidayah dari yang lain.

Dalam mewujudkan poin terakhir ini, tentu aku harus selalu mengisi ruh juga dengan mendekatkan diri kepada Allah. Ya, ini poin yang mudah dimulai tetapi sulit diistiqomahkan. Atau bahkan sulit memulai karena masih terbawa sama lingkungan.

Poin-poin di atas memang akhir-akhir ini mengisi catatan 2021-ku sampai Juli ini. Terlebih aku merasa pandemi membuat mood-ku jadi naik turun. Seringkali aku merasa percaya diri, tetapi tak jarang juga aku merasakan lewah pikir (overthinking). Aku terlalu banyak memikirkan hal-hal yang mungkin tidak penting, tetapi juga sering memikirkan yang penting secara berketerusan. Tiada henti, sampai melelahkanku sendiri.

Seringkali aku merasa sangat membutuhkan seseorang untuk berbagi--tentu tidak hanya seorang pacar yang tidak abadi, melainkan seorang belahan jiwa sehidup, semati (dan sesurga-Nya). Tapi entahlah, semakin dipikirkan, aku juga sering merasa belum pantas apalagi jika mendapatkan seorang lelaki yang "jauh di atas aku". Akankah dia mau menerimaku?

Seringkali, pun, aku merasa sangat nyaman dengan kondisi keluarga yang saling terbuka, menerima, tanpa mengikat ini dan itu. Tetapi, aku juga terkadang merindukan keluarga yang saling perhatian, saling memuji, dan saling berpegangan tangan--yang mungkin jarang aku dapatkan. Memang, sesempurna apapun sosok keluarga itu, pasti ada kekurangannya. Tetapi, aku harus terus beryukur bukan? 

Seringkali juga, aku merindukan teman-teman lamaku yang dulu sedekat nadi, tetapi sekarang sedekat jari pun tidak--alias komunikasi daring saja jarang dilakukan. Aku selalu memikirkan hari-hari yang telah lalu untuk diambil pelajaran, termasuk saat aku dekat dengan orang-orang yang selalu tersimpan dalam ingatan. Ada beberapa di antaranya yang dulu menjalin kedekatan luar biasa, tetapi sekarang layaknya insan yang tak saling kenal. Astaghfirullah.

Seringkali juga aku berselisih dengan orang, entah disengaja ataupun tidak, yang jelas "berselisih" bukanlah satu hal yang aku inginkan. Jika menghadapi ini, rasanya ingin selalu aku selesaikan. Tapi, hingga saat ini, sepertinya masih ada perkara yang mengganjal di lubuk hati, ketika saat itu sempat berselisih dengan seorang teman. Entahlah, aku sudah berusaha semaksimal mungkin membangun kembali percakapan dengan baik--agar seperti dulu lagi--tetapi, yang kulihat tak ada respon lagi. Seseorang itu sepertinya sudah tak ingin merajut percakapan denganku.

Ya, catatan awal Juli ini sangat banyak, apalagi kalau aku sambungkan dengan beberapa bulan terakhir untuk menjadi bahan muhasabah kali ini. Menghadapi manis pahitnya cerita, aku hanya bisa berdoa kepada Allah untuk diberikan pundak yang lebih kuat lagi, hati yang lebih lapang lagi, serta pikiran yang jauh lebih jernih. 

Sebab, aku percaya apa yang ditakdirkan untukku pasti tak akan pernah melewatkanku. Pun dengan segala takdir yang diberikan-Nya untukku, itu pertanda Allah yakin bahwa aku mampu. Segala air mata jangan terlalu ditumpahkan untuk dunia, sebab aku yakin ada bahagia di kemudian hari yang telah disiapkan-Nya.

Bismillah, sudah setengah tahun dijalani--dan entah sampai kapan waktu ini akan habis. Semoga kita semua bisa menjalaninya dengan baik, ya. Jadikan kesedihan dan kepahitan hidup hanya sebagai muhasabah dan motivasi diri untuk mendapatkan hasil terbaik di kemudian hari, ya. Semangat, semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt.


0 Komentar

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.