Menolak Rezeki, Dosa?


Sesuai dengan judulnya, mungkin kita seringkali dihadapkan dengan kondisi untuk memilih: apakah kita harus menerima rezeki ini atau justru menolaknya? Ya, situasi ini menjadi situasi paling sering ditemukan oleh orang-orang yang sudah bekerja. Dan aku baru merasakannya akhir-akhir ini. Maklum, anak baru banget di kehidupan sesungguhnya hehe.

Jadi, qadarullah-Nya aku sudah sering mendapatkanpekerjaan freelance dari tempatku menjabat sebagai brand ambassador di sebuah penerbit di kotaku. Awalnya aku tidak pernah menyangka akan bisa berkontribusi lebih di sana. Seringkali aku mendapatkan amanah baru untuk belajar.

Sejujurnya, aku senang sekali bisa bergabung di penerbit ini. Ada banyak hal yang sudah kulalui dan menurutku sejauh ini bisa mengembangkan diriku di bidang penerbitan. Selain diajak menulis (sebagaimana mestinya), aku juga seringkali diajak mengerjakan proyek penerbitan, seperti editing naskah, mendesain tata letak buku, dsb.

Aku jadi teringat pada sebuah celetukan yang cukup nyeleneh di masa lalu. Dulu kalau temanku bertanya, "Mau kerja di mana?" Jawabanku selalu diam. Tapi, pernah sekali aku menjawab dengan jawaban ini, "Bisa gak sih pekerjaannya aja yang nyari kita?" Wkwkw, sesederhana itu. Aku sampai gak tahu mau kerja di mana.

Dan, ya! Sejauh ini aku belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai, tapi ada aja pekerjaan yang datang ke aku. Enaknya jadi freelancer ya begini. Tapi, tentu ada gak enaknya juga, alias kalau memang sedang tidak ada pekerjaan yang ditawarkan, kantong kering dan gak bisa main sama temen-temen, hehehe.

Lah, kok jadi ke mana-mana, ya?  Wkwkw. Ya sudah, yuk balik ke topik.

Sebagai freelancer, aku tidak muluk-muluk jika ada pekerjaan yang datang. Suatu hari, kakak-kakak dari penerbit ini mengajak aku untuk memegang sebuah proyek penulisan dari sebuah lembaga besar di Indonesia. Awalnya, aku mengiakan. Karena aku selalu berusaha untuk tidak melewatkan sebuah kesempatan.

Kagetnya, kakak itu bilang, aku diminta untuk terjun lapangan sendirian. Awalnya sih mikir gak bakal gimana-gimana karena semasa kuliah juga sering pergi sendirian untuk meliput berita. Tapi, setelah dijelaskan teknisnya, aku cukup kaget dan bingung karena harus berada di antara senang dan sedih.

Kakak itu bilang, aku harus pergi ke 4 kota di daerah Jawa Tengah. Di sana aku harus mewawancarai beberapa pihak, mencari data, dan menganalisis tentang sebuah proyek. Sebenarnya, aku senang bisa mendapatkan kesempatan ini, pasalnya aku juga pernah terbesit untuk bisa "Jalan-jalan yang dibayar" alias bisa pergi ke sana-kemari karena melakukan pekerjaan yang dibayar sesuai hobi.

Kedengarannya menyenangkan bukan?

Tapi, di satu sisi, aku juga tak bisa pergi sendirian. Di samping aku tidak mampu, tetapi dalam agama juga tidak diperbolehkan seorang perempuan yang belum menikah bepergian tanpa mahramnya. Mungkin, ada juga yang memperbolehkan pergi sendirian, sebagaimana pendapat dari Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta.

Dikutip dari Republika, Lembaga Fatwa (Dar al-Ifta) Mesir menyatakan, seorang perempuan boleh bepergian tanpa didampingi mahramnya dengan syarat-syarat tertentu, yaitu yang bersangkutan tetap terjaga baik agama, jiwa, kehormatan selama dalam perjalanan.

Namun, kasusku kali ini ternyata berbeda. Waktu aku menanyakan kembali teknisnya seperti apa, ternyata nanti aku akan didampingi oleh si Bapak yang menawarkan proyek ini. Setelah tahu itu, bukannya aku semakin percaya, malah semakin tidak yakin. Sebab, dengan begitu aku bukan lagi sendirian, tetapi memang perg bersama yang bukan mahram.

Awalnya sih biasa aja ya, karena aku juga ingin sekali mengambil kesempatan langka ini. Tapi, di satu sisi, karena aku sudah tahu hukumnya bagaimanya, akhirnya aku mencoba meminta izin kepada ayahku. Dan jawabannya sama seperti dugaanku, ia tidak mengizinkannya karena alasan yang sama.

Sejak itu, aku langsung menolak tawarannya tanpa babibu lagi. Aku sudah benar-benar yakin setelah mendapatkan jawaban. Setelah ini, muncul lagi pertanyaan dalam benak kita, menolak rezeki akankah menjadi dosa?

Menurutku, dosa dan pahala adalah urusan Allah SWT. Tapi, saat kita sudah mengetahui hukum dan syariatnya dan kita melakukannya, insyaAllah Dia Mahatahu tentang apa yang dilakukan hamba-Nya. Meskipun aku sempat khawatir, aku yakin ketika menolak pekerjaan ini karena untuk menjaga diri dan menjalankan perintah-Nya, Allah akan menggantinya dengan kesmepatan yang lain.

Aku tahu, mungkin banyak juga yang nantinya akan menyesali kesempatan ini jika mereka menemukan kondisi yang sama. Tapi, tidak denganku. Aku hanya yakin ketika kita menolak sesuatu karena Allah, tentu Allah juga akan mengerti ketika hamba-Nya tidak menerima rezeki itu.

Ya, meskipun satu harapan jalan-jalan itu hilang, insyaAllah akan ada rezeki lain yang entah bagaimana caranya Allah akan kabulkan di kemudian hari. Aku hanya sedang membiasakan diri untuk selalu berhusnudzon kepada Allah. Alhamadulillah, setelah itu aku sering merasa tenang.

Jadi, untuk kalian yang sedang berada di masa-masa mencari rezeki, jangan lupa untuk nomorsatukan Allah dulu sebelum memilih dari mana pintu rezeki yang akan kita masuki. Sebab, kita ini mencari uang jangan untuk dunia, tetapi juga untuk akhirat. Maka kita harus menjemputnya dengan cara-cara yang baik.

Jangan pernah mengambil sebuah rezeki dan kesempatan besar kalau kita harus menggadaikan keimanan atau ketakwaan kita, sebab bisa jadi keberkahan itu tidak akan pernah datang. Jangan lupa juga untuk mensyukuri sekecil apapun rezeki yang datang kepada kita, karena kita yakin rezeki itu didapatkan karena sebuah keberkahan.

Yuk, perbaiki dulu niat bekerjanya. Jangan semata-mata karena uang, uang, dan uang. Oiya, jangan lupa libatkan Allah juga dalam setiap mengambil keputusan. Insya Allah, bisnis dan pekerjaan tidak hanya lancar, tetapi juga mendapatkan keberkahan yang luar biasa dari Allah.

Semangat untuk kita pejuang nafkah! ✨

2 Komentar

  1. keputusan tepat, ca
    dan menurut gw kayanya ga masuk dalam konteks "menolak rezeki", sih ya
    karena dalam mengambil dan menerima pekerjaan kan harus ada pertimbangan2nya, dan udzur-nya juga syar'i secara hukum serta izin orang tua, karena kan rezeki ≠ pekerjaan, rezeki bukan hanya berbentuk pekerjaan.
    pasti nanti Allah datangkan rezeki yg sesuai, dan pintunya akan digantikan dengan yg sama atau lebih baik kok.
    terus ikhtiar dan berdo'a, sip

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setujuu! Thanks for your opinion. Aamiin, gua juga selalu berusaha dan berdoa demikian. Semoga Allah akan kasih gua rezeki dengan bentuk yang beda. Aamiinnn... semoga lu juga, ya! 😊

      Delete

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.