Nurnafisah's Blog

This is my e-dairy of #MenebarCahaya

  • Home
  • Tentang Aku
  • Tips & Info
  • Sajak
  • Kontak


Saat ini,

tidak semudah itu memutuskan untuk jatuh cinta

Meski sesekali perasaan rindu itu merasuk ke dalam jiwa

Entah rindu itu ditujukan kepada siapa,

Sebab, sebenarnya tak ada seseorang pun yang sedang bertahta


Mungkin sesekali memori itu terulang kembali

Teringat lagi tentang beberapa waktu yang sempat kita lalui sejak awal pandemi

Jujur, aku merasa kita belum pernah sedekat itu sebelumnya

Tapi pandemi yang membuat kita saling berbagi saat itu


Mungkin kita ditakdirkan hanya untuk saling menyapa

Menemani kesendirian kita masing-masing, tetapi bukan untuk saling melengkapi

Mungkin aku yang terlalu perasa saat melihat tingkah baikmu padaku

Padahal bisa saja kau lakukan hal sama kepada orang selain aku


Payahnya, perempuan memang lembut hatinya

Dan aku belum sekuat itu dalam menghadapinya

Maaf, karena aku telah menaruh rasa

Meski kutahu, sepertinya tak ada balasan atas ini semua


Sejak saat itu, kamu membuat sebuah alasan

Dan secara perlahan, kamu seakan menghindari aku

Aku tahu betul dirimu seakan kecewa padaku

Ketika aku dan kamu belum sempat bertatap muka


Biarlah, aku tahu mungkin bukan waktu yang tepat untuk memutuskan jatuh cinta

Pun dengan orangnya, kamu bukan yang tepat untukku

Entah untuk saat ini atau memang bukan untukku


Yang jelas, memang tak semudah itu memutuskan kembali untuk melabuhkan hati

Setelah banyak kecewa yang terlewati

Setelah banyak rintangan yang dihadapi

Biarlah waktu dan orang terbaik yang menghampiri



Nak, izinkan ibu menuliskan surat terbuka untukmu, yang kelak akan lahir dari rahim ibumu yang tidak sempurna ini. 

Hari ini, aku sedang proses memulihkan energi setelah 3 hari kemarin menjalani satu tugas yang cukup berat, Nak. Kondisi tubuhku sedang down, bahkan beberapa kali rasanya ingin muntah. Tapi aku harus kuat, Nak, sebab aku ingin anakku lahir dari ibu yang tegar dan kuat, agar dirimu bisa lebih kuat daripada aku, hehe. 

Jadi, ceritanya selama tiga hari kemarin aku diamanahkan untuk turut andil dalam pembuatan video bahan ajar dari Dirjen Diksi. Bagiku, amanah ini sangatlah besar. Terlebih, ada keraguan dalam diri ini yang rasanya tak percaya diri untuk melakukannya.

Namun, di sisi lain, aku tidak bisa menolaknya. Aku percaya bahwa seberat apapun sesuatu yang Allah berikan, itu artinya Dia percaya bahwa diriku kuat dan mampu melewatinya. Mungkin aku saja yang terlalu tidak percaya diri, sehingga banyak ketakutan yang luar biasa sebelum menjalani semua ini.

Dalam proses pembuatan video ini, sebenarnya banyak hal yang menghambat perjalananku. Kamu tahu, Nak, di antara 3 teman satu tim yang lain, hanya aku yang rumahnya jauh dari lokasi syuting. Hari pertama, aku harus berangkat pagi buta untuk sampai di lokasi pukul 8. Setelahnya, aku pulang ke rumah pukul 22.30. Betapa lelahnya aku hari itu, Nak. Pagi berikutnya aku juga harus berangkat lebih pagi dan memilih untuk menginap bersama timku di lokasi syuting, demi menghindari pulang yang akan larut malam lagi. 

Di hari terakhir, ternyata lebih berat, Nak. Aku ini alergi dingin, selain akan timbulnya bercak merah-merah di kulit, batuk-batuk juga seringkali mengganggu ketika alergi sedang muncul. Bekerja 3 hari nonstop di bawah dinginnya AC membuatku bekerja tidak maksimal. Keadaanku tidak fit, sayang. Benar-benar saat itu aku ingin mengeluh, tapi entah kepada siapa. 

Semuanya terlihat baik-baik saja, tetapi diriku benar-benar merasa tidak baik. Bahkan selama syuting berlangsung, aku lebih banyak diam dan mengambil pekerjaan-pekerjaan ringan daripada teman-teman. Selain karena kondisi tubuh, aku juga tidak terlalu mahir dalam memainkan kamera. Sehingga, aku merasa tidak enak dengan teman-teman yang usahanya sungguh luar biasa itu, Nak. Sementara aku cuma banti ala kadarnya. Malu sebenarnya, huhu.

Tapi, tahukah kamu, selama 3 hari lalu, ibumu ini sungguh mendapat banyak kebaikan di balik semuanya. Aku sadar bahwa Allah memberikan kesempatan padaku untuk belajar hal baru tentang videografi. Aku juga sadar bahwa Dia mengizinkanku untuk berjuang, mencari kolega baru dan pengalaman luar biasa bersama orang-orang profesional. MasyaAllah. Aku, tim, dan rekan-rekan lainnya juga diberikan dana insentif yang mungkin di luar perkiraan kami.

Nak, kalau suatu saat nanti kamu merasakan hal yang sama seperti aku, ingatlah ceritaku ini. Bulatkan niatmu, jangan pernah takut mencoba, dan jangan pernah mengharap "imbalan" lebih dari apapun, selain mendapatkan rasa ikhlas dalam bekerja yang harus kamu tujukan kepada Allah SWT, ya. Sebab, jika kita mengandalkan Allah dalam setiap langkah, akan ada hasil yang baik dari sebuah perjuangan, Nak. 

Aku bahkan tidak pernah berharap bayaran yang besar untuk hal ini, diberikan kesempatan seperti ini saja sudah Alhamdulillah. Dan MasyaAllah nya ya, Sayang, aku bisa pulang membawa uang. Dan aku melihat betapa bahagianya kedua orang tuaku melihat aku membawa hasil dari perjuanganku."Nah, gini bagus, belajar cari uang sendiri," ucap Papaku malam itu, saat perjalanan menuju rumah. 

Ya, Allah kasih hasil yang luar biasa sekali. Senyum dari orang tua yang menyambut anaknya kembali dengan kabar bahagia tentu lebih dari segalanya, Nak. Aku juga senang ketika mereka bahagia, aku semakin bersemangat bisa melanjutkan perjuangan lainnya demi melihat bahagia dari cahaya mata keduanya. 

Nak, jika suatu saat nanti kamu tumbuh besar, aku selalu berharap bisa menjadi saksi dalam perjuanganmu menuju sukses. Inilah perjuangan hidup, Nak. Banyak hal yang tak terduga terjadi begitu saja. Ada yang baik dan terang-terangan datang padamu, adapula kebaikan yang tersembunyi di balik keragu-raguan. Intinya, semua pasti ada kebaikannya, Nak, dan kamu akan menemukannya di balik rintangan yang akan kamu hadapi. Mungkin pada zamanmu nanti rintangannya akan lebih berat dari yang aku rasakan ini. Tentu, kamu perlu keimanan yang kuat agar bisa terus menyandarkan diri kepada Allah, ya. 

Mungkin sekian saja cerita perjuanganku mencari sesuap nasi di masa pandemi ini. Semoga bisa menjadi penyemangatmu, ya.


"Kak, lagi sibuk sesuatu gak?" 

Pertanyaan itu tidak seketika aku jawab. Sebenarnya, pesan yang masuk pada tiga hari lalu itu rasanya tidak datang di waktu yang tepat. Sebab, sebenarnya aku memang sedang disibukkan dengan lain hal. Tentu aku sedikit hati-hati dalam menjawab pertanyaannya. 

"Kenapa?" tanyaku, seraya memastikan dulu apa yang hendak seseorang itu sampaikan.  

"Jadi begini, Kak, aku mau ajak kakak ikutan workshop gitu. Kira-kira bisa gak, ya?" imbuhnya. 

Sontak mataku bergelimang cahaya—yang sudah berbinar ini semakin bersinar. Sudah lama sekali tidak berkecimpung ke dunia lokakarya yang biasa aku ikuti. Tawaran yang telah lalu pun (di ceritaku sebelumnya) belum menjadi rezekiku saat itu. Lantas, apakah ini kesempatan kedua dari-Nya?

Namun, aku sedang mengerjakan tugas lain. Mana mungkin di pertengahan lokakarya aku sibuk memainkan pentool di Adobe Illustrationku, sambil membuka WhatsApp dan membanti pekerjaan desain dari dosenku. Ah, rasanya sulit. Apakah aku harus menolaknya? Bimbang saat itu menyelimuti pikiranku. 

Kalau ada yang bertanya. "Mengapa kamu suka ikut lokakarya? Bukannya suntuk, capai, lelah, ngantuk?" 

Ya, identiknya begitu. Sangat manusiawi kalau di tengah jalannya lokakarya merasa hal sedemikian campur aduk. Tetapi, jawaban sejati adalah sebab di lokakarya lah kita bisa belajar banyak hal dengan cuma-cuma dan kita tidak bisa menemukannya di dalam kelas belajar. Yes! Lokakarya adalah wadah untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman baru. 

Apalagi, seseorang itu menawarkanku lokakarya mengenai ilmu yang ingin aku pelajari, tak jauh-jauh dari kepenulisan dan dunia komunikasi. Tak pernah ada rasa cukup bagiku dalam menuntut ilmu, itulah mengapa rasanya tak ada lelah bagiku untuk ikut banyak acara, ikut lokaksrya, berkontribusi sana-sini, entah jadi peserta atau jadi panitia. Dua hal yang memang berbeda, tetapi mendapatkan paket yang serupa. 

Alhasil, aku tak mampu menolak tawarannya. Aku meminta izin pada dosenku untuk absen terlebih dahulu selama tiga hari lamanya. Qadarullah, dosen pengertian dan baik hati itu membolehkanku. Sungguh Allah memudahkan jalanku untuk bisa mendulang banyak hal dalam satu waktu.

MasyaAllah, Alhamdulillahh. Satu kesempatan baru yang aku dalami di 3 hari ini. Meskipun, ternyata aku harus sendirian di kamar hotel. Sebab, beberapa rekan lainnya ternyata laki-laki, dan aku harus sendirian selama menginap dan menjalani lokakarya itu—ya, kecuali saat sedang kumpul materi. Hehehe..

Bayangan aneh-aneh sempat terpikirkan olehku karena aku harus sendirian di kamar hotel. Ya, tetapi aku tidak bisa membiarkannya merusak pikiran positifku. Alhamdulillah, aku bisa menjalaninya meski harus sendirian. Begitulah, memang terkadang hidup itu tidak melulu bergantung pada orang lain, ada kalanya kita harus belajar sendirian di kondisi tertentu. Dan MasyaAllah, meski belum pernah seperti ini sebelumnya, aku merasa bangga dan bahagia ketika aku mampu melewatinya. Itu semua bukan karena apapun selain Allah SWT. 

Selama sendirian di kamar, rasanya sangat nyaman untuk terus bermuhasabah. Nyaman......sekali. Menikmati dinginnya malam sendirian, mematap mentari terbit dari jendela, melihat perkotaan Bogor yang terhampar dari kamar lantai tujuh. Di sanalah saksi bisu berasal, menyaksikan tangis bahagia, rindu, dan duka bercampur aduk di sana. 

Sepertinya, sesekali harus dilakukan lagi; mencari tempat nyaman, menikmati waktu sendirian, menjelajahi hati, jiwa, dan pikiran, serta banyak-banyak beribadah dan menyamankan rohani dan kepribadian. Bener-bener menyenangkan ternyata bisa merada sedekat itu sama Allah. Alhamdulillah. 

Salah satu hal yang tidak pernah terlepas dari setiap doaku adalah, "YaAllah, lancarkanlah hamba dalam segala urusan apapun, kuatkanlah hamba, dekatkan hamba selalu kepada-Mu, dan terima kasih atas segala hal yang sudah Engkau berikan kepadaku."

Meski tiap hari terucap doa yang sama, rasanya masih tak cukup. Kebaikan tak terduga selalu saja ada dalam hidup seorang Aca. Mungkin padamu juga. Jadi, jangan lupa bersyukur. Sebab, bersyukur saja sebenarnya tidak cukup, kita harus terus meningkatkan ibadah kita kepada Allah, demi membuat-Nya bahagia, sehingga DIA bisa memberikan kita banyak lagi tentang kebahagiaan. 

Semangat! 

Setelah lulus kuliah, belum ada pekerjaan tetap yang perlu aku kerjakan. Sebab, aku pun masih harus menunggu ijazah sebelum melamar pekerjaan ke sana-kemari. Awalnya aku takut bakal nganggur dan gak tau harus nunggu berapa lama di rumah. Sementara, pandemi bikin aku gak bisa ke mana-mana dengan seenaknya.

Awalnya, aku ditawari sebuah project oleh dosenku. Namun, sayangnya ada masalah ini yang bikin aku harus mundur. Aku sih ga kecewa, biasa aja. Karena menurutku yang namanya rezeki gak bakalan ke mana. Mungkin emang saat itu bukan rezeki aku buat belajar di sana.

Tanpa diduga, dosenku itu mengajakku lagi. Katanya, untuk kelanjutan project-nya perlu beberapa orang lagi. Alhasil, aku disuruh ikutan dan ajak beberapa orang lagi untuk melengkapi tim. Sayangnya, sebenarnya pekerjaan ini di luar kemampuanku.

Jadi, awalnya tuh disuruh buat skrip video, kukira hal itu bisa jadi bahan belajarku untuk membuat naskah skrip--yang belum pernah aku pelajari. Nah, tetapi aku gagal untuk ikut pelatihan di awal. Sementara, aku kebagian syuting video dan editing-nya. Haduh.

Awalnya sih aku ragu, karena aku benar-benar awal di dunia videografi. Ya, sedikit-sedikit bisa sih, cuma dasar-dasarnya aja. Tetapi kalau untuk bikin video bahan ajar yang formal, belajar lighting, shoot kamera, audio, dll, aku gak pernah belajar sampai segitunya.

Tapi, aku mikir lagi sih. Mungkin ini kesempatan aku belajar langsung di lapangan. Ya, aku udah punya basic-nya dan sekarang Allah kasih ladangnya untuk belajar. Mahabesar Allah dengan segala ketetapan-Nya. Di satu sisi aku juga ragu tapi aku selalu ingat pemikiran aku yang ini. Pasti Allah kasih aku kebaikan di project ini--salah satunya buat aku belajar videografi--sebelum mungkin Allah kasih pekerjaan di luar sana.

Nah, sebelum syuting berlangsung, kami dijeda dulu seminggu untuk mempersiapkan alat dan bahan video. Ya Alhamdulillah lah gak kaget banget untuk langsung terjun lapangan. Tetapi, tiada diduga lagi, ada dosen lain yang menghubungiku untuk minta bantuan lain. Apa itu?

Jadi, dia minta tolong aku buat bantu pekerjaan desainnya. Ya, Desain! Padahal, aku tahu betul kemampuan desainku sangat cetek. Terlalu prematur bagiku untuk bantu pekerjaan desain orang lain. Tapi, lagi-lagi aku berpikir. "Apalagi nih kebaikan yang  Allah kasih?"

Terus, aku berusaha berpikir. Allah gak mungkin salah menaruh amanah. Iya 'kan? Kemudian, aku mengiakan tawaran dosen tersebut. Dan qadarullah, aku membantu dosen itu sekarang dalam membantunya membuat thumbnail youtube untuk sebuah acara besar.

Aku bener-bener gak ada pengalaman desain sama sekali. Bahkan, aku jarang mengulang materi desain waktu kuliah dan aku desain selama ini cuma sesuka hati aja. Tapi sekarang, Allah kasih aku kesempatan untuk mengulang itu dan langsung diterapkan di pekerjaan orang lain. Masya Allah.

Tak hanya itu, break syuting video pun bukan berarti leha-leha. Aku dan timku harus menyiapkan breakdown-nya terlebih dahulu. Dan..... aku bener-bener gak pernah bikin break down video! Lagi-lagi aku awam tentang ini. Dan gak tau kenapa aku mau aja ngambil pekerjaan ini dengan 'enteng'nya.

Gak tau ya, aku sebenarnya gak merasa mampu di bidang-bidang ini. Tapi, ketika aku mengingat kebaikan-kebaikan Allah selama ini, aku jadi semangat lagi. Aku yakin dari setiap hal yang DIA kasih ke aku pasti ada kebaikannya. Dan aku jadi nyaman setiap mau ngelakuin sesuatu atau mengambil keputusan. Sambil nunggu dan penasaran tentang kebaikan apalagi yang bakal Allah kasih ke aku.

Aku bersyukur aja karena Allah begitu baiknya sama aku yang masih suka lalai ini. Kadang suka ngerasa malu sama diri sendiri yang ibadahnya aja masih dikit, tapi Allah kasih kebaikan ke aku banyak banget.

Hal ini jadi tamparan tersendiri buat aku biar bisa beribadah lebih baik lagi. Selain itu, aku juga jadi banyak belajar dari setiap hal yang aku rasa tidak mampu. Terkadang kita bukannya gak mampu, hanya saja kita kurang percaya diri sama kemampuan kita. 

Yap! Aku merasakan itu. Semoga kedua project ini berjalan lancar. Siapa tahu aja di dunia kerja nanti aku jadi bisa banyak hal hehe. Bismillah. Semangat, Ca!

Semangat juga untuk kalian yang sedang berproses. Jangan samain proses kamu sama aku, ya. Aku yakin kamu juga hebat dengan caramu sendiri. Semoga aja kita bisa mendapatkan keberkahan dari Allah dari setiap langkah yang kita ambil. Aamiin.


Menjadi anak satu-satunya untuk sementara waktu membuat aku berpikir, bahwa sebenarnya secara tidak langsung, Allah sudah menitipkan satu amanah baru, yaitu menjaga kedua orang tuaku di saat saudaraku yang lain sedang tidak membersamai.

Kondisi ini sebenarnya sudah sering aku rasakan, apalagi semenjak adikku kuliah di Bandung dan menetap di sana untuk beberapa waktu. Sementara itu, kakak perempuanku sudah sibuk mengurus keluarga kecilnya di Jakarta dan kakak laki-lakiku sedang berjuang menyelesaikan skripsinya di Bali. 

Tentu, kondisi ini membuat rumahku sepi. Aku hanya tinggal bertiga dengan orang tuaku. Sesekali kulihat mata-mata mereka yang mulai kesepian. Hampir tiap malam, ayahku menghabiskan waktu di beranda rumah sambil menatap langit yang belum tentu berbintang. Ya, aku tahu betul dia benar-benar kesepian. 

Berbeda dengan ayahku, ibuku malah memilih untuk pergi mencari kesibukan, padahal dia tidak dalam keadaan bekerja. Yang kutahu, dia hanya tak ingin terlihat lemah di hadapan anaknya. Untuk itu, wajar saja jika dia mencari hiburan di luar sana untuk menghilangkan rasa kesepiannya. Aku tahu betul bagaimana masing-masing dari mereka bersembunyi dari rasa sedihnya. 

Mungkin suatu saat nanti—kalau saja ada umur panjang—kita akan sama-sama mengerti kondisi ini; anak-anak yang mulai dewasa, kondisi rumah yang sepi, menghabiskan masa tua, dan menanti waktu luang untuk berkumpul lagi bersama keluarga besar.

Jangankan di masa tua, di masa sekarang saja aku kadang merindukan kumpul keluarga secara utuh seperti sedia kala. Kita bisa menghabiskan waktu setiap hari, menyisihkan waktu untuk berlibur di hari Minggu, bersenda gurau setiap menjelang malam, makan bersama walau hanya dengan lauk ala kadarnya. Ahh, semuanya begitu indah jika dibayangkan lagi. Benar-benar membuat rindu seisi rumah.

Suatu hari, ibuku pernah bertanya:
"Jika saja kalian semua sudah berkeluarga, apakah akan ada salah seorang dari kalian yang mau merawat kami di masa tua?"

Hatiku terenyuh. Jelas saja, kondisi itu akan terjadi dan mereka sudah memikirkannya dari jauh-jauh hari. 

Dalam kondisi ini—di saat aku membersamai mereka—mungkin aku yang akan paling bersedih saat situasi itu terjadi. Sebab, hanya aku dari keempat anaknya yang tidak pernah pergi jauh dari rumah. Logikanya, akulah yang sering bertatap muka dengan mereka, menyalami tangan mereka setiap hendak pergi, menjadi saksi suka duka mereka selama ini, dan menjadi orang yang harus bertanggung jawab jika sesuatu terjadi. 

Mungkin inilah salah satu risiko menjadi dewasa. Kita akan dihadapkan dengan banyak nestapa. Bahkan, kebahagiaan yang semula terbingkai manis di pikiran kini hanya bisa diungkit saja. Tentu, sebagai orang dewasa kita harus mulai menciptakan bahagia itu sendiri, tanpa lagi mengiba kepada kondisi. 

Baiklah, kurasa cukup luapan isi hati kali ini. Yang terbaik: semoga orang tua kita sehat selalu, bahagia selalu, tercukupi selalu, dan dilindungi selalu oleh Allah SWT. Semoga untukmu dan keluarga juga, ya. 

Selamat Malam Minggu.
Kali ini, malam ini sepi sekali rasanya. Hehehe.



Apakah ada sebuah rindu hadir pada dua insan yang raganya tak pernah bertemu?

Jika jawabannya ada, mungkin itu yang sedang aku rasakan malam ini. Ditemani oleh dinginnya malam, jeritan jangkrik bersautan, dan dengungan nyamuk yang tak kunjung hilang. 

Sesekali aku bertanya pada sang bulan, sedang apa kamu di sana? Apakah baik-baik saja? Atau justru sedang bertarung dengan dingin yang sama? 

Jika rindu sedang menyelimutiku seperti malam ini, sesekali kulirik tulisanmu di catatan yang kutemui. Entah mantra apa yang kau selipkan di sana, tetapi tiap kali kubaca, seperti ada rasa yang terbawa ke lubuk hati.

Aku tahu, aku tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah menjadi subjek dalam tulisanmu. Orang lain lah yang seringkali menjadi ide tulisanmu, yang kau abadikan namanya, ceritanya, perkataannya, dan segala kisah tentang kamu dan dirinya. Namun, sesekali aku berharap tulisan itu disuguhkan untukku dan bisa kucicipi setiap hari.

Tapi, semua itu hanya ilusi. Ia terbang di langit-langit menghitam bersama ribuan mimpi. Ya, takkan mungkin terjadi. Kita hanyalah teman yang baru mengenal beberapa hari.

Percakapan kita mungkin masih bisa dihitung dengan jari. Pun dengan intensitas sapaan kita tidak berlangsung setiap hari. Kamu sibuk dengan kegiatanmu, dan aku sibuk berkegiatan juga di sini. 

Sesekali aku berdoa, 
Semoga Allah mempertemukan kita suatu hari nanti. 


"Bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya seseorang.
"Boleh aja," jawabku singkat, "tapi, ambil sendiri ya ke rumah," sambungku. 

Kemudian, dirinya mengiakan. Kebetulan, hari itu ada suatu tugas yang harus kami selesaikan di Bogor. Momen itulah yang ia gunakan untuk sekalian mengambil gitarku ke rumah. 

Entah ada apa dan bagaimana, ia tak berani datang ke rumahku. Katanya, ia malu jika harus bertemu dengan orang tuaku. Padahal, apa salahnya meminta izin pada mereka untuk meminjam gitar milik anaknya? Entahlah, jika tidak ada apa-apa, seharusnya sih biasa saja.

Seseorang itu hanya duduk di masjid dekat rumahku. Ia menunggu aku mengambilkan gitarnya, kemudian dia bergegas pergi karena hari sudah mulai gelap. Setelah gitar hitam itu ada padanya, ia segera memesan ojek online kemudian pergi menuju stasiun dan pulang ke rumahnya. 

Saat itu, gitarku memang jarang digunakan. Sebab, aku belum sempat belajar memainkannya karena menunggu kakakku yang sedang studi di Bali. Pasalnya, hanya dia yang bisa ku andalkan dalam bermain gitar. Meski adikku juga pandai memainkannya, tetapi ia jarang sekali menghabiskan waktu untuk bermusik, tidak sama seperti kakakku. 

Untuk itu, aku mengizinkan seseorang itu meminjam gitarku—daripada gitarnya tidak terpakai juga. Dia bilang, nanti juga akan dikembalikan secepatnya. Pikirku, tak ada salahnya juga untuk meminjamkan. Sebab, dirinya mengaku kesepian saat tak ada sesuatu yang bisa dia mainkan di waktu luang.

Hari demi hari terlewati, gitarku juga tak kunjung kembali. Aku coba mengontak salah satu temannya dan mencari tahu keberadaan gitar hitamku. Kagetnya, dia mengatakan hal yang tak terduga. Katanya, gitarnya justru terpatung di suatu ruangan dengan kondisi berdebu dan tak terurus. 

"Dia jarang banget mainin gitar lu deh kayaknya," tambah temannya itu.

Ya, hampir semua orang tahu bahwa dia punya waktu yang sangat sibuk. Tentu tak ada waktu lagi untuk main gitar di waktu senggang. Hidupnya dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang katanya penting itu. Huft, kasihan sekali gitarku.

Jujur, hatiku sangat kecewa. Bukan apa-apa, seharusnya kalau saja gitar itu tidak terpakai, alangkah baiknya dia segera mengembalikan. Kalau belum ada waktu, mungkin alangkah baiknya gitarku itu diurus sebaik mungkin. Iya 'kan? Atau, kirim saja gitar itu melalui kurir. Gampangnya lagi, titipkan gitarku ke temannya agar bisa segera dikembalikan. Mudah kan sebenarnya? huft. Aku benar-benar menyesal telah meminjamkan gitarku untuknya. 

Sangat disayangkan, ketika seseorang fokus pada satu kepentingan yang katanya besar, tetapi beberapa hal kecil lainnya dilupakan. Padahal, bukankah sekecil-kecilnya kepentingan itu, tetap harus dipertanggungjawabkan? Aku kecewa sekali dengannya karena tidak bisa bertanggung jawab dengan hal-hal kecil, yaitu menjaga barang milik orang lain. 

Terakhir kali kutegur dan menagih gitarku, ia hanya menjawab salamku tanpa menanggapi pesan dan teguranku. Entahlah, apa mungkin dia terlalu sibuk sehingga tidak bisa menjawab pesan dengan baik?

Sampai detik ini, sudah hampir atau bahkan melebihi satu tahun, gitar itu belum juga kembali pada pemiliknya. Sebenarnya aku sudah berusaha mengikhlaskannya. Biarlah gitar itu berpindah tangan, aku tak apa. Tapi, yang sering menjadi pikiran adalah, ketika mama terus menanyakan "Sudah dibalikin belum gitarmu?"

Lantas, aku harus jawab apa?


Mencari kesibukan mungkin sudah menjadi hobiku belakangan. Apalagi, kondisi di tahun terakhir masa-masa kuliah berbeda daripada biasanya. Mulai Maret lalu, pandemi membuat segala aktivitas harus dilaksanakan dari rumah. Tentu, mencari kesibukan menjadi sulit bagiku saat harus adaptasi pada kondisi yang baru ini.

Namun, waktu itu aku segera melanjutkan tugas akhir sambil menunggu kesibukan lain. Sebenarnya aku takut sih, setelah sidang nantinya aku akan gak punya kerjaan dan 'gabut' aja gitu. Tapi, Alhamdulillahh, di sela-sela mengurus perkuliahan, aku diberikan kesempatan dan informasi mengenai pemilihan Brand Ambassador Inspira Pustaka 2020. 

Sebelumnya, aku memang pernah ikut event di Inspira Pustaka gitu, kegiatannya waktu itu nulis bareng dan lomba cerpen. Nah, dari situ ada grup alumni penulis Inspira Pustaka yang akhirnya di sanalah aku dapat informasi dengan adanya link pendaftaran. 

Awalnya aku gak tau itu apa, brand ambassador itu kerjanya apa, nantinya akan gimana dll. Tapi gak tau kenapa, karena aku memang tertarik sama kegiatan tulis menulis dan penerbitan, aku isi itu formulirnya. Di sana tertera apa saja yang aku ketahui mengenai kepenulisan, termasuk karya apa saja yang pernah aku hasilkan selama ini.

MasyaAllah, dengan ketidaksengajaan itu aku diterima dan lolos tahap satu! Dan ternyata, ada banyak tahap yang harus dilanjutkan sebelum aku menuju Bootcamp. Alhamdulillah, selama aku ngerjain tugas-tugas seleksi tuh gak pernah kepikiran dan berharap kayak "Semoga aku lolos", gak pernah! Aku cuma kayak ngikut aja gitu karena emang seneng ngerjain challenge-nya. Aku pun gak pernah nungguin hasilnya kapan dan seperti apa.

Dan tiap hari aku memang rutin cek email gitu kan. Alhamdulillah setiap ada pengumuman kayak gak nyangka aja gitu aku bisa lolos beberapa tahap itu. Mulai dari disuruh bikin artikel tentang kampung halaman, bikin puisi dan artikel tentang perjuangan, dan pokoknya tentang kepenulisan gitu. Pokonya aku ngerasa kayak ngerjain tugas kuliah aja gitu, seru, dan aku suka. 

Hari demi hari aku lewatin kayak biasa dan akhirnya pada 14 Agustus aku dikasih email kalau aku bisa bergabung di Bootcamp Inspira Pustaka ini. Alhamdulillah.. aku seneng banget! Meskipun secara online, tapi aku bahagia karena di sana pasti aku bakal dapat banyak kegiatan positif, ilmu baru, dan tentunya teman-teman baru yang bisa berproses bersama di sana.

Alhamdulillah, setelah aku bergabung di Bootcamp ternyata kami masih diseleksi lagi. Aku sih gak peduli bakal menang atau engga, yang jelas setiap ngerjain tugas aku selalu mencoba membuat sesuatu yang terbaik dan terpenting "menulis dari hati". Dan MasyaAllah, aku bener-bener suka banget sama serangkaian kegiatannya, walaupun online tapi seru banget.

Di sana kami juga dibentuk jadi beberapa tim gitu. Nah, di sanalah kita bisa mengenal teman-teman tim. Jadi, tugas-tugas di Bootcamp juga ada yang individu dan gitu, Alhamdulillahh semuanya berjalan lancar. Paling berkesan uh waktu ada tugas nulis biografi gitu. Cerita dikit ya.....hehehe.

Jadi, sebelumnya kan setiap minggu itu ada evaluasi gitu, biasanya lewat gform. Nah, di tugas sebelumnya aku kasih saran gitu ke panitia buat ngadain challenge biografi, dengan syarat biografi tersebut isinya tentang teman-teman Inspira Pustaka. Dengan begitu, meskipun beda grup, masing-masing peserta pasti akan berusaha wawancara, berbincang, bercerita, berbagi, dan saling mengenal biar makin akrab gitu untuk bahan menulis biografinya. Dan MasyaAllah, minggu berikutnya memang ada materi tentang biografi dan challengenya itu! Aku seneng banget. 

Nah, di situ aku dapat banyak kesempatan nih untuk kenalan sama peserta lain. Ada juga yang mulai chat aku lebih dulu, begitupun aku yang beberapa ngechat mereka gitu. MasyaAllah aku seneng banget sih, di sana aku jadi kenal mereka dan ternyata orang-orang hebat itu sudah jauh melangkah daripada aku. Wkwkkw. Aku jadi malu sendiri. Dari berbagai daerah aku kenalan, ada yang dari Jogja, Tangerang, Bekasi, Lampung, Bengkulu, Aceh, aaahh pokoknya banyak! Ada yang sudah menerbitkan beberapa buku, ada yang memang sudah terkenal di daerahnya, ada yang jago baca puisi, ada yang benar-benar baru terjun di dunia kepenulisan, pokoknya beragam banget cerita dari mereka. 

Sampai sekarang, Bootcamp masih berlanjut. Dan Alhamdulillahh, beberapa kali aku mendapat apresiasi karena masuk ke-10 besar di beberapa tugas setiap minggunya. Gak nyangka sih, padahal aku gak berharap setinggi itu. Udah bisa bergabung di sini aja aku udah seneng banget. Hihihi. Tapi, semuanya pasti kehendak Allah. Aku bersyukur banget dan berterima kasih kepada Allah SWT yang sudah kasih aku kesempatan ini. Pasti bermanfaat banget ini semua buat aku, Alhamdulillahh.

Buat teman-teman Inspira Pustaka, semangat selalu, ya. Kalian benar-benar orang hebat yang pernah aku temuin. Semangat selalu untuk kegiatan satu tahun ke depan! Kita jalanin program kita ini setahun lagi. Semoga kita bisa terus meningkat literasi bangsa dan mengedukasi melalui kegiatan yang akan kita jalanin nantinya. Terima kasih sudah menerima penulis pemula seperti aku. Hehehhe.
Newer Posts Older Posts Home

Hai, kenalan yuk!

Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!

Mari kita berteman~

Pengunjung

Isi Blogku~

  • ►  2024 (15)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2023 (30)
    • ►  December (3)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2022 (25)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2021 (52)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (2)
    • ►  February (5)
    • ►  January (9)
  • ▼  2020 (71)
    • ►  December (3)
    • ▼  November (8)
      • Sajak: Memutuskan Jatuh Cinta
      • Hasil dari Perjuangan
      • Kesempatan Kedua
      • Di Luar Kemampuan
      • (Sementara) Sendiri
      • Sajak: Rindu yang Tak Bertemu
      • Apa Kabar, Gitarku?
      • Brand Ambassador Inspira Pustaka
    • ►  October (6)
    • ►  September (6)
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (11)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (69)
    • ►  December (5)
    • ►  November (8)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (7)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (9)
    • ►  January (5)
  • ►  2018 (36)
    • ►  December (9)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (25)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2013 (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (92)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (10)
    • ►  June (10)
    • ►  May (31)
    • ►  April (27)
    • ►  March (4)
  • ►  2011 (7)
    • ►  November (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)

SINIAR TEMAN CAHAYA

Followers

Postingan Populer

  • Semoga Allah Balas Usahamu
    Hai, Ca. Gimana kabarnya? Beberapa waktu lalu aku lihat kamu lagi kebanjiran, ya? Bukan, bukan kena bencana. Tapi, kebanjiran di...
  • Teruntuk Laki-Laki yang Sudah Dimiliki
    Tulisan kali ini cukup bar-bar, karena aku sengaja menulisnya untuk  para laki-laki di luar sana yang sudah memiliki tambatan hati. Anggapla...
  • Life Update Setelah Menghilang
    Hai, blogger. Rinduuuu teramat rindu nulis di sini. Rasanya belakangan ini terlalu banyak hal yang terjadi, sampai-sampai tidak sempat menul...
  • Semenjak Hari Itu...
    Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja ...
  • Selamat, untukmu.
    Sesuai judulnya, selamat. Selamat atas ilmu yang sudah ditempuh, selamat atas jerih payah mencapai cita-cita, selamat atas usaha...

Categories

Artikel 7 Ber-Seri 13 Berseri 1 Cahaya 15 ceirtaku 1 Ceritaku 249 Cerpen 5 Cinta 71 Feature 3 Hidup 18 Inspirasi 39 Inspiratif 15 Islam 65 Karya 16 Kebaikan Berbagi 6 Keluarga 44 Kisah 40 Kisahku 21 Liburan 10 Menulis 5 Motivasi 114 Resep 1 Sajak 55 Suratan Fiksi 26 Teman 55 Tips 3 Tips dan Informasi 31 Zakat 2

Subscribe this Blog

Name

Email *

Message *

Music

Pair Piano · 놀러오세요 동물의 숲 (Animal Crossing) Piano Compilation

nurnafisahh

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates