Gadis Kecil yang Hebat


Matahari terbenam indah menghiasi sore itu. Annisa dan Fara duduk manis di teras atas sambil menunggu adzan maghrib tiba. Sementara Zidan duduk di depan komputer sambil memainkan jari-jarinya. Ibu mempersiapkan sajadah dan mukena untuk sholat berjamaah di rumah, dan ayah hanya duduk di sofa sambil membaca buku.


            Maghrib pun tiba, Zidan dan Ayah segera pergi ke Masjid, sementara Annisa, Fara, dan Ibu sholat berjamaah di rumah, lalu dilanjut dengan mengaji bersama. Tak lama, telepon berbunyi. Segeralah ibu mengangkatnya. Ketika percakapan telepon itu selesai, Ibu langsung panik dan bergegas mengganti pakaian. Kemudian Annisa menanyakan tentang percakapan dalam telepon tadi kepada Ibu. Kata Ibu, beliau harus segera datang ke rumah sakit karena Oma dirawat di UGD.
            Kabar buruk tersebut membuat Annisa dan Fara ikut gelisah. Berkali-kali Fara merayu Ibu agar ia bisa ikut, namun Ibu melarangnya, sebab, Fara masih terlalu kecil untuk ikut ke rumah sakit dan melihat keadaan Oma. Tanpa mengulur waktu, Ibu segera memberitahukan kabar ini kepada ayah, segeralah mereka pergi ke rumah sakit. Annisa, Fara, dan Zidan, ditinggal di rumah.
            “Kak Annisa, mengapa ayah dan ibu tidak peduli dengan kita?” pertanyaan aneh terucap dari bibir Fara. Kemudian Annisa menjawab, “Fara, bukan begitu. Ayah dan Ibu hanya tak ingin kita ikut gelisah. Justru itu, ayah dan ibu hanya meninggalkan kita disini.” Lalu Fara berfikir sejenak, mungkin ia mulai mengerti keadaan ini, dan ia harus memaklumi itu. Sementara Zidan yang tidak tahu apapun, ia asyik bermain di ruang tengah. Kemudian, Annisa mengajak Fara untuk duduk di teras depan.
            “Fara, ingat tidak ketika Oma membawakan buah saat Fara sakit?” Tanya Annisa kepada Fara. Kemudian Fara menjawab, “Ingat, kak. Ketika Oma mengelus kepala Fara dan memberikan ciuman manisnya.” Lalu Annisa bertanya kembali, “Nah, apa Fara tahu apa maksud Oma itu?” Dengan polos ia menjawab, “Tidak, kak.” Kemudian, Annisa menegaskan, “Begini Fara, itu tandanya Oma sangat sayang sama Fara. Jadi, Fara harus baik juga sama Oma, harus sayang juga sama Oma, nggak boleh kasar sama Oma. Fara mengerti kan maksud kakak?” Suasana hening, Fara berfikir dan terdiam sejenak. Kemudian, Fara hanya tersenyum dan menjawab, “Baiklah, kak. Aku tahu sekarang, aku harus berbuat kebaikan seperti Oma!”
Ibu dan ayah tak kunjung pulang. Zidan sudah terlelap diatas tempat tidur, sementara Fara tertidur di sofa depan karena menunggu ayah dan ibu. Mata Annisa sudah merah dan sayu. Namun, ketika Annisa ingin tidur, suara mobilnya sudah terdengar di depan rumah. Kemudian Annisa segera membukakan pintu untuk ibu dan ayah. Ucapan salampun terlantun, namun wajah ibu terlihat sedih, capai, dan lesu. Muncul banyak pertanyaan di benak Annisa, sebenarnya ada apa ini. Lalu Annisa menanyakannya kepada ayah, dan beliau mengatakan bahwa masalah ini akan dibicarakan esok pagi. Baiklah, rasa penasaran Annisa pun disimpan hingga esok.
            Jam menunjukkan pukul 4.00 pagi. Ayah segera membangunkan Annisa, Fara, dan Zidan. Lalu mereka segera berwudhu dan melaksanakan sholat tahajud berjamaah. Setelah sholat, Annisa menanyakan kembali tentang masalah tadi malam yang ayah janjikan. Kemudian ayahpun menegaskan, “Annisa, Fara dan Zidan. Begini, kalian tahu Oma orangnya baik dan sangat menyayangi kita?” Lalu mereka mengangguk, dan ayah melanjutkan kembali pembicaraannya, “Oma sekarang sudah tenang. Oma sudah senang dan bahagia. Jadi, kalian tak perlu khawatir dengan keadaan Oma.” Ayah menjelaskan dengan matanya yang berkaca-kaca, begitu juga dengan ibu. Lalu dengan polosnya, Fara bertanya, “Ayah, maksudnya tenang itu apa?” Kemudian, ayah menghela nafasnya lalu barulah beliau menjawab, “Fara, Allah sudah memanggil Oma dan beliau sekarang sudah ada disisi Allah, nak.” Lalu Fara menjawab, “oh, begitu ya, yah? Oma hebat dong?” Kemudian, Annisa yang menjawab pertanyaan Fara, “Aku sudah pernah katakan padamu, Fara. Oma memang orang baik, dan ia hebat. Tapi kamu jangan lupa juga dengan pesan yang aku sampaikan tadi malam. Bahwa kamu harus seperti Oma, kamu harus bisa berbuat baik kepada orang lain. Sehingga orang lain juga akan katakan bahwa kita itu hebat.”
            Fara sedikit tak mengerti, tapi ia tahu intinya, bahwa ia harus berbuat baik seperti pesan dari kak Annisa. Ia juga ingin menjadi orang hebat seperti Oma. Dalam batin Fara ia selalu bertekad untuk menjadi orang yang baik dihadapan orang lain.
            Suatu hari, Ayah mengajak Zidan dan Fara untuk pergi ke toko buku. Lalu, Fara menemukan buku yang terjatuh dilantai, ketika membaca bagian belakangnya, tertulis sepotong kalimat bermakna yang hingga saat ini Fara ingat, dikalimat itu menjelaskan, ‘Orang baik itu akan dianggap hebat. Dan kebaikannya akan selalu diingat oleh oranglain’ Dalam kalimat penuh makna tersebut, meyakinkan Fara untuk menjadi seseorang yang hebat dan selalu berbuat baik kepada orang lain. Tanpa berfikir panjang, Fara berniat bahwa siapapun yang membutuhkan bantuan akan ia tolong.
            2 bulan sudah Oma meninggalkan kita, 2 bulan pula Fara sudah mulai dewasa dengan perbuatan baiknya terhadap orang lain. Fara yang ramah itu selalu tersenyum dan membantu siapa saja yang membutuhkannya. Yang paling berkesan adalah, ketika Fara menolong seorang pemulung yang terluka karena terkena pecahan kaca dikakinya, lalu Fara yang mengobatinya. Sehingga pemulung tersebut dapat menjalani aktifitasnya kembali.
Annisa sangat bangga. Adiknya Fara sudah bisa mencerna pemikiran yang positif, seperti kata-kata ibu yang selalu bijak, ayah yang selalu memberi nasihat, dan Annisa yang selalu mendukungnya dalam melakukan kebaikan. Zidan adiknya pun selalu memberi ribuan saran yang bermakna untuk Fara, walaupun kadang tak masuk akal. Namun semua itu selalu menjadi penyemangat untuk Fara, sehingga Fara dikenal menjadi anak yang ramah, sopan, dan suka berbuat baik di lingkungan sekolah maupun di rumah.
            Sore ini, seperti rencana ibu dan ayah, kami akan membuat syukuran atas kebaikan Fara dan juga hari lahirnya. Kami mengundang beberapa tetangga, teman serta kerabat dan keluarga besar. Namun tak disangka, pemulung yang pernah ditolong Fara juga datang dengan kesuksesan dari hasil jerit payah sang pemulung tersebut.
“Kamu memang anak yang baik, nak. Kebaikanmu itu tak akan pernah terlupakan oleh orang disekitarmu, termasuk saya yang sekarang sukses seperti ini. Jika dulu kau tak menolong saya, mungkin saat itu saya tak akan bisa bekerja dan mendapatkan uang. Tetapi ketika kamu datang membantu, rasanya lega dan senang. Terima kasih Fara, kamu memang anak yang sangat baik. ” Dengan bijak, pemulung itu memberanikan diri untuk berbicara dan memberikan sebuah sepatu baru untuk Fara.
            Tak disangka, Fara yang masih kecil itu bisa mengerti apa yang dikatakan pemulung tersebut, lalu air mata Fara menetes dipipi. Kemudian suasana haru jadi ikut serta dalam acara tersebut, dan Annisa pun kembali memberikan dukungan dan kata-kata bijaknya, “Fara, sudah tahu kan sekarang menjadi orang baik itu? Sangatlah menyenangkan bukan? Fara akhirnya bisa seperti ini karena Fara mau untuk melakukan kebaikan, Fara tahu kebaikan itu memang sangat kita butuhkan. Dengan ini, Fara jangan pernah sombong dan jangan pernah berhenti melakukan kebaikan. Karena Allah tahu siapa hambanya yang berniat baik melakukan kebaikan, selain orang lain akan menghargai, Allah pasti akan membalas kebaikan Fara.”
            “Iya, kak. Fara sekarang tahu, kebaikan itu memang sangat penting bagi kita dan orang lain. Aku melakukan kebaikan ini bukanlah semata-mata ingin diberi hadiah, kak. Aku hanya ingin menjadi orang hebat seperti Oma. Walaupun aku tidak bisa lagi membalas kebaikan Oma, tapi aku mau buat Oma bangga, kak.”
            Kemudian Annisa memeluknya, keluarganya sangat bangga pada anak kecil seperti Fara yang masih berumur 10 tahun. Kemudian suasana bahagia menutup diakhir acara. Fara menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya. Ia sekarang sudah tahu, berbuat kebaikan itu tidak akan merugikan dirinya dan oranglain.

0 Komentar

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.