Apa Kabar, Gitarku?


"Bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya seseorang.
"Boleh aja," jawabku singkat, "tapi, ambil sendiri ya ke rumah," sambungku. 

Kemudian, dirinya mengiakan. Kebetulan, hari itu ada suatu tugas yang harus kami selesaikan di Bogor. Momen itulah yang ia gunakan untuk sekalian mengambil gitarku ke rumah. 

Entah ada apa dan bagaimana, ia tak berani datang ke rumahku. Katanya, ia malu jika harus bertemu dengan orang tuaku. Padahal, apa salahnya meminta izin pada mereka untuk meminjam gitar milik anaknya? Entahlah, jika tidak ada apa-apa, seharusnya sih biasa saja.

Seseorang itu hanya duduk di masjid dekat rumahku. Ia menunggu aku mengambilkan gitarnya, kemudian dia bergegas pergi karena hari sudah mulai gelap. Setelah gitar hitam itu ada padanya, ia segera memesan ojek online kemudian pergi menuju stasiun dan pulang ke rumahnya. 

Saat itu, gitarku memang jarang digunakan. Sebab, aku belum sempat belajar memainkannya karena menunggu kakakku yang sedang studi di Bali. Pasalnya, hanya dia yang bisa ku andalkan dalam bermain gitar. Meski adikku juga pandai memainkannya, tetapi ia jarang sekali menghabiskan waktu untuk bermusik, tidak sama seperti kakakku. 

Untuk itu, aku mengizinkan seseorang itu meminjam gitarku—daripada gitarnya tidak terpakai juga. Dia bilang, nanti juga akan dikembalikan secepatnya. Pikirku, tak ada salahnya juga untuk meminjamkan. Sebab, dirinya mengaku kesepian saat tak ada sesuatu yang bisa dia mainkan di waktu luang.

Hari demi hari terlewati, gitarku juga tak kunjung kembali. Aku coba mengontak salah satu temannya dan mencari tahu keberadaan gitar hitamku. Kagetnya, dia mengatakan hal yang tak terduga. Katanya, gitarnya justru terpatung di suatu ruangan dengan kondisi berdebu dan tak terurus. 

"Dia jarang banget mainin gitar lu deh kayaknya," tambah temannya itu.

Ya, hampir semua orang tahu bahwa dia punya waktu yang sangat sibuk. Tentu tak ada waktu lagi untuk main gitar di waktu senggang. Hidupnya dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang katanya penting itu. Huft, kasihan sekali gitarku.

Jujur, hatiku sangat kecewa. Bukan apa-apa, seharusnya kalau saja gitar itu tidak terpakai, alangkah baiknya dia segera mengembalikan. Kalau belum ada waktu, mungkin alangkah baiknya gitarku itu diurus sebaik mungkin. Iya 'kan? Atau, kirim saja gitar itu melalui kurir. Gampangnya lagi, titipkan gitarku ke temannya agar bisa segera dikembalikan. Mudah kan sebenarnya? huft. Aku benar-benar menyesal telah meminjamkan gitarku untuknya. 

Sangat disayangkan, ketika seseorang fokus pada satu kepentingan yang katanya besar, tetapi beberapa hal kecil lainnya dilupakan. Padahal, bukankah sekecil-kecilnya kepentingan itu, tetap harus dipertanggungjawabkan? Aku kecewa sekali dengannya karena tidak bisa bertanggung jawab dengan hal-hal kecil, yaitu menjaga barang milik orang lain. 

Terakhir kali kutegur dan menagih gitarku, ia hanya menjawab salamku tanpa menanggapi pesan dan teguranku. Entahlah, apa mungkin dia terlalu sibuk sehingga tidak bisa menjawab pesan dengan baik?

Sampai detik ini, sudah hampir atau bahkan melebihi satu tahun, gitar itu belum juga kembali pada pemiliknya. Sebenarnya aku sudah berusaha mengikhlaskannya. Biarlah gitar itu berpindah tangan, aku tak apa. Tapi, yang sering menjadi pikiran adalah, ketika mama terus menanyakan "Sudah dibalikin belum gitarmu?"

Lantas, aku harus jawab apa?

1 Komentar

  1. Lah iya lama banget ampe setahun wkwkwk, semoga gitarnya masih utuh tanpa ada kerusakan.

    ReplyDelete

Silakan tambahkan komentar Anda. Terima kasih sudah berkunjung.