Nurnafisah's Blog

This is my e-dairy of #MenebarCahaya

  • Home
  • Tentang Aku
  • Tips & Info
  • Sajak
  • Kontak


Hari ini udah masuk bulan Desember. Itu artinya tinggal satu bulan lagi menuju tahun yang baru, yaitu 2023. Waw, rasanya cepet banget deh bisa ada di hari ini. Padahal kayaknya baru banget kemarin nyari-nyari kerja, sampai akhirnya sekarang udah kerja selama 5 bulan. 

Tahun ini menurutku sangat unpredictable. Pasalnya, banyak hal-hal di luar rencana yang terjadi. Mulai dari dapat kerjaan yang ternyata sesuai dengan apa yang selama ini aku harapkan. Tapi, beberapa hal di dalamnya juga tiba-tiba terjadi dan bikin pikiran aku lumayan numpuk~ hehehe.

Selain itu, di tahun ini aku juga mulai ikhlas dan belajar menerima perasaan apapun yang aku rasain. Mulai dari perasaanku pada seseorang yang sampai detik ini juga tidak terbalaskan. Aku sudah mulai bisa menerima perasaan itu, menikmatinya, tanpa meminta perasaannya dibalaskan. Dan, rasanya tenang aja sih punya perasaan ini. Aku udah mulai bisa memasrahkan perasaanku ke Allah aja, biar dituntunnya sama Allah langsung perasaan ini akan ke mana.

Oiya, masih ngomongin perasaan. Aku juga dikagetkan dengan dua orang laki-laki yang secara gamblang pernah bicara soal 'perasaan' kepada aku beberapa waktu lalu. Dan sekarang, keduanya sudah memiliki pasangan dan menjalani kehidupan selanjutnya bersama istri dan calonnya.

Sebenarnya aku merasa tenang, akhirnya mereka mendapatkan pasangannya masing-masing. Sehingga gak ada rasa bersalah yang harus aku tuntaskan lagi. Tapi, ada sesuatu hal yang masih mengganjal aja sih karena pernah punya masalah dengan keduanya tapi gak segera diselesaikan.

Aku gatau pikiran ini mengganggu aku aja atau dia juga. Kalau di aku, mungkin masih merasa mengganjal karena ada beberapa perkataan yang masih kuingat beberapa waktu lalu seseorang di antaranya sudah menyinggung aku. Tanpa basa basi, sejak itu aku unrespect dengan dia dan dia gak minta maaf sama sekali. Mungkin ya emang dia gak merasa bersalah.

Tapi, sebenarnya hal itu cukup mengotori hatiku. Namun, aku berusaha ikhlas sejak saat itu. Gak apa-apalah nerima omongan kayak gitu, walaupun bisa jadi fitnah sih perkataannya waktu itu. Cuma yaudah deh, biar luluh aja nanti perasaan keselnya di diri aku. Mungkin cuma butuh waktu hehehe.

Aku juga menyadari pasti aku ada salahnya juga sih waktu itu kenapa anggap perkataan dia sebagai becandaan, padahal akunya kesel hehehe. Ya, aku bohong sama diri aku sendiri waktu itu. Bilangnya gak kesel, padahal kesel parah. Akhirnya dia juga memperlakukan aku malah kayak gini hehehe.

Bismillah deh ya, 2023 semoga gak ada perasaan benci atau gak suka lagi sama orang. Semoga juga mereka bahagia dengan pilihannya masing-masing dan bisa mendapatkan keberkahan dalam ibadah terpanjangnya. Aamiin.




Gak kerasa November udah tanggal 25. Maaf belum posting lagi karena males hehehe gak deng karena sibuk juga ngerjain banyak hal. Tapi kali ini gak mau cerita banyak, cuma mau nitip dan share dikit soal hari ini. 

Aku gak tau mau bilang gimana lagi, aku cukup speechless kalau ngomongin kebaikan Allah yang tiada henti. 

Tau gak sih, bulan ini aku cukup boncos banget, alias lagi banyak pengeluaran, banyak pertemuan yang mendadak, jadi banyak hal yang gak terduganya. Dan udah tanggal 25 ini aku bener2 hemat banget karena uang mingguan yang udah aku pisahin tinggal tersisa dikit. Aku hemat2 banget sampe tanggal 1 nanti. Hehe. 

Tapi ya, ma shaa Allah, kemarin tiba2 disuruh bantu Pak Fauzy (dosen di kuliah dulu) untuk ngurusin tentang pembelajaran di kampus gitu. Tapi, aku kira beliau nyuruh aku untuk bantu bikin data2 apa gitu, ternyata disuruh sharing sama adik2 maba... kaget gak tuh. 

Pertama, aku ngerasa itu dadakan banget. Kedua, aku sebenernya kerja sampe sore dan gak bisa waktunya. Tapi ma shaa Allah, semuanya lancar2 aja. Aku izin ke Kak Dena langsung dibolehin dan ternyata pas aku ke kampus, bapaknya ngubah konsep acara jadi kayak sharing2 gitu. Terharu....

Dan lebih kerennya Allah, aku dapat rezeki dari acara itu lewat Pak Fauzy. Di tengah cashflow yang lagi berantakan, di tengah kekurangan... eh Allah kasih jalan. Alhamdulillah.

Makasih ya Allah. 

Udah ah, aku mau cerita itu aja wkwk. Ini aku nitip yaa foto-foto hari ini. 






Haha, random banget tiba-tiba pengen ngepost malam-malam begini. Seperti rutinitas lainnya, sebelum tidur aku selalu memikirkan sesuatu yang telah terjadi, yang pernah tercapai, atau yang telah dilakukan. 

Ya, sebutlah dengan evaluasi. Hal itu membuat aku sadar bahwa evaluasi diri itu penting banget bagi kita yang mau berkembang ke arah yang lebih baik. Sebab  apapun yang ada di masa lalu bisa kita jadikan pembelajaran penting untuk melangkah lebih baik. 

Suatu kerandoman malam ini, aku jadi teringat. Ternyata, dulu aku keren juga, ya. Kenapa? Wkwkwk.

Karena waktu TK, aku percaya diri banget. Ikut lomba nari, lomba mewarnai, bahkan lomba mengaji. Beberapa kali aku jadi juaranya, tapi orang tuaku kecewa karena sekolahku tidak mengapresiasi hal kecil itu sebagai mana sekolah kakakku menghargai pencapaian kakakku.

Ya, akhirnya di SD aku pindah ke sekolah kakakku. Di sinilah aku mulai memaksimalkan potensiku di bidang seni. Waktu kelas satu, aku pernah takut masuk kelas karena gak pintar sosialisasi. Tapi, hal itu terbantahkan karena aku mulai diajak berteman dan selalu dicari di kelas karena menjadi orang paling rame.

Aku bangga dengan diriku saat itu. Aku bisa bangkit dari ketidakpercayadirianku. Dan saat beranjak besar, aku mulai berani mengambil hal-hal berisiko lainnya. Aku bisa bermain dengan teman laki-laki, aku mau jadi ketua grup pramuka, hingga memimpin jurit malam meskipun awalnya takut. 

Tapi keberanianku itu membuatku terlihat kuat. Teman-temanku sempat segan padaku. Bahkan, ada yang iri hati karena melihat aku yang selalu ditunjuk sebagai ketua. Ya, sampai pernah sindir-sindiran atau bahkan dapat ejekan dari orang lain. 

Namun, itu tak membuatku gentar. Aku tetap berusaha semaksimal mungkin untuk jadi yang terbaik versi diriku. Aku bahkan pernah menjadi siswa teladan, disukai banyak ikhwan, dijaili teman-teman, hingga menjadi salah seorang pembaca tasmi Al Quran saat khotmul. Ma shaa Allah, aku keren banget!

Saat masuk dunia SMP, aku memutuskan untuk hijrah. Aku mulai men-syar'ikan pakaianku, ibadahku, serta pergaulanku. Aku mulai membentuk pribadi yang jauh lebih baik dan membentuk image yang baru di masa-masa SMP-ku. 

Hingga suatu ketika, aku sadar bahwa ternyata perubahanku ini tak menghalangi segala kesempatan untuk bertumbuh. Ya, aku tetap bisa berprestasi meski tidak di jalan yang sama. Tiba-tiba saja, aku ditunjuk sebagai ketua kelas di kelas 7, menjadi pemimpin upacara, menjadi kebanggan guru, hingga dipercaya menjadi perwakilan siswa yang menemani pelajar dari negeri tetangga. 

Gak cuma di situ aja, aku bahkan dicalonin jadi ketua osis. Yaaa, walaupun baru jadi bakal calon, belum jadi calon hehehe. Tapi, aku tetap keren, bisa melewati itu semua dengan tenang. Aku juga hebat pernah menang lomba kaligrafi se-Bogor Raya. Hahaha  padahal lawannya anak pesantren. Kok bisa ya aku menang?😂

Yang lebih gak nyangka lagi, aku bahkan pernah menjadi perwakilan sekolah untuk lomba hafalan juz 30 se-Jawa Barat. Aku juga bagian dari OSIS  dan paskibraka, serta ditugaskan untuk ikut lomba resensi Bahasa Indonesia di Islamic Book Fair di Senayan kala itu. 

Setelah lulus SMP, aku masuk ke dunia MAN yang membawa aku jauh berbeda 180°. Aku masih berprestasi, tapi aku juga dihantui berbagai masalah yang bertubi-tubi. 

Aku masuk ke kelas X yang penuh drama; suka ada pencurian, 3 orang yang tiap minggu pingsan, guru pada marah-marah ke kelas kita, nilai pada jelek2, lomba apapun gak pernah menang, dan pokoknya kelas x adalah kelas paling berkesan tapiiiiii gak berkembang haha. Keren sih aku bisa bertahan jadi salah satu dari mereka. 

Tapi, aku tetap keren karena bisa aktif di nasyid, bahkan pernah ikut lomba di tv! Dengan modal prestasi menang nasyid di Bogor2 aja wkwkw. Tapi, keren sih, di sini aku mulai berani lagi untuk.tampil, setelah sekian lama kayaknya agak terhambat dan culture shock. Oiya, aku juga jadi 10 besar di kelas X waktu itu. 

Sayangnya, prestasi terakhir gak bertahan sampai kelas XI. Aku bahkan malah jadi 10 orang terburuk prestasi eksaknya. Nilaiku anjlok, pertemananku sempit, prestasiku terhimpit. Alias, aku jadi useless banget waktu itu. Tapi, aku belajar banyak di sini. Aku jadi composer lagu, jadi pemandu paduan suara di kelas, yang kasih konsep untuk resital seni budaya, daaann tetap berkarya di nasyid. 

Ya, aku mulai paham bahwa passionku memang di luar eksak. Aku suka menulis, suka menggambar, suka organisasi, suka bernyanyi, suka mengulik lagu dan suka hal baru apalagi tentang kreativitas. Bagiku saat itu, eksak bukan lagi menjadi prioritasku. Dan aku bangga dengan apa yang aku tekuni hingga sekarang. 

Aku juga suka bahasa Indonesia, itu menjadi buktiku bisa dapat nilai besar saat UN. Aku juga bangga deh bisa masuk kuliah jurusan IPS hanya dengan rapot anak IPA hahaha. Tentu gak ada yang kebetulan, semuanya sudah diatur Allah sedemikian rupa.

Aaaah kalau diingat-ingat, kayaknya masih banyak deh yang belum diceritakan di sini. Tapi, aku senang karena ternyata aku bisa berkembang pesat sejauh ini. Bahkan yang orang lain gak tau, aku sempat jatuh sejatuh-jatuhnya, dan seperti me-reset diriku sendiri waktu itu. Hingga sekarang, proses bangkit itu masih dilakukan. 

Yaa... begitulah. Ternyata lebih sulit mempertahankan daripada mendapatkan. Sampai sekarang suka ngerasa malu dengan Aca yang dulu yang begitu percaya diri, berprestasi, suka tantangan dan ambisi, serta gak pernah takut mengambil suatu tindakan yang berisiko. Lihatlah Aca yang sekarang, udah beda sekali. 

Tapi,.aku berharap Aca yang saat ini juga merupakan hasil terbaik dari proses yang pernah dilewati. Yang tentunya, akan selalu berkembang dan kembali ke arah dan jalan yang lebih baik lagi. Semangat ya. Buat kalian juga yang lagi evaluasi diri. 

Seberapa sering kamu mengapresiasi dan evaluasi?
Unsplash/@ilhamakfa


Hai, aku mau cerita deh tentang seseorang. Ya, gak perlu disebut nama lah, ya. Aku cuma mau merekam momen aja sih dan bisa jadi pembelajaran pribadi untuk hidup aku. Tapi, besar harapannya dari cerita ini bisa kamu ambil juga hikmahnya dan bisa kita jadikan pembelajaran bareng-bareng ya.

Jadi, ceritanya ada kaitannya sama postingan ini. Beberapa waktu lalu, aku pernah dikenalkan dengan seseorang yang memang sedang mencari 'calon' untuk diajak serius. Dari situ, aku tidak berharap banyak lantaran aku tahu alasan dan kriteria yang diberikan, dan aku bukan termasuk di antaranya. (Kalau gak ngerti, boleh baca postingan sebelumnya dulu hehe)

Intinya saat itu aku tidak terlalu berharap apa-apa karena ya memang gak kenal dan gak suka. Sehingga, saat dikenalkan begitu aku hanya terima untuk berteman di media sosial. Kita saling follow di instagram dan ya sudah, menjadi teman dunia maya saja.

Mulanya tidak ada apa-apa, tidak ada interaksi dan kejadian apapun yang meresahkan. Hingga tiba saatnya, orang tersebut beli buku aku dan muncullah percakapan kecil dan kita mulai saling sapa waktu itu. Ya tapi setelah itu gak ada gimana-gimana lagi sih. Cuma sejujurnya, dari situ aku ceritanya mulai kepoin orangnya.

Aku mulai cari tahu, sering perhatiin instagramnya, pokoknya mulai ada rasa penasaran dan kagum karena ternyata dia suka ikut kajian hehe. Jarang-jarang kan ya ada cowok keren zaman sekarang tapi masih menyempatkan diri untuk kajian. Ini satu nilai plus aja sih yang bikin tertarik.

Nah, sampai suatu hari, aku ceritanya ada di titik nyari tau lagi soal laki-laki itu ke teman yang waktu itu ngenalin. Bukannya dapat kabar terbaru, eh.. Malah dapat 'tamparan' soal penampilan. 

Jadi, ceritanya temanku ini nasihatin aku soal jodoh. Dan intinya, katanya aku jangan fokus nyari jodoh mulu tanpa memperbaiki diri. Dan salah satu yang dia tekankan tentang keempat poin yang harus diperbaiki adalah penampilan. Gatau kenapa, pas dia nasihatin aku soal itu, aku sedikit baper alias bete sih hehe. Kenapa?

Walaupun dia ngomongnya secara general, tapi saat itu kan dia lagi ngomong sama aku, ya. Jadi, aku ngerasanya dia lagi negur aku secara gak langsung tentang penampilan wkwk. Waktu dia ngomongin itu, aku langsung berkaca: "Ya Allah, emang aku sejelek itu ya?" sedih banget waktu itu. Sampai nanya-nanya ke temanku yang lain tentang penampilanku selama ini. Kali aja aku memang terlalu cuek dan jelek, sampai gak pantes buat "mengharapkan seseorang".

Ditambah lagi, momennya gak pas sih kayaknya. Soalnya waktu interaksi sama temanku itu, aku kan berharap bisa dapat kabar sesuatu ya tentang seseorang. Eh, bukannya dapat kabar baik, malah justru dikasih omongan lain. Ya, wajar aja sih bete. Apa yang diharapkan gak sesuai realitas.

Nah, pokoknya, dari situ aku ceritanya gak berharap lagi sama lelaki yang dikenalkan itu. Aku pikir, mungkin dia itu memang bukan mencari tipe seperti aku, yang cuek, penampilan apa adanya, hidup sederhana, make up pun enggak, dan juga bukan seorang dokter hewan yang bisa bantu membesarkan perusahaannya. 

Ya, saat itu insecure-ku kambuh. Benar-benar merasa tak pantas dan gak bisa apa-apa. Payah banget deh waktu itu.

Tapi, aku berusaha ikhlas. Sebab, aku yakin meskipun dia bukan yang Allah takdirkan untuk aku, Allah pasti sudah menyiapkan penggantinya suatu saat nanti, yang mampu menerima aku apa adanya, mau melihat kelebihanku tetapi juga menerima kekuranganku, serta bisa tumbuh bersama meski mungkin profesinya gak sama dan gak sejalan.

Lambat laun, aku mulai paham apa yang Allah maksudkan, bahwa sebenarnya ketika kita salah menaruh harap, Allah akan kasih 'pelajaran' untuk menjadi bukti "iniloh maksudnya kenapa kamu gak boleh berharap". Kok bisa aku mikir gini?

Hahaha, lucu ceritanya. Jadi, hari ini Bang Hawa dan Kak Dena datang ke kantor seperti biasa: kajian rutin mingguan. Nah, di akhir kajian kita bercerita gitu. Dan entah kenapa, Bang Hawa tiba-tiba cerita soal pertemuannya dia dengan seorang laki-laki, yang lain dan tak bukan adalah si lelaki yang dikenalin ke aku.

GILS! Dunia sempit banget, 'kan? Gimana ceritanya bisa kenal? Ternyata si lelaki ini sering ketemu di masjid sama Bang Hawa. Lalu, kenalan lah mereka sampai akhirnya ada percakapan yang 'menyangkut namaku'. 

Di situlah Bang Hawa nanya, "Ca, kamu kenal yang namanya ****?"

Sontak, ketika namanya disebut, aku kaget. Gak cuma aku, semua teman kantorku kaget juga karena mereka sedikit tahu soal kisahku ini. Dan, entah kenapa, tiba-tiba...

"Dia mau nikah kan ya sama dokter hewan?" tanya Bang Hawa. Aku terdiam sejenak. Lalu, pura-pura mengetahui, dan bilang "Kayaknya emang iya."

Lucu, padahal aku juga baru tahu hari ini. Karena sejauh ini aku gak cari tahu lagi tentang lelaki itu. Dalam hati juga aku bilang, "Oh, mungkin dia jadi ya menikah sama seorang dokter hewan." Agak sakit dengar kabarnya, walaupun gak tau ya itu beneran kabar terbaru atau bukan.

Tapi, entah kenapa dari cerita Bang Hawa hari ini seakan mengingatkanku bahwa dia memang sudah punya pilihannya. Itulah kenapa mungkin gak ada kabar lagi soal dia, bahkan gak ada lagi ketertarikannya untuk kenal lebih jauh dengan aku. 

Gapapa, aku ikhlas. Memang ini teguran bagiku tentang berharap yang tidak pada tempatnya. Allah langsung yang kasih tau kabarnya gimana setelah aku memutuskan gak mau cari tau lagi. Allah Maha Baik. Semoga aja pilihannya memang yang terbaik dan kelak aku juga bertemu dengan seseorang terbaik pilihan Allah. 

Aamiin.

Jadi, apa pelajaran dari cerita yang panjang ini/? wkwk kayaknya masih gak ada, ya?



Malam ini, izinkan aku cerita soal satu minggu kemarin menjelang akhir September. Kenapa nulis ini? Karena sebenernya pengen cerita tapi gak tau sama siapa. Belum nemu orang yang pas dan mau denger ceritaku setiap hari. Akhirnya ngerasa numpuk dan gak bisa dikeluarin selain nulis di blog ini. 

Ya, lagi-lagi akan terlihat seperti catatan harian. Tapi, semoga tulisan kali ini juga bisa diambil hikmahnya, walaupun sedikit. 

Beberapa hari terakhir kemarin, aku dikagetkan dengan kabar mama yang memburuk. Waktu itu memang keluargaku sedang banyak yang sakit: batuk, pilek, demam, yaa... sebagaimana menurunnya kesehatan yang lain juga sih. Emang lagi rame juga musim sakit ini karena cuaca yang pancaroba.

Pada Selasa siang, mama mengunggah status tiba di rumah sakit. Sontak aku terkejut dan bertanya. Rupanya, sakit yang mama idap (re: asma) sepertinya sedang kambuh karena terpicu batuknya belakangan ini. Fyi, mama memang pernah punya riwayat sakit TB atau masalah dalam paru-parunya. Jadi, memang seringkali batuk. Mama juga pernah didiagnosis asma karena sering sesak di dada kalau kecapaian. Nah, ceritanya hari itu semuanya kambuh bersamaan.

Melihat kondisi yang semakin drop, mama harus dirawat. Dan, lagi-lagi aku yang harus menjaganya karena kedua saudara laki-lakiku sedang di luar kota, kakak perempuanku yang sudah berkeluarga pun sedang tak enak badan beserta kedua anaknya. Papa juga, batuk-batuk terus di rumah. Dari berbagai kemungkinan, hanya aku yang masih lebih sehat daripada semuanya. 

Akhirnya, beberapa hari itu aku kerja, lalu langsung menuju rumah sakit untuk menginap menemani mama. Begitu kurang lebih selama 4 hari 3 malam. Bahkan, aku sempat izin kerja karena mama gak ada yang jagain di siang harinya (karena papa kerja juga). 

Awalnya oke, anggaplah ini ujian dan Allah lagi kasih aku ladang pahala buat berbakti sama orang tua: nemenin mama di rumah sakit, rapikan rumah karena gak ada orang, tidur di lantai selama di RS, aahh nikmat rasanya kalau dibayangkan. Bahkan, beberapa kali aku pulang kerja dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan di jalanan. 

Tapi, qadarullah, selama aku di rumah sakit ternyata aku mendapatkan kejutan dan rezeki dari Allah melalui orang-orang baik. Aku dapat banyak sekali doa buat mama. Tak hanya itu, beberapa orang baik ngirim makanan selama 3 malam berturut-turut padahal aku gak ngerasa sebegitu dekatnya sama orang-orang ini. 

Jadi, ada beberapa orang yang kurasa kita cuma komunikasi via instagram. Ya, teman satu sekolah sih, tapi beda angkatan dan beda kesibukan. Tapi ma shaAllah orang ini emang belakangan pernah bales story dan sharing sesuatu. Jadi, kita cukup dekat karena suatu pembahasan aja. Eh, ma shaAllahnya lagi dia ngirim makanan terus untuk mama itu.

Sebelumnya, aku mau berterima kasih yaa sama orang-orang baik atas doa dan kirimannya. Aku bersyukur selalu Allah dekatkan sama orang-orang sholih dan baik. MashaaAllah Tabaarakallah.

Ya, itulah kenikmatan yang Allah kasih belakangan ini. Ujung-ujungnya, sekarang aku yang gak enak badan karena baru kerasa nih energi yang kemarin dikeluarkan ternyata belum sepenuhnya tergantikan. Alhasil, kemarin dan hari ini agendaku di rumah hanya istirahat, walaupun sebenarnya belum bisa sepenuhnya istirahat sih karena ada dua ponakan yang lagi aktif-aktifnya. Berisik dan banyak tingkah 🙃

Jujur, aku bete sih hari ini dengan berbagai faktor. Mungkin karena capek juga ya belakangan ini banyak pikiran dan lelah fisik. Pengen deh punya temen cerita dan sharing-sharing lagi. Tiba-tiba kangen sama teman-teman, kangen punya doi wkwk tapi gak mau pacaran... gimana dong ya. Random deh. 

Curhat di twitter malah dianggap alay kayaknya. Jadi malu, tapi kesel. Aku sensitif sih kayanya karena mau datang bulan kali ya hahaha. Yaudahlah, sampai sini aja ceritanya. Semoga ada yang bisa diambil ya hikmahnya. Eh tapi kayanya gak ada sih wkwk maaf ya 😆


Suatu hari, aku berbincang dengan salah seorang teman lama. Obrolan kamu cukup panjang dan tak kenal waktu karena sudah lama tidak bertemu. Jadi, begitu banyak topik yang kami bicarakan pada saat itu.

Kemudian, ujung-ujungnya kami saling bertanya satu sama lain: "gimana soal jodoh?" 

Hahaha. Pertanyaan yang belum ada jawabannya sampai detik itu. Tapi, inilah topik yang sangat related dibicarakan oleh orang seumuran kami. Rasanya seru aja sih ngomongin jodoh walaupun gak tau siapa yang diomongin. 

Dari percakapan itu, tiba-tiba temanku itu menawarkanku untuk kenalan dengan seseorang. Awalnya sih aku terbuka saja akan sebuah pertemanan, gak mikirin nanti ujungnya bakal gimana. Yang penting buka aja relasi seluas-luasnya. Jadi, ketika tawaran itu muncul, aku langsung jawab "boleh".

Sejak saat itu, gak lama kemudian seseoang itu mengikutiku di instagram. Melihat notifnya, aku langsung mengikutinya balik. Di sanalah rasa penasaranku muncul dan mulai mencari tahu tentangnya. 

Sejujurnya, aku tidak berharap apa-apa. Hanya saja ingin tahu orangnya seperti apa. Yaa, cuma sekadar kepo sih. 

Temanku ini tadinya memang menawarkan kenalan atas dasar ingin mentaarufkan. Gak serius sih, ngomongnya masih basa basi aja waktu itu. Sampai suatu hari aku tahu satu fakta lain tentang lelaku itu. Apa? Ternyata dia maunya sama dokter hewan. 

Mendengar kabar itu, ada beberapa hal yang aku rasakan. 

Pertama, aku ngerasa mewajarkan itu, karena orang yang dikenalkan padaku itu adalah seorang yang bekerja di dunia hewan. Pantas saja dia butuh aeorang dokter hewan untuk melengkapi hidupnya nanti. Sah sah saja seseorang jika punya kriteria tertentu dalam mencari pasangan hidup. 

Kedua, tapi karena pernyataan itu, sejujurnya aku jadi sedih dan insecure. Terlebih ngerasa "Yah, gue bukan dokter hewan." Ya, padahal gak berharap sih waktu itu. Kenal aja baru. Tapi, gak tau kenapa aku langsung berkaca diri.

Yah, aku cuma lulusan jurnalis.
Ya, aku cuma lulusan D3. 
Yah, aku mah sederhana. 

Pernyataan terakhir sih yang bikin insecure juga. Seseorang ini adalah orang terpandang yang punya jabatan, 'orang punya', dan baru hijrah in shaa Allah. Rasanya ngerasa gak pantes dengan aku yang butiran debu ini wkwk.

Tapi, di satu sisi, aku merasa bahwa gak salah kok dia punya selera atau kriteria tertentu. Tapi, aku juga gak salah ketika kondisiku seperti ini. Aku gak seharusnya insecure dengan apa yang aku punya dan dengan apa yanh dia punya. 

Kalau memang jodoh, pasti Allah dekatkan dan mudahkan. Toh, latar belakang memang penting, tapi bukan hal utama yang harus dipikirkan sedemikian rumit. Kalau memang jodoh, seharusnya bisa saling menerima lebih dan kurangnya, sih.

Kalau memang nyatanya bukan jodoh, gapapa. Ikhlaskan saja. Memang kadang apa yang kita rencanakan kan gak sesuai dengan realitasnya. Bisa jadi, yang terbaik untuknya memang seorang dokter hewan. Tapi, bisa jadi bukan juga. Bukan dokter hewan, dan bukan aku. 

Begitulah nyatanya sebuah takdir. Gak ada yang tau. Intinya sih gak perlu banyak berharap yang aneh-aneh. Semoga Allah mudahkan jalan bertemu jodohnya masing-masing ya. Aamiin. 

Dahlah, mau cerita itu aja hihi


Bismillah, kali ini aku mau cerita sedikit tentang keseruan hari ini. Jadi, nama acaranya adalah Amazing Muharram 11 yang diadakan oleh Cinta Quran Foundation. Pertama ngeliat informasi acara ini di instagram, sebenarnya udah tertarik banget. Tapi sayang, kondisi keuangan tidak memungkinkan karena tiket yang dijual pun harganya lumayan hehe. 

Tapi, qadarullah, dapat tawaran tiket gratis dari komunitas yang aku ikuti. Dan ma shaa Allahnya aku dan ketiga temanku akhirnya mengiyakan untuk datang ke sana. 

Beberapa hal yang patut kusyukuri hari ini ada baaaanyak. 

Pertama, aku bersyukur karena akhirnya bisa bawa motor ke Sentul Interantional Convention Center (SICC) yang jaraknya dari rumah lumayan jauh. Sejujurnya aku jarang banget bawa motor jauh karena emang gak dibolehin dan jadi kebiasaan takut dan khawatir. Tapi, seru juga ternyata bisa bawa motor sejauh itu hehehe alhamdulillah. 

Kedua, ketika pasrah gak bisa nonton, ikhlas aja udah sama Allah. Ehhhh malah Allah kasih tiket gratis. Baik banget Allah tuh. 

Ketiga, ketemu teman baru. Di sini kita diajak untuk kenalan juga sama orang baru dari berbagai kalangan, berbagai kota, pun berbagai latar belakang. 

Keempat, acara ini menyuguhkan materi-materi tentang hijrah yang isinya daging semua! Ya, gimana gak keren, pembicaranya juga ma shaa Allah banget. Aku seneng banget deh kalo acara2 kayak gini, jadi bisa nulis resume kajian banyakkkk. 

Kelima, ketemu temen lama. Ini salah satu bonusnya. Aku ketemu beberapa temen MAN; ada yang jadi peserta, jadi panitia, bahkan jadi bintang tamunya. Kereeen! Seneng melihat temen lama yang ternyata makin sukses dan luar biasa.

Aaaah rasanya masih banyak sih keseruan hari ini. Tapi, aku ngantuk dan pegel banget karena acara ini menguras waktu dan energi dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore tadi sampe rumah eheh.

Intinya:
Jangan pernah bosan untuk belajar.
Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu akhirat. 
Perbanyak circle orang2 baik.
Sering-seringlah datang ke majelis ilmu.

Semangaat


Kata orang, sebelum kita akhirnya memutuskan untuk menerima orang lain dalam kehidupan kita, salah satu PR utama yang harus kita lakukan adalah merapikan diri. Jangankan menerimanya, bertemunya dalam waktu singkat juga perlu persiapa, bukan?

Kalau secara yang dzahir, mungkin kita perlu terlihat maksimal dengan senyum yang menawan, tubuh yang bersih dan wangi, pakaian yang terbaik, dsb. Begitupun dengan segala sesuatu yang tidak dzahir (tidak terlihat), tentu banyak hal yang harus kita benahi juga; seperti persiapan, mental, dan juga hati.

Aku menyadari bahwa persiapanku selama ini sudah cukup panjang. Aku memulainya sejak masih di bangku sekolah. Sempat terjatuh dalam lubang hitam membuatku banyak belajar untuk bangkit kembali kepada jalan Allah. Sebab, yang membuat kita sulit bukanlah bagaimana kita berada di jalan-Nya, tetapi bagaimana istiqomah selalu di sana.

Jika bagiku persiapan itu sudah cukup lama, mungkin bagi Allah semua belumlah cukup. Kata siap tentu gak akan bisa kita dapat sampai kapanpun. Tetapi, kita semua harus yakin bahwa akan ada titik di mana persiapan itu terasa siap, meski sebenarnya tidak benar-benar siap.

Tapi kalau dipikir-pikir, persiapanku tidak ada apa-apanya. Aku masih saja santai dan pasrah. Sementara, orang lain sudah melesat jauh di depan sana, meski usahanya dalam merapikan diri nyatanya tak terlihat di permukaan bumi. Betapa hebatnya mereka yang bisa menyembunyikan prosesnya, tetapi tidak berhenti berusaha menuju ke arah yang baik.

Usia-usia sepertiku kini adalah saat yang ramai dengan kisah percintaan remaja menuju dewasa: lamaran, tunangan, bahkan ada yang sudah punya anak. Kalau menilik kepada diriku sendiri, heeeyy.... Rasanya masih sangat jauh daripada itu. Aku bahkan gak tau bagaimana caranya menemukan kenalan lawan jenis yang baru, setelah sekian lama tidak pernah lagi punya teman lawan jenis.

Aku sempat meragu, bahwa sepertinya aku tidak bisa menggapai mimpiku untuk menikah di usia muda. Tapi, aku punya Allah yang serbai bisa. Kun fayakun. Aku percaya apa yang gak kita percaya pun bisa terjadi atas izin Allah. Aku cuma berharap waktu itu adalah waktu yang tepat ketika nanti aku bisa bertemu dengan pujaan hatiku.

Ya, tugas kita hanyalah merapikan diri terus menerus. Gak usah ngerasa cukup. Karena dalam belajar dan berproses, kita tidak kenal kalimat itu. Allah pasti tahu bagaimana usaha kita selama ini, sehingga yakinlah bahwa suatu saat nanti akan ada balasan dari buah kesabaran yang selama ini kita tanam.

Jazakumullah khair. Semoga celotehan ini bermanfaat walaupun dikit.

Aamiin.



Hai, selamat datang lagi di curhatan aku tentang seseorang yang namanya ada di judul wkwk. Maaf kalau lebay, tapi seneng aja deh ketika ada sesuatu yang aku rasain ini bisa dapat insight luar biasa dari Allah ke pikiran aku. Jadi, rasanya sayang kalau gak aku luapin dan sharing ke kalian yang baca postingan ini. 

Berkaitan dengan Boim—nama panggilan orang di judul ini—mungkin gak tau juga sampai kapan mau ceritain tentang dia. Kalau postingan ini udah sampai part 5, artinya udah akut banget sih ini ngefansnya wkwk. Kayak for the first time aja sih ngefans sama orang sampai segininya. Biasanya b aja. 

Tapi jujur, kalau kalian baca soal cerita yang keempat atau ketiga gitu, aku udah mulai biasa aja sebenernya sama Boim. Gak sampe ngikutin lagi kesehariannya, gak sampe bener2 cari perhatian lagi ke dia sesering dulu, pokoknya ya udah b aja. Tapi, cerita kali ini bikin perasaan aku menggebu2 lagi karena ada acara Islamic Book Fair 2022 di Jakarta Convention Center, yang mana salah satu harinya tuh Boim dateng ke sana. 

Singkat cerita, aku ini sekarang kerja di sebuah clothing brand milik Dena Haura. Nah, mau gak mau kan aku jadi sedikit tau ya tentang kehidupan selebgram. Dan di sinilah aku mulai tau, kalau Bang Hawariyyun (suaminya Dena Haura) kenal nih sama Boim. Ya, temen kenal temen gitu lah. Tapi, aku juga b aja sih pas denger kabar ini. Belum ngerasa gimana-gimana. 

Pokoknya habis itu, datanglah nih kabar Islamic Book Fair (IBF) bakal hadir lagi di Jakarta dan brand tempatku kerja ini bakal buka booth di sana. Kepo dong akhirnya bakal ada apa aja. Aku jadi nyari tahu gitu, eh pas di tengah-tengah kekepoanku, aku dapat info dari story instagramnya bahwa Boim juga bakal dateng di hari kedua IBF. Seneng gak tuhhhh?

Dari situ heboh deh, aku mulai cerita ke teman kantor dan berharap bisa dateng ke IBF di hari yang sama. Karena beberapa hari belakangan itu diomongin terus, ya balik deh tuh rasa kagumnya lagi ke boim. Wkwk. Berharap ketemu lah, berharap di notice lah, berharap ini dan itu pokoknya. Tapi, Qadarullah, emang di hari kedatangan Boim itu masih bertepatan sama hari kerja, jadi aku dan temen2 kantor tetep gabisa dateng. Yaudah deh, akhirnya aku cuma bisa halu-haluan.

Kebetulannya lagi, hari itu juga kita lagi sharing session di kantor sama Kak Dena dan Bang Hawa. Eh, kabar itu kedengeran deh sampe mereka. Wkwkwk. Alias, sepasang suami istri itu jadi tau kalau aku ngefans sama boim. Tapi, tau gak apa yang mereka katakan ke aku?

Bang hawa, "Jangan ngefans sama manusia, nanti kecewa." 
Kak Dena, "Iya, aku aja gak ngefans sama bang hawa eh tiba-tiba jodoh." 

Wkwk, lucu sih dengernya. Tapi pas dipikir-pikir, ternyata deep banget. Aku jadi mikir, "Iya ya, kenapa sih aku sebegininya banget? Padahal Boimnya aja belum tentu peduli sama aku. Kenal juga enggak." Seketika aku sedih dengernya, tapi tertampar juga karena omongan Kak Dena dan Bang Hawa memang benar. 

Dari situ aku coba ikhlas. Kayak gak mau berlebihan lagi. Yaa... kayak tersadarkan gitu lah. Padahal ya emang sebelumnya aku udah mulai biasa lagi sama Boim, tiba-tiba aja begini lagi dan lebay lagi. Hehe.

Eh, Qadarullah, sorenya nih aku dapat kabar dari Kak Dena tentang Boim. Jadi, di hari Kamis itu ada salah satu orang yang jaga stand kita di IBF, ngejar-ngejar Boim dan foto bareng. Kak Dena sampai ngirim fotonya ke grup wkwkw. Sediiiiih banget asli pas liat. Aku refleks komen, "Yah, hari Sabtu gak bisa dateng lagi apa Boimnya?" Ya, ceritanya hari Sabtunya aku berencana ke IBF. 

Tanpa diduga, kak Dena tiba-tiba bilang dengan jawaban yang cukup mengagetkan. "Sabar ya, Ca. Gapapa, kan ada marwah yang harus kita jaga."

Yash, aku gak bisa berkutik pas baca komenan kak Dena. Bener sih. Bener banget. Aku udah tau bahwa seorang perempuan itu punya harga diri untuk dijaga. Ya mungkin sewajarnya aja gitu kalau ngefans, jangan sampe lebay mau minta foto atau apalah. Dan dari ucapan kak dena itu aku mulai sadar lagi. Hahaha. Ditampar berkali-kali gak tuh. Btw, makasih kak dena dan bang hawa! 

Entah ya apa yang Allah rencanain buat aku. Tapi, dengan ngefans sama Boim ini Allah seakan jaga aku biar gak berlebihan. Waktu itu aku dikasih insight keren banget lewat mimpi (ada di part 1 ceritanya). Terus, aku juga pernah dinotice Boim tapi dalam keadaan udah biasa aja, dan sekarang pas ngefans lagi dan berharap ini itu, aku dikasih peringatan langsung lewat dua orang yang udah kenal Boim. 

Aku ngerasa bersyukur sih, alhamdulillah. Allah tuh kayak kasih aku batasan tersendiri dalam melakukan sesuatu. Tapi, Allah juga gak meninggalkan harapan aku gitu aja. 

Bayangin ya, ketika dapet screenshootan oranglain foto sama Boim tuh rasanya nyesek. Tapi, besoknya entah kenapa Boim tuh ngefollow brand kak Dena ini yang mana akunnya juga dipegang aku. Jadi kayak noticenya masuk ke aku juga. Ini kayak dinotice secara gak langsung wkwkwkwk. Seneng banget pas liat notif ini, berasa aku yang difollow padahal bukan hahaa. Ni, fotonya di DP postingan ini ya. 

Dari cerita ini aku kayak dibuat sedih seketika, tapi diingetin lagi sama perkataan orang lain, ditegur secara gak langsung, tapi juga Allah hibur dengan notifikasi ini. Allah tuh seakan bilang ke aku, "Oke, kamu boleh ngefans kok. Ni, buktinya Aku kasih. Tapi, ya inget, gak boleh berlebihan, gak boleh berharap sama manusia, berharapnya sama Aku aja." Itu husnudzonnya aku ke Allah. 

Gatau ya ini baik apa enggak. Tapi pemikiran semacam ini yang selalu menghibur aku dan bikin aku lebih bersyukur, sih. Allah tuh ternyata baik banget. Banget. Banget. MasyaAllah tabaarakallah. 
____________

Dear, Boim.
Terima kasih sudah jadi inspirasi aku selama ini. Kalau ditanya kenapa suka sama Boim, bingung sih jawabnya apa. Aku juga gak tau kenapa spesifiknya bisa suka sama orang kayak Boim. Wkwkw. Aku juga gak tau ini perasaan kagum atau emang suka beneran. Tapi, ya aneh juga sih kalau suka beneran sama orang yang kenal sama aku aja enggak. Hehehe.

Tapi, aku minta maaf ya karena selama ngefans ini aku sering cari perhatian di DM ig atau twitter. Ya, namanya juga suka. Walaupun gak mungkin ya kayaknya kita buat saling kenal. Tapi, dinotice beberapa kali sama kamu aja udah Alhamdulillah. Makasih loh. 

Doain ya, biar perasaan ini bisa berkurang. Wkwk. Biar gak ganggu kamu lagi, biar gak rese lagi, biar gak bikin ilfeel lagi mungkin. Malu sih sebenernya kalau inget apa aja yang pernah diucapin demi dapet notice dari Boim. Namanya juga proses, orang juga pasti beda-beda kan ya dari waktu ke waktu hehe. Maaf kalau selama ini berlebihan. 

Berharapnya sih semoga selalu ada kebaikan di setiap apa yang kita lakukan. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dalam berdakwah, berkarya, berkarier, berkegiatan, atau berencana lainnya. Semoga dapat istri yang baik ya, biar aku gak sakit hati liatnya hahaha. 

Dah deh, itu aja yang mau ceritain. Semoga ada hal baik yang bisa diambil, ya! Byeeee~


Bismillah,

Malam Minggu ini alhamdulillah bisa rehat sejenak dari aktivitas apapun. Maklum, agak culture shock pas udah kerja. Padahal belum sebulan begini hehe. Sebenarnya malam ini galau sih dan bosen aja gatau kenapa, yaudah deh akhirnya aku mau cerita aja di sini.

Bicara soal kerjaan, aku mau cerita dikit ya. Kalau gamau baca gapapa, skip aja hehe. 

Tau gak sih, ternyata Allah tuh baik banget. Pernah denger gak ungkapan ini:
"Andai kita tau takdir apa yang Allah siapkan untuk kita, pasti kita gak bisa berhenti menangis karena terharua dengan takdir terbaik-Nya."

Ungkapannya gak persis kayak gitu sih, tapi intinya gitu kira-kira. Dan gak tau kenapa, aku percaya sama ungkapan itu. Apalagi pas sehabis kerja ini kali ya. Jadi mulai terbuka gitu satu per satu. 

Dulu, aku selalu bilang sama diriku sendiri tentang beberapa poin ini.

Pertama, aku ingin sekali dapat pekerjaan yang menyenangkan, sehingga aku bisa bahagia ketika bekerja. Pekerjaannya bisa kulakukan, tapi bebannya tidak terasa beban. Dulu mungkin harapan ini cuma terbesit tiba-tiba tanpa diaamiinkan kembali. Tapi nyatanya, Allah kabulkan ini kepada aku.

Kedua, dulu aku pengen banget bisa kerja yang kayak orang-orang kantoran. Pergi pagi, pulang sore, punya kantor sendiri. Tapi, di satu sisi juga aku tidak mau terlalu terikat dengan kerjaan itu. Soalnya  aku sadar diri kalau aku orangnya gak suka yang terlalu serius atau dikekang peraturan, tapi juga gak yang se-fleksibel itu juga sih. Daaaan, tau gak sih, hal itu sekarang dikabulin juga. Aku punya kantor, kerjanya office houra jam 8-17, tapi suasananya homey banget. Bener-bener seperti apa yang pernah kuminta.

Ketiga, aku pengen banget bisa bekerja yang punya rutinitas laptopan, karena aku juga bukan tipe yang bekerja lapangan. Maklum, aku kayaknya lebih ke anak rumahan yang jarang jalan-jalan. Jadi, kerjaan akan lebih efektif kalau dikerjain di tempat ternyaman: rumah. Tapi, di satu sisi aku juga orangnya bosenan. Rutinitas yang aku pengen juga diselingi sama aktivitas di luar zona nyaman. And then, sekarang aku merasakan itu juga. Aku terbiasa kerja depan laptop, tapi sesekali ada agenda di luar untuk kegiatan photoshoot produk. Luar biasa, sih. MasyaAllah. Jadi aku gak bosen2 amat. 

Keempat, aku pengen kerjanya nyaman gak ada cowoknya. Maklum, gak tau kenapa setelah ada satu kejadian di dalam hidupku, cowok seperti sesuatu yang asing lagi. Apalagi kalau harus setiap hari bertemu. Canggung rasanya kerja kalau ada cowoknya. Dulu, kukira ini gak mungkin ada. Ya... mana ada sih perusahaan yang gak ada cowoknya, pasti ada. Tapi, ternyata Allah kabulin juga. Aku bekerja di tempat yang memang gak ada cowoknya. MasyaAllah gak tuh. 

Kelima, aku pengen deh kerja yang gak cuma mentingin urusan dunia, tapi juga peduli tentang akhiratnya. Bagiku, bekerja itu hanyalah alat mencari ridho Allah, jadi urusan keuntungan dan uang itu hal belakangan. Dulu, mencari tempat kerja yang seperti itu rasanua gak mungkin. Kebanyakan sekarang pada berpandangan bahwa yang namanya bisnis tetaplah bisnis, yaitu untuk mencari keuntungan materi. Tapi, ternyata ada loh perusahaan yang visinya sama seperti aku, dan aku menemukannya sekarang. Seneng banget. Apalagi di sini difasilitasi untuk beribadah dan ikut kajian gitu, biar bekal ilmunya gak cuma dunia aja. MasyaAllah tabaarakallah. 

Sebenernya kayaknya masih banyak sih hal-hal yang lupa aku syukuri. Tapi masyaAllahnya, saking banyaknya nikmat, aku jadi lupa nikmat apa aja yang belum kusyukuri. Ternyata sebanyak itu. Allah tuh bakal kabulin kok apa apa yang baik untuk kita. Dan tugas kita sebenernya tinggal mau percaya atau engga, mau berusaha atau engga, mau berdoa atau engga. Itu aja. 

Dan masyaAllah deh pokoknya. Kerja selama 3 minggu ini sungguh sangat menakjubkan. Banyak hal baru yang kupelajari. Pokoknya seru. Semoga Allah mudahkan selalu. Aamiin. 

Makasih yaaa udah mau dengerin curhatan aku. Semoga sih ada hal baik yang bisa diambil ya. Terutama percaya bahwa Allah itu bakal kasih kita banyak kebaikan asal kita tetap berusaha dan tawakal.

Bismillah, kali ini izinin aku cerita satu kabar baik yang mau aku bagikan kepada teman-teman semua. Semoga ada hal baik yang bisa ikut diambil juga ya dari ceritaku kali ini.
Alhamdulillah, setelah melalui proses yang panjang, aku mendapatkan pekerjaan tetap yang insyaAllah sesuai dengan apa yang kubutuhkan dan kuinginkan dari dulu. 

Singkat cerita, selepas lulus dari Politeknik aku memutuskan untuk menambah karya dan portofolioku terlebih dahulu sebelum bisa melamar di tempat terbaik untuk mendapatkan pekerjaan full time. Jadi, sejak 2020, aku memutuskan untuk freelance terlebih dahulu.


Kenapa memilih freelance?

Pertama, aku merasa setelah kuliah selama 3 tahun itu, aku masih sangat terbatas. Masih banya ilmu yang ternyata pada akhirnya belum dirasa cukup untuk menunjang pengetahuanku. Ditambah lagi, menjadi lulusan Diploma Jurnalistik sebenarnya bukan menjadi tujuan utamaku, sehingga aku harus lebih ekstra untuk belajar di luar ilmu jurnalistik yang kudapatkan di kampus.

Setelah melewati proses yang panjang, aku akhirnya memutuskan untuk fokus di dunia kepenulisan. Dari sanalah aku mencari celah untuk berkembang di bidang itu. Mulai dari ikut kegiatan literasi, nulis buku sendiri, hingga ditawari freelance di penerbitan. Bagiku, saat itu waktu yang tepat untuk mempelajari itu semua, dengan basic jurnalistik yang lumayan membantu.

Sempat Merasa Tertinggal

Awalnya, aku merasa tertinggal oleh teman-teman. Sebab, di samping mereka punya passion di bidang Jurnalistik--sementara aku nggak--rasanya iri aja gitu melihat mereka yang sudah bekerja, bisa mendapatkan gaji setiap bulannya, menikmati liputan demi liputan lapangan seperti yang mereka inginkan. 

Aku sempat mendapat image "kok belum kerja?" karena aku memilih untuk freelance, walaupun freelance juga gak rame-rame amat wkwk. Sedih sih, kayaknya banyak yang menyayangkan aku yang gak langsung kerja ini, padahal semenjak kuliah, aku cukup rajin dan stabil dalam mengerjakan tugas dan nilai yang diperoleh.

Sebenarnya, merasa iri? Ada banget. Merasa tertinggal? pasti. Merasa gak berguna? iya. Karena belum bisa ngasih uangke orang tua. Sampai di satu titik, ada seseorang yang terdekat bilang, "Cari kerja sana, daripada gak berguna." Nyeeesss~ Sakit juga digituin wkwk. Tapi, hal itu jadi sebuah pecutan sih untuk aku, yang akhirnya bisa termotivasi untuk semangat cari kerja.

Bekerja Tidak Sama dengan Mencari Nafkah

Sebenernya, semenjak lulus itu, aku gak benar-benar diam menjadi freelancer. Aku menulis, dan aku juga sempat apply beberapa lowongan meskipun jumlahnya gak banyak, bahkan gak sampai 10 wkwk. Kenapa? Sebab, bagiku bekerja tidaklah sama dengan mencari nafkah.

Mungkin banyak orang di luar sana yang bekerja, mendapatkan uang dan kesenangan. Tapi, bagiku sebuah pekerjaan adalah salah satu jalan untuk mencari nafkah, bukan hanya untuk bekerja. Mencari nafkah merupakan bagian daripada ibadah. Sementara ibadah yang khusyuk dan ikhlas, tentu akan bisa berjalan lancar dengan support sistem yang bagus.

Ya, aku milih-milih banget soal pekerjaan. Bukan hanya cari kerja dan gaji besar, tetapi bagiku kenyamanan dalam bekerja adalah yang utama. Dengan perasaan nyaman, kita akan bekerja dengan suka hati. Dengan kenyamanan, kita akan bisa ikhlas mengerjakan sesuatu karena Allah. Dan dengan kenyamanan pula, kita bisa mendapat keberkahan karena tujuan kita bekerja adalah untuk beribadah juga.

Sempat sih, dapet omongan macem-macem dari orang.
"Jangan cari yang macem-macem dulu kalau baru lulus, syukur-syukur bisa dapetin kerjaan dan gaji gede."
"Banyakin pengalaman aja dulu, jadi kerja di mana aja juga oke sih harusnya."
"Kerja apa ajalah yang penting dapet duit."

Ya, mungkin gak salah sih perkataan dari mereka. Tapi, prinsipku berbeda. Balik lagi, bekerja tidak sama dengan mencari nafkah. Dan aku ingin bekerja dengan ikhlas, mendapat lingkungan yang nyaman, dan tidak hanya dapat gaji saja, melainkan dapat nilai-nilai kebaikan juga saat bekerja. Jadi, semua orang berhak memilih kan sesuai dengan prinsipnya masing-masing?

Pada akhirnya...

Aku menemukan lowongan pekerjaan ini. Qadarullah, aku bersyukur banget bisa melihat loker ini di instagram. Sesuai dengan foto yang disematkan pada postingan ini, mungkin kalian bisa menebak-nebak aku melamar kerja di mana. Jelas-jelas di sana ada sosok Dena Haura yang menjadi salah satu tokoh inspiratif dalam hidupku, hihi.

Tapi, aku gak mau meng-highlight ke yang punya brand atau brandnya. Bagiku, sebenarnya kerjanya di mana aja sih ASALKAN..... Aku mendapatkan lingkungan yang bisa membuat aku berkembang, gak cuma di dunia tapi juga di akhirat.

Dan masyaAllah, Aku ngerasa apabila sebuah tempat atau perusahaan dikepalai oleh orang yang udah 'ngaji', insyaAllah sistem bekerjanya gak akan melenceng daripada apa yang Islam ajarkan. Meskipun itu gak menjamin, sih. Tapi, ya, husnudzon aja sih aku hihi. Bismillah, semoga pekerjaan ini cocok dan tempat ini menjadi jawaban atas doa-doa yang aku harapkan. Aamiin.

--------------------------------------------

Jadi, gak perlu takut gais kalau punya prinsip yang baik. Lagian, omongan orang tuh kadang datang cuma bantu kita buat mikir kok, bukan untuk diikutin wkwk. Awalnya sih aku hampir termakan omongan orang, pengen kerja apa aja yang penting dapet uang.

Tapi, percuma kan kalau kerja tapi gak berkah?
Percuma kan kalau kerja tapi kita gak nyaman sama pekerjaannya?
Percuma kan kalau kerja tapi kita gak berkembang secara pengetahuan atau keruhanian?

Kalau ada yang gak sama dengan pemikiranku, ya gapapa hehe. Kita mungkin beda prinsip aja. Tapi, aku percaya bahwa apapun yang kita niatkan untuk Allah, pasti ada juga jawaban terbaiknya dari Allah.

Semangat, ya!



Ril, beberapa hari lalu, aku menginjakkan kaki di usia 23. Dan seharusnya, 19 hari setelahnya adalah giliran kamu yang menginjakkan kaki di usia yang sama. Ya, kita sama-sama anak 99 yang lahir di bulan Juni. 

Namun, nasib nahas menimpamu di beberapa hari sebelum Juni dimulai. Kamu hanyut dalam derasnya Sungai Aare yang indah, di negara yang cantik, dalam ikhtiarmu mencari tempat untuk melanjutkan sekolah S-2. 

Entah mengapa, kabar itu langsung melebar ke mana-mana. Sampai-sampai, aku yang tak kenal kamu saja langsung mengenali kamu, mencari tahu tentangmu, terus mencari kabar tentang hilangnya dirimu yang cukup mendadak. 

Keadaan hari itu pasti membuat ayah ibumu kacau balau. Aku melihat banyak berita yang memperlihatkan mereka mencarimu dengan keras, menyusuri sungai Aare dengan tangan dan kaki mereka sendiri, menangisimu di pinggir sungai seraya berharap kamu kembali, Ril.

Perjuangan mereka terekam jelas pada video, foto, dan berita yang beredar. Banyak dari kami--dan aku juga--belajar banyak dari kasih sayang dan cinta seorang Ridwan Kamil dan Atalia Praratya sebagai orang tuamu yang mendidikmu luar biasa.

Mereka hebat, ya, Ril? Betapa kerennya mereka mendidik kamu, mempersiapkan kamu menjadi anak yang sholih, dan bisa mengambil hati banyak orang atas kerendahan hati kamu yang bahkan gak pernah lihat kamu atau kenal kamu sebelumnya.

Ril, satu hal yang menjadi pertanyaank setelah kabar kehilanganmu: "Ibadah apa sih yang kamu lakukan selama hidup di dunia?"

Aku sampai terheran-heran, banyak sekali yang sayang padamu meski dia tidak mengenal kamu. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia itu berduka dan khawatir ketika kamu menghilang. Ditambah lagi, ketika kedua orang tuamu mengikhlaskanmu bahwa kamu sudah wafat meski jasadmu saat itu belum ditemukan.

Aku, salah satu di antaranya, yang gak kenal kamu, gak pernah ketemu kamu, gak pernah liat-liat juga instagram kamu, tiba-tiba ikut hanyut dan sedih setiap lihat beritamu di sosial media. Aku benar-benar ikut merasakan hancurnya hati orang tua yang ditinggalkan. Aku ikut merasakan menjadi seorang adik yang ditinggalkan kakaknya. Aku juga merasakan menjadi orang-orang terdekat yang ditinggalkan teman terbaiknya.

Setelah kabar itu terus naik di permukaan timeline, satu per satu kebaikanmu terangkat juga, Ril.

Ternyata, semasa hidupmu, kamu sangat mencintai anak yatim dan dhuafa. Kamu sering sedekah sama mereka yang lebih membutuhkan. Kamu sangat dekat dengan orang-orang kecil dan tak pernah menunjukkan sikap sombong meskipun kamu adalah anak dari seorang Gubernur.

Bahkan, mungkin ada hal-hal baik lainnya yang gak pernah orang lain tahu, sehingga Allah memuliakanmu meski kamu telah tiada.

Emmeril Kahn Mumtadz, begitulah nama lengkapmu yang kini sudah menghiasi hati-hati setiap orang. Kamu mengajarkan kami semua untuk terus bersyukur dan selalu berbuat baik. Sebab, sebaik-baiknya usia hidup kita, tentu kebaikan yang akan terus menolongmu di akhir hidupnya.

Kamu, begitu mahir dan cinta akan air. Ternyata, Allah takdirkan pula untuk kembali kepada-Nya melalui apa yang kamu suka--yaitu air. Benar, ya, ternyata kita akan "dimatikan" dalam keadaan apa yang sering kita lakukan.

Ril, masih banyak anak muda di sini yang masih egois memikirkan diri mereka sendiri--untuk kebahagiaan yang mungkin belum tentu tercapai: menikah, bisa jadi kaya, panjang umur, dsb. Padahal, usia tidak menjamin itu semua. Tapi, kamu mengajarkan kami untuk memahami bahwa hidup harus lebih berharga daripada itu, sehingga 22 tahun yang kamu punya begitu menakjubkan bagi kami, Ril.

Kami semua akan selalu mendoakanmu, mengirimkanmu al fatihah setiap habis shalat, dan selalu berharap kematianmu husnul khotimah. Kita semua berdoa, insyaAllah matimu syahid karena Allah tenggelamkanmu, di tengah kondisi perjalananmu dalam ikhtiar menuntut ilmu. InsyaAllah kuburmu akan dilapangkan, ya. Aamiin.

Ril, kemarin, jasadmu ditemukan dan hari ini beritanya ramai lagi. Seketika aku juga tersayat lagi saat membaca kabar-kabar itu. Tapi, aku bersyukur, sebab pada akhirnya keluargamu bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya dan bisa mengistirahatkanmu dengan layak, sehingga mereka bisa mengunjungimu sewaktu-waktu dengan sangat ikhlas.

Sabar, ya, ayahmu sebentar lagi akan menjemputmu ke sana dan membawamu kembali ke Indonesia.

Bismillah, Eril, terima kasih sudah menginspirasi.
Semoga amal ibadahmu diterima di sisi Allah. Semoga keluargamu yang kuat itu menjadi semakin kuat. Semoga kita semua selalu diberikan kebahagiaan dan jalan yang terang hingga akhir hayat, aamiin.

Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un...
Selamat tinggal Eril.


Kalau mengilas balik hidup 23 tahun ke belakang, selalu ada yang bikin senyum dan bersyukur. Ternyata banyak ya hal-hal yang dulu dirasa gak mungkin, akhirnya terlewati sudah. 

Banyak peristiwa yang bikin hampir menyerah, merasa gak kuasa atas kejadian yang menimpa, merasa gak pantas lagi jadi kebanggaan semua orang. Titik terberat dalam hidup juga pernah dilaluin.

Tapi, ketika menyadari bahwa Allah menyimpan kebaikan di balik itu semua, aku mulai belajar bagaimana caranya bersyukur. Aku sadar bahwa apa-apa yang dilalui adalah perjalanan (yang cepat atau lambat) akan terlewati juga. 

Kemudian, terlihatlah seseorang seperti di foto ini. Dengan segala aib yang Allah tutupi beserta tumpukan dosa yang tersembunyi. Semoga Allah jadikan aku—dan juga kamu yang baca—agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

Aamiin yaRabbal'alamin..
Foto: Manos Anastasakis/Flickr

Beberapa waktu belakangan ini, Indonesia ikut berduka atas hilangnya seorang lelaki anak Gubernur yang kita kenal ramah dan bahagianya. Tak perlu kusebut namanya, semua orang pasti tahu. Meski tak semua orang mengenali pribadi beliau dan keluarganya—termasuk aku—tetapi kesedihannya benar-benar menyayat hati pada setiap orang yang membaca beritanya setiap hari, selama seminggu belakangan ini.

Seperti kebanyakan orang bilang, mungkin istilah yatim masih bisa kita sematkan pada mereka yang kehilangan ayah. Piatu juga bisa kita labeli pada seseorang yang kehilangan ibu. Duda juga menjadi istilah bagi mereka yang kehilangan istrinya. Pun disebut janda bagi mereka yang kehilangan suaminya.

Namun, adakah kata yang pantas untuk menggambarkan orang tua yang kehilangan anaknya? Bahkan, sampai saat ini tak ada yang mampu mengistilahkannya. Ya, sebegitu beratnya mendeskripsikan perasaan orang tua yang kehilangan anaknya. Sampai kita sendiri tak pernah tahu harus menyebutnya apa. 

Kesedihan yang mendalam itu seperti yang kita tahu berasal dari sebuah sungai di negara yang sangat indah. Dilintasi mata air dari Gunung Alpen membuat sungai itu bersuhu dingin dan hijau. Beningnya juga sangat memesona, sampai siapapun yang pergi ke sana rasanya tak afdal jika tak memijaknya.

Belajar dari peristiwa itu, kita menyadari bahwa seindah apapun rencana tetap rencana Allah yang terbaik. Meski beraaaat banget pasti bagi keluarga, tetapi yakinlah bahwa kebaikan itu ada pada peristiwa yang terjadi dan Allah takdirkan kepada kita.

Kita juga belajar, bahwa yang indah di luar sana ternyata bisa menjadi sumber kesedihan kita. Maka dari itu, kita tak sepantasnya mendewakan apa-apa saja yang indah, yang membahagiakan, yang membuat kita terlena, dan segala hal yang ada di dunia. 

Lagi-lagi kita diingatkan, bahwa sebaik apapun hal yang Allah titipkan, tetap akan kembali lagi kepada-Nya. Tentu dengan cara dan jalan yang berbeda-beda itu, tetap saja kita harus menyerahkan kembali kepada-Nya. 

YaAllah, meski segala upaya sudah dikerahkan, tetapi tetap kepada-Mu lah segala tawakal dipersembahkan. Kita percaya bahwa Engkau lah yang Maha Tahu atas segala kebaikan. Pulangkanlah kami dalam keadaan baik & lindungilah kami semasa hidup agar bisa selalu berada di jalan-Mu. 

Aamiin.


Suatu hari, aku membuat sebuah pernyataan minta maaf perihal kesalahanku selama setahun belakangan ini. Ya, momen takbiran tepatnya. Aku membuat sebuah story untuk menyampaikan permohonan maaf kepada teman-teman semua dalam rangka membangun pribadi yang lebih baik lagi.

Tak spesifik ditujukan kepada siapa, ternyata banyak juga yang tiba-tiba membalas story tersebut dan mengucapkan permohonan maaf yang serupa. Maklum, momen maaf-maafan ini memang sangat wajar minimal setahun sekali. 

Namun, kagetku, satu di antaranya adalah seseorang yang sudah lama tak pernah menghubungiku. Bisa dibilang, ia teman lama. Pun beberapa kali--kalau kamu jeli--aku sering menceritakannya di blog ini. Memang tak pernah gamblang sih ceritanya. Mungkin banyak juga yang tidak menyadarinya.

Ia adalah seorang teman lama, yang dulu kita sempat merasa dekat sekali, tetapi hubungan itu sempat berhenti karena sebuah kesalahpahaman yang bahkan sampai saat ini masih suka menimbulkan pertanyaan. Entahlah, tiba-tiba ia meminta maaf juga di malam itu.

Harapku, dengan momen itu semua permasalahan yang dulu sempat hadir di tengah-tengah kita sudah selesai. Aku juga merasa dia sudah lebih baik meresponsku. Aku juga ingin bisa dekat lagi dengannya seperti sedia kala.

Beberapa momen selanjutnya, tiba-tiba dia memesan buku keduaku. Sebenarnya, aku cukup bertanya-tanya sih, "Kok dia beli buku aku, ya?" Tapi, aku juga tidak munafik, aku senang ketika dia memesan bukuku. Rasanya seperti dihargai.

Setelah itu, percakapan kita berhenti setelah transaksi buku selesai. Sedih sih, seperti ada satu jalan terang dalam hubungan pertemanan kita, tetapi hal itu seakan masiha da yang menghalanginya. Kita benar-benar bercakap karena ada kepentingan, ia tidak memanjangkan percakapannya pun dengan aku yang merasa takut untuk bisa berlama-lama bercakap dengannya.

Sejujurnya, aku inginnya sih bisa sesimpel dulu; bisa saling cerita, balas story dengan bercanda, berlama-lama bercakap hanya karena balesin jokes yang gak jelas. Hahaha, menyenangkan rasanya saat itu sebelum kecanggungan ini melanda huhu.

Beberapa hari setelahnya, ternyata harapanku tetap terus bersemayam di dalam pikiran. Berharap setiap kubalas story dan mencoba mencairkan suasana, ia kembali menyambutnya. Nyatanya belum demikian, bahkan beberapa kali pun tidak ia jawab entah sengaja atau tidak.

Pun suatu ketika, ia menyanyikan 2 buah lagu di hari yang berbeda, lalu ia posting di story instagramnya. Setiap ia bernyanyi, aku semakin merindukannya. Kutilik lagunya, liriknya seakan mewakili hubungan pertemanan kita. Benar-benar se-relate itu. 

Entah perasaan ini memang bentuk dari angan-anganku saja, atau memang itu ditujukan untukku. Rasanya ingin membalas, tapi aku sadar diri aja. Seringnya justru tak pernah ada balasan langsung darinya, jadi kemungkinan besar aku saja yang terlalu berharap.

Tapi, aku tak henti-hentinya berdoa supaya Allah meluruskan kembali hubungan pertemanan ini. Semoga Allah segera membuang canggung ini dan kembali mempersatukan kita dalam kenyamanan kita masing-masing.

Salam rinduku padamu.

Bukan hanya untuk seseorang yang kuceritakan di postingan ini, 

tetapi juga pada kalian yang sudah lama tak pernah bercengkrama, 

sibuk menghadapi realitas, dan lupa pada masa lalu yang pernah bersama.


Bismillah. 

Hari ini pertama kalinya bisa bagi-bagi THR ke adik-adik keponakan. Sebenarnya uang yang kupunya gak seberapa, project terakhir yang aku kerjain juga gak mahal bayarannya. Tapi, entah kenapa tahun ini aku sudah meniatkan diri untuk memberi sebagian rezekiku sama mereka. Walaupun nominalnya receh banget sih. Selain itu  aku juga kasih ke uwa-uwa yang juga sudah kuanggap sebagai orang tua aku lainnya. 

Ternyata vibesnya berbeda ya dari yang sekadar minta-minta dengan yang ngasih THR. Bukan jumlahnya, tapi proses perpindahan rezekinya yang menyenangkan. Bahkan, sebenarnya orang-orang tuh sangat menghrgai "pemberiannya", bukan karena jumlah uangnya. 

Aku gak bakal nyangka bahwa uwa-uwaku sebahagia iti bisa dikasih sama orang yang keliatannya pengangguran seperti aku. Mereka meragukan aku sih. Mereka nanya, "Asikk, Sasa udah dapet kerja ya?" Jawabku hanya, "Belum sih, tapi ya lumayan lah kemarin lagi ada rezeki. Maaf ya uwa, baru bisa ngasih dikit."

Kukira mereka bakal bercandain balik karena aku gak enakan sama pemberianku yang sedikit ini. Tapi, ternyata mereka menghargai itu. Bahkan mereka bilang, "Kajeun teuing dikit, yang penting mah niat baiknya. Makasih ya, Sa. Sing dilancarkeun rezekina..."

Artinya, "Gapapa sedikit juga, yang penting niatnya baik. Maksih ya, Sa. Semog rezekinya dilancarkan." 

Itu feedback terbaik. Didoakan. Mulai dari perkara rezeki, hingga didoain dapet jodoh. Wkwk. Lumayan kan dapat doa dari orang-orang. 

MasyaAllah sih, ternyata memberi itu bahagianya lebih double daripada sekadar menerima. Emang sih, ngasih sesuatu itu gak harus besar atau mahal, yang penting ikhlas dan berniat bahagiakan mereka. Aamiin... 

Semoga aku masih diberikan umur dan kesempatan sama Allah untuk bagi2 lagi di tahun berikutnya ya. Aamiin. Semoga juga rezekinya makin melimpah, biar ngasihnya bisa banyak dan manfaatnya semakin meluas hehehe aamiin.

Kalo kamu, ada cerita apa di lebaran tahun ini?

Oiya, mohon maaf lahir dan batin, ya!


Sedikit tentang "Cahaya"

Dari dulu, saya suka nulis cerpen: di blog, di buku tulis, bahkan saya sering nulis cerita untuk sahabat saya dalam secarik kertas buku yang disobek. Setelah masuk kuliah jurnalistik, saya merasa itu menjadi penting karena ternyata dari pengalaman sekecil itu bisa memudahkan saya untuk menyelesaikan tugas kuliah.

Sejak saat itu saya merasa mempelajari berbagai jenis tulisan rasanya bisa menyenangkan dan memudahkan--meskipun sampai saat ini saya juga belum menguasai semuanya, tapi saya akan terus belajar. Pada detik itulah salah mulai coba belajar menulis berbagai jenis tulisan, dimulai dari tulisan yang lebih panjang, yaitu menulis novel.

Bermula ikut kelas-kelas nulis, baca-baca buku, cari tahu pengalaman orang, dan berakhir pada pengalaman bikin buku antologi, ternyata menyenangkan juga, ya. Setelah itu, di tahun 2018, saya mencoba membuat kisah bersambung di blogger pribasi, dan saya coba bagikan kepada teman-teman supaya saya tahu penilaian dari orang lain.

Alhamdulillah, saya gak menyangka waktu itu banyak yang komen baik, banyak yang dukung, banyak minta episode selanjutnya, dan banyak yang minta dibukukan. Saya 'kan jadi semangat, hehe. Terima kasih support-nya teman-teman.

Diam-diam saya melanjutkan naskah ini dan saya coba ajukan di salah satu penerbit. Rencananya sih waktu itu mau jadi buku pertama, makanya judulnya "Cahaya" supaya jadi masterpiece yang iconic aja hehe. Eh.. Qadarullah, keduluan sama naskah lain. Alhamdulillah ini jadi "anak kedua" yang baru bisa terbit di tahun 2022.

Alhamdulillah, tapi gak apa-apa. Yang penting naskahnya terbit. Biar saya bisa mengabadikan karya-karya saya dan membersamai metamorfosis gaya penulisan saya dari waktu ke waktu. Semoga diwajarkan apabila buku ini belum sebaik karya di luaran sana. Tapi, saya bangga karena buku ini yang menjadi saksi perjuangan saya di dunia tulis menulis.

Mau baca?
Ikutan Preorder aja, yuk. Langsung klik link WA di bawah ini aja:
https://wa.link/soolep

Preorder hanya akan dibuka satu kali, jadi jangan sampai ketinggalan, ya!

Hari ini, akun @menebar.cahaya mendapat 10k followers. Gimana perasaannya? Gak nyangka! Sejujurnya aku juga kaget banget kenapa akun ini bisa melesat dengan cepat kayak gini. Ada ceritanya loh di balik ini semua.

I love sharing. Aku suka banget berbagi sesuatu sama orang. Mungkin ada kaitannya dengan love language aku yang 30% receiving gift, alias suka dikasih sesuatu dan suka memberikan sesuatu. Entah kenapa ketika kita kasih sesuatu ke orang lain atau bisa bermanfaat orang lain tuh, aku seneng aja. Jadi kayak kasih satu kontribusi untuk hidup seseorang.

Ya, aku bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Sering sih, mendahulukan orang lain daripada diri sendiri selama hal itu gak merugikan aku juga. Bisa dibilang, bahagiaku ketika melihat orang lain bahagia, apalagi bahagia karena aku. MasyaAllah.

Mungkin itu semua terjadi dan terbenam dalam diri aku sendiri semenjak aku meyakini bahwa namaku ini adalah doa. Nur artinya cahaya, Nafisah adalah yang bernilai. Aku tak tahu pasti apa harapan orang tuaku akan nama itu. Tapi aku percaya, namaku ini menjadi doa untukku agar aku bisa memberikan manfaat ke banyak orang, agar aku bisa berdampak bagi sekitar, agar aku bisa menerangi orang lain dengan cahaya yang aku punya.

Itulah kenapa muncul tagline #MenebarCahaya. Sebelumnya belum aku buat akun khusus, masih sekadar hashtag aja sih setiap aku posting sesuatu di media sosial. Awalnya untuk branding diri aja supaya orang lain lebih mudah mengenal aku. Alhamdulillah, lumayan berdampak juga dengan tagline itu. Semakin lama aku jadi melekat dengan menebar.cahaya.

Nah, kebetulan, aku merasa terbantu sama nama itu. Cahaya adalah kata yang aku jadikan motivasi banget. Aku pengen banget jadi cahaya buat orang lain, meskipun cuma setitik, lalu mati dan pergi. Setidaknya, cahaya itu bisa menuntun orang dari kegelapan dan pernah jadi bagian dalam proses hidup seseorang.

Kemudian, setelah hashtag itu aku pasang terus di instagram pribadi, kok rasanya ada redup-redupnya ya. Kadang di instagram pribadi tuh aku malu untuk posting tentang diri sendiri terus. Ditambah lagi pernah tuh aku dapet komenan negatif gitu ketika aku sharing sesuatu. Bukannya baper sih, cuma malu aja ngerasa gak pantes ngajarin orang gitu. Jadi, pernah deh ngerasa down banget dan gak tau harus berbuat apa lagi supaya bermanfaat.

Nah, ditambah lagi, kalau mengandalkan aku pribadi sendiri tuh kadang kehabisan momen. Mikir2, kalau sharing pakai akun pribadi tuh bebannya lumayan. Setidaknya aku harus jadi 'ahli' dulu untuk bisa sharing ke orang. Aku ngerasa gitu sih. Padahal ya sebenernya enggak juga. Intinya aku malu aja sih untuk bikin konten di instagram. Aku tuh masih gak percaya diri gitu buat lakuin yang menarik perhatian banyak orang.

Aku sadar akan kekurangan itu. Aku tuh gak bisa jadi pusat perhatian. Dalam dunia nyata juga begitu, gak cuma di dunia maya. Kadang malu kalau postingan tiba-tiba viral atau dikomen ini itu sama orang lain. Tapi di satu sisi, kayak pengen bangun suatu akun yang dampaknya luas gitu. Tapi gimana caranya, ya?

Dari situlah muncul ide bikin akun berbeda. Awalnya niat untuk portofolio diri. Berhubung aku suka menulis, desain tipis-tipis, dan suka ngelola instagram, yaa.. Aku coba aja deh buat akun @menebar.cahaya ini sebagai salah satu investasi kebaikan, yang semoga bisa berdampak luas untuk teman-teman dan menjangkau orang-orang baru di luar sana.

Dulu, buat akun ini khusus untuk kalau lamar pekerjaan, sih. Biasanya suka insert link akun ini, karena awalnya aku sharing tentang desain aku, tulisanku, buku apa aja yang sudah aku tulis, dll. Aku juga ngefollow teman-teman dekat aja yang aku kenal. Dan dari akun baru inilah muncul pendapat bahwa "Kayaknya di akun ini bebas deh mau sharing apa aja tanpa takut-takut." Gatau kenapa bisa muncul pikiran kayak gitu, padahal kayaknya sama aja gaksi (?) hahaha.

Ya sudah deh, berjalan berjalan berjalan, ngonten, daaaannn tiba-tiba segini~ Gak nyangka banget banyak yang follow semenjak aku belajar bikin reels video sholawat. Padahal simpel doang sih, pakai apps android seadanya, modal stock video gratis, terus cari audio sholawatnya. Udah, tiba-tiba tembut 1,2 M viewers wakut itu. Ini awal mula akun ini naik, tiba-tiba banyak yang follow sampai ratusan.

Sejak saat itu aku semakin semangat. Senang? jelas. Karena goals supaya bisa bermanfaat inilah yang mulai tercapai. Ternyata bisa sebahagia itu ketika satu goals kecil diijaba oleh Allah. Dari situ yang awalnya ngonten seminggu sekali, terus ke 3 hari sekali, sampai hari ini belajar coba konsisten untuk posting minimal 1 konten sehari. Alhamdulillah, semoga istiqomah.

Huaaa, gak nyangka sih! Semoga sih akun ini gak cuma sekadar share-share atau bahkan repost karya orang, tapi justru jadi tempat aku berkarya dengan bebas dan bisa bermanfaat terus untuk orang lain. Aamiin.

Tapi jujur, akun ini jadi kerasa ada beban: mau dibawa ke mana akun ini?
Akun komunitas bukan, aku pribadi bukan, aku dakwah atau gerakan sesuatu juga bukan. Lantas apa ya? Aku sendiri bingung wkwk yaudah lah jalanin aja. Semoga ke depannya mulai ada pencerahan. Aamiin.

Terima kasih teman-teman yang sudah membersamai aku dan akun ini. Semoga bisa bermanfaat ya, aamiin!

Bismillah. Postingan pertama di bulan Maret. Aku berkesempatan cerita lagi tentang seseorang yang namanya di tulis di judul ini. Sebenarnya, "dear, .." ini biasanya aku tujukan tulisan ini khusus untuk beliau. Tapi, kali ini nggak kok, aku nulisnya untuk semua yang mampir aja di postingan ini. Karena kebetulan aku mau cerita aja tentang Boim lagi, hehe. Enjoy!

Jadi, hari ini aku berkesempatan ikut kajian yang dihadiri Boim. Kajian itu berlangsung secara virtual melalui Zoom dengan peserta lebih dari 400-an. Kalian tau, pas aku mau masuk ruangan meeting itu berasa banget deg-degannya. Apalagi syaratnya harus on camera apabila tidak ada uzur atau halangan. Dan kebetulannya lagi, aku sedang bisa on camera. 

Entah kenapa, baru kali ini aku kajian sedeg-degan itu. Entahlah, kayaknya gara-gara secara personal memang aku mengagumi sosoknya. Tapi, sudah dari beberapa waktu lalu aku mencoba untuk mengurangi perasaan ini agar tidak berkepanjangan dan terlalu mendarah daging, takutnya makin berharap terus nanti jatuhnya sakit hehe. 

Sebenarnya hal itu yang bikin aku baru memberanikan diri ikut kajian yang dihadiri Boim. Kok gitu? Fyi, biasanya kan seseorang kalau kagum sama seseorang lainnya pasti diikutin ya dari A sampai Z. Bahkan mungkin, misalnya seperti aku ke Boim, mungkin banyak di luar sana perempuan-perempuan yang sengaja mengikuti kajian Boim terus menerus tanpa absen. Sementara aku, justru kebalikannya.

Selama punya rasa kagum sama Boim, aku justru malah gak berani untuk ikut kajiannya. Kenapa? Sebenarnya sih ngerasa kayak gini karena pernah mimpiin dia yang aneh-aneh itu. Kalian baca deh di sini, aku pernah cerita. Intinya, pesan moral dari mimpi itu adalah jangan pernah ikut kajian hanya karena kita suka sama orangnya. Ya khawatir aja nuntut ilmunya jadi gak karena Allah, jadi gak berkah nantinya. 

Awalnya, aku pernah ikut kajian Boim secara langsung waktu di kampus. Itu sekitar tahun 2017. Udah lama banget, tahun di mana awal mula Boim itu booming banget dan aku mulai ngefans sama dia. Nah, setelah kajian itu, beberapa waktu selanjutnya aku mimpi itu tuh yang tadi aku jelasin. Maka dari situlah aku gak berani lagi ikut kajian Boim. 

Ya... Sebenarnya itu bukan satu-satunya alasan. Bahkan, setelah itu berkali-kali muncul keinginan untuk bisa ikut kajian Boim. Namun, beberapa kali juga sepertinya belum Allah takdirkan aja. Aku gak jadi terus ikut kajiannya karena waktunya gak pas, atau pendaftarannya berbayar namun aku lagi gak punya uang, dll. Kayaknya ada aja yang bikin gagal.

Mungkin saat itu Allah sangat tahu bahwa hatiku masih belum lurus nih dalam meniatkan ikut kajiannya. Aku masih ada bayang-bayang kajian karena ada Boimnya, bukan karena benar-benar ingin belajar. Ya sudah, dari situ aku mulai terbiasa untuk gak berharap, sedikit-sedikit belajar mengikhlaskan dan tidak terlalu mencari kesempatan untuk bisa dinotice sama Boim lagi. Ya, intinya aku harua mulai menata perasaan biar gak berlebihan.

Alhamdulillah, sih, perasaan itu sudah tidak terlalu menggebu-gebu seperti dulu. Bahkan, hari ini ada yang mampir pun tidak terlalu gimana-gimana. Senang sih, cuma gak terlalu yang kayak dulu banget. InsyaAllah sih dengan begitu aku bisa terus meluruskan niat untuk tidak menyimpan harap berlebih pada Boim. Oiya, izinkan aku simpen fotonya di sini ya (foto Boim mampir ke instagram stories aku, hehe)


Sudah deh, demikian kali ya cerita hari ini. Gak penting sih. Tapi, aku cuma mau cerita dan mengabadikannya di blog aja sih, supaya suatu saat nanti ketika aku baca postingan ini aku bisa kembali ambil pelajaran yang mungkin akan aku lupakan suatu hari nanti.

Oke deh, semoga ada hikmahnya ya. Kalau gak ada ya semoga menghibur aja sih, hehee. See you next post!


Assalamualaikum. Hai! Apa kabar semua? Semoga sehat selalu. Kali ini mau cerita di balik cover lagu Thank God I Found You. Kalian ada yang tahu lagu itu gak? Kayaknya sih ini lagu bukan lagu yang terkenal banget. Bahkan sebagai anak yang suka lagu 90-an, aku juga gak bakal tau lagunya kalau gak denger di bioskop sekitar 10 tahun yang lalu. Gimana ceritanya?

Jadi, suatu hari aku, Hanifah (teman yang jadi partner cover lagu ini), dan mungkin beberapa teman lain (maaf, lupa.) mau nonton bioskop gitu. Nah, biasanya sambil nunggu film diputar, ada iklan-iklan atau lagu-lagu gitu kan ya yang diputar. Kebetulan, lagu ini yang waktu itu diputar di bioskop itu. Waktu lagu ini terdengar, kayaknya langsung suka dan ngerasa "Ini kayaknya lagu 90-an deh." Soalnya taste musiknya beda aja gitu sama lagu-lagu 2000-an waktu itu.

Nah, karena aku punya beberapa teman yang punya taste musik yang sama dan suka lagu-lagu 90-an juga, aku nanya lah ceritanya ke mereka. Tapi, gak ada salah satu dari mereka yang tahu. Mungkin kayak yang tadi aku bilang, lagunya emang gak terlalu terkenal di Indonesia. Tapi, mungkin di luar sana cukup populer apalagi untuk penggemar setianya Mariah Carey, pasti tau.

Karena gak ada yang tahu, akhirnya aku cari liriknya di google. Asli, dengerin cuma sepotong lirik dan gak terlalu mahir bahasa Inggris, rasanya susah saat itu nyari di google. Yaudahlah, cari aja. Karena suara Mariah Carey sangat khas dan terkenal, aku langsung ketik aja lirik lagu Mmariah Carey dengan kata-kata yang aku dengar waktu itu.

Alhamdulillah, walaupun dulu informasinya belum sebanyak sekarang, akhirnya nemu judul lagu ini! Ternyata lagunya Mariah Carey ft Joe & 98 Degrees, Thank God I Found You. Sejak saat itu lagu ini masuk ke playlist-ku. Sampai cari mp3 nya lalu didownload wkwk.

Pernah suatu ketika, aku dan Hanifah ini coba cover lagu di sekolah. Padahal waktu itu pengetahuan tentang musik sangat minim, kita berdua cuma sama-sama suka nyanyi. Kita juga ngefans sama nasyid di sekolah, jadi ketika dengar lagu ini langsung suka, karena ada acapella-nya. Keren deh pokoknya. Aku dan Hanifah ini emang selera musiknya gak beda jauh. Jadi cukup nyambung.

Saat itu, bermodalkan dua smartphone minimalis dan lirik, pengucapan yang ala kadarnya, serta waktu yang terbatas, kita cover. Hasilnya lucu banget kalo didenger. Fals, sok tau, aahh pokoknya gak banget wkwkwk. Setelah mendengar audio 10 tahun lalu itu, tiba-tiba Hanifah mengajak saya untuk membuat ulang dengan kualitas yang lebih bagus.

Tapa pikir panjang, aku mau. Aku emang udah lama banget ga cover-coveran lagu lagi. Terlebih lagunya emang suka. Penasaran dan merasa tertantang aja sih pas Hanifah ngajak cover lagu itu. Soalnya lagu ini tuh susah banget, asli! Coba deh dengerin. 

Ya sudah deh, setelah kesepakatan terbangun, kita bener-bener meeting via zoom dan ngomongin part-part mana yang bakal dinyanyiin Hanifah dan aku. Kita bagi-bagi tugas vocal, ngomongin teknis mengambilan suaranya, dll. Setelah itu, bermodalkan hp dan headset seadanya, kita rekaman deh pakai aplikasi online gitu.

Alhasil, ketika semua sudah dimixing, eh.. Hanifah bilang enaknya bikin video juga. Sebenarnya malu sih jujur. Wwkwk. Apalagi pas Hanifah bilang mau diposting tuh kayak "Aduh, gimana ya..." Sebenarnya aku udah gak mau post nyanyi-nyanyi gitu, malu aja sih wkwk. Aku juga kan udah jarang posting instagram gitu ya, terus emang lagi coba ngurang-ngurangin tampil di ig gitu. Cuma, yaudahlah, aku juga seneng sih kalau sahabat seneng. Gapapa deh sekali-kali aja.

Sejujurnya, aku juga agak males sih sama pendapat orang kalau aku posting nyanyi gitu. Soalnya, aku pernah ada pengalaman, jadi kan kebanyakan circle aku dari SD-Kuliah tuh yang Islami2 gitu. Banyak dari mereka yang memang 'alim atau 'menjaga banget lah ya istilahnya'. Sampai waktu aku nyanyi iseng di whatsapp aja ada yang bilang "Biar apa sih?" :)

Maklum sih, emang macem-macem tipe temen tuh. Ada yang mungkin gak terbiasa ya ngeliat orang kayak aku, yang keliatannya 'alim, paham agama, pendiam, dan sebagainya eh tau-taunya suka nyanyi dan posting2 segala. Aku ngerasa juga sih banyak yang berharap lebih gitu dari aku. Mereka ngerasa aku mungkin keliatannya ini dan itu, ternyata gak seperti pikiran mereka. Paham kan ya maksudnya? 

Padahal aku juga manusia biasa. Ya banyak kan yang suka musik? Mungkin ada banyak yang beda pendapat atau gak suka liat 'akhwat nyanyi'. Its okay, semua orang punya pilihan beda-beda. Tapi, yang kusayangkan, banyak di antara mereka yang tidak sependapat justru menjatuhkan pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Sedih sih.

Lah, jadi curhat. wkwkw. Intinya gitu deh. Pernah dapat kata-kata itu. Jadi, sebenarnya jadi agak males aja posting-posting nyanyi atau apalah itu. Tapi, ternyata pas posting banyak juga yang suka. Ya sekadar menghibur aja sih, walaupun nyanyi ini bukan bentuk dakwah. Sesekali upload hobi gapapa dong, ya? Hehehe.

Ya sudah deh, sejak saat itu sebenarnya gak mau lagi urusin omongan orang. Orang kan emang berhak menilai, tapi kita juga berhak memilih mana yang baik untuk diri kita dan mana yang bisa bikin kita sedih. So, kita yang bisa menyikapinya lebih bijak :)

Btw, kalau kalian mau nonton videonya, bisa mampir di YouTube aku, ya. Klik link ini aja biar langsung ke videonya. Oiya, mohon maaf ya kalau selama jadi pribadi Nurnafisah, aku gak bisa mencontohnya yang baik-baik terus, atau justru mengecewakan, gak sesuai bayangan kalian dll. I'm sorry.....

Tapi, pesan yang paling harus digarisbawahi adalah: jangan pernah berharap sama orang lain. Oke? Aku cuma manusia biasa, yang terbiasa hidup di lingkungan mayoritas, dibilang 'alim enggak pun dibilang nakal juga engga sih. Aku juga suka seni, terlebih mantan anggota nasyid, jadi wajar aja kalau suka lagu dan cover-cover gini hehe. Mohon dimaklumi, ya~


Halo, gais. Gimana kabar kalian? Semoga dalam keadaan sehat, ya. Soalnya, belakangan ini lagi ramai lagi nih kasus covid omicron. Hampir setiap hari aku melihat postingan teman-teman yang sedang isolasi mandiri. Semoga yang sedang sehat jaga kesehatan, ya, dan yang sedang sakit disembuhkan dari penyakitnya. aamiin.

Kali ini, sebenarnya gak enak sih postingannya, soalnya berkaitan sama perasaan hehe. Tapi, gapapa deh ya, kalau ada yang tersinggung atau merasa postingan kali ini "kok kayak gue, ya?" maaf, ya. Semoga aja bisa menjadi sebuah jawaban atau pencerahan hehe.

Ceritanya gini, aku senang sekali punya teman. Itulah kenapa aku tidak menutup kemungkinan untuk berteman dengan siapa saja. Laki-laki atau perempuan, semua ada. Tapi, karena memang minimnya lingkungan dengan lawan jenis menyebabkan teman laki-lakiku lebih sedikit daripada teman perempuan. Ditambah lagi, sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu membuatku harus lebih teliti dalam memilih teman, khususnya laki-laki.

Nah, suatu ketika, aku menemukan seorang laki-laki yang aku kenal melalui media sosial. Sebenarnya dia teman kampusku, tetapi kami tidak pernah bertemu sebelumnya. Hanya kenal nama dari mulut ke mulut. Beberapa kali juga bertemu di acara kampus, namun tidak pernah bertegur sapa karena gak kenal. Jadi, kami dekatnya hanya dari media sosial atau secara virtual saja.

Suatu ketika, kami menjadi sering untuk berbagi cerita, masalah, diskusi, dll. Aku senang memiliki teman seperti dirinya. Namun, kesenangan itu lama-lama mengubahnya. Dan kalian tahu apa? Kayaknya dia suka, hmm..

"Kamu aja yang terlalu percaya diri, ca!"

Mungkin iya. Tapi, kalian pasti bisa menilai sendiri bagaimana ketika kita sudah mengenal seseorang, kemudian orang tersebut berubah sikapnya karena ada sesuatu. Pasti keliatan banget. Emang sih, beliau ini biasanya kalau bercanda suka bersinggungan dengan hal-hal sensitif; soal cinta, masa depan, dll. Tapi, ada bahasan-bahasan yang masih bisa aku bercandain balik. Ngerti kan ya maksudnya? Yaudah, pokoknya masih baik-baik aja kalau dibahas atau untuk "tidak diseriuskan".

Tapi, suatu hari setelah sudah lama gak chatting karena kesibukan masing-masing, sikapnya semakin mulai mencari perhatian. Lalu, tiba-tiba dia juga menanyakan hal-hal yang sebelumnya gak ada percakapan. Paham gak sih, rasanya gak pernah chatting lagi tapi tiba-tiba dichat dengan bahasan yang gak bisa kita jawab? Hahaha, aneh pokoknya rasanya. 

Saat itu, aku merasa "benar" dengan perasaanku belakangan itu; bahwa dia menyukaiku. 

Sejujurnya, selama ini menghargai dia karena dia juga menghargaiku untuk tidak suka denganku. Alias, kita benar-benar saling menghargai hanya karena pertemanan ini. Kukira hal itu benar adanya. Laki-laki dan perempuan bisa saling berteman tanpa adanya perasaan. Soalnya, perasaan terkadang bikin semuanya menjadi runyam.

Benar saja, setelah pertanyaan itu melayang di obrolan kami, dia menghilang. Entah karena malu, takut, atau merasa tidak enak. Sebab, saat itu aku menjawabnya dengan bercanda. Aku menunjukkan bahwa aku menghindar untuk membahas hal itu--pura-pura gak ngerti, padahal emang ngerti dan gamau bahas aja. Dan di saat yang sama juga aku tidak mau pertemanan yang selama ini terjalin jadi gak nyaman satu sama lain.

Dan benar saja, setelah itu terjadi, kita benar-benar menjadi tidak enak. Ternyata benar ya, laki-laki dan perempuan memang susah untuk menjaga hatinya dalam pertemanan. Wajar saja banyak yang tidak berhasil. Aku juga pernah bahas nih soal ini, yuk cek postingan ini!

Tapi, dengan postingan kali ini, aku mau meminta maaf untuk dia, dan untuk beberapa teman di luar sana yang mungkin pernah ada di posisi yang sama. Maaf kalau selama ini aku membatasi kalian untuk tidak menyukaiku, apalagi kalau tiba-tiba membahas ke bercandaan soal cinta, masa depan, atau lebih-lebih soal pernikahan. Rasanya hal itu sudah tak lagi etis untuk menjadi bahas bercandaan di usia sekarang.

Ditambah lagi, aku juga merasa tidak nyaman jika memiliki teman laki-laki yang diam-diam menyimpan perasaan, karena hal itu bikin aku canggung, merasa bersalah karena membiarkan sebuah kedekatan, atau lainnya. Itulah mengapa aku tiba-tiba pergi dan menjauh. 

Aku menjauh karena ingin menjaga hatimu dan diriku. Aku tidak ingin semua terjadi di luar kendali. Aku tidak mau memperkeruh pertemanan kita. Kalau kedekatan selama ini membuat harapan-harapan, aku minta maaf, karena itu mungkin tidak sengaja dilakukan. Semoga postingan kali ini cukup dimengerti, ya.

Terima kasih sudah bersabar dan mau berteman. Jangan biarkan harapan itu muncul berkepanjangan. Biar masa depan kita bisa sama-sama menyenangkan. Semangat, ya. Maaf. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Apa kalian ada juga yang lagi di posisi seperti aku?

Newer Posts Older Posts Home

Hai, kenalan yuk!

Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!

Mari kita berteman~

Pengunjung

Isi Blogku~

  • ►  2024 (15)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2023 (30)
    • ►  December (3)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ▼  2022 (25)
    • ▼  December (1)
      • Memasuki Akhir Tahun
    • ►  November (1)
      • Hei, November!
    • ►  October (1)
      • Dulu Aku Keren Banget, ya...
    • ►  September (4)
      • Ketika Salah Berharap
      • Menjelang Akhir September
      • Aku Bukan Dokter Hewan
      • Amazing Muharram 11: Amazing!
    • ►  August (2)
      • Merapikan Diri
      • Dear, Ibrohim Fadlannul Haq (5)
    • ►  July (1)
      • Kenapa Allah Sebaik Itu?
    • ►  June (4)
      • Prinsip Baik Tak Pernah Salah
      • Sajak: Surat untuk Eril (Alm)
      • 23.
      • Teguran dari Aare
    • ►  May (2)
      • Apakah itu Untukku?
      • Eid Mubarak 1443 H
    • ►  April (1)
      • Buku Kedua "Cahaya"
    • ►  March (2)
      • Alhamdulillah, Menebar Cahaya 10k Followers!
      • Dear, Ibrohim Fadlannul Haq (4)
    • ►  February (3)
      • Di Balik Cover "Thank God I Found You"
      • Teman Laki-Laki; Boy friend?
    • ►  January (3)
  • ►  2021 (52)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (2)
    • ►  February (5)
    • ►  January (9)
  • ►  2020 (71)
    • ►  December (3)
    • ►  November (8)
    • ►  October (6)
    • ►  September (6)
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (11)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (69)
    • ►  December (5)
    • ►  November (8)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (7)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (9)
    • ►  January (5)
  • ►  2018 (36)
    • ►  December (9)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (25)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2013 (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (92)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (10)
    • ►  June (10)
    • ►  May (31)
    • ►  April (27)
    • ►  March (4)
  • ►  2011 (7)
    • ►  November (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)

SINIAR TEMAN CAHAYA

Followers

Postingan Populer

  • Semoga Allah Balas Usahamu
    Hai, Ca. Gimana kabarnya? Beberapa waktu lalu aku lihat kamu lagi kebanjiran, ya? Bukan, bukan kena bencana. Tapi, kebanjiran di...
  • Teruntuk Laki-Laki yang Sudah Dimiliki
    Tulisan kali ini cukup bar-bar, karena aku sengaja menulisnya untuk  para laki-laki di luar sana yang sudah memiliki tambatan hati. Anggapla...
  • Life Update Setelah Menghilang
    Hai, blogger. Rinduuuu teramat rindu nulis di sini. Rasanya belakangan ini terlalu banyak hal yang terjadi, sampai-sampai tidak sempat menul...
  • Semenjak Hari Itu...
    Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja ...
  • Selamat, untukmu.
    Sesuai judulnya, selamat. Selamat atas ilmu yang sudah ditempuh, selamat atas jerih payah mencapai cita-cita, selamat atas usaha...

Categories

Artikel 7 Ber-Seri 13 Berseri 1 Cahaya 15 ceirtaku 1 Ceritaku 249 Cerpen 5 Cinta 71 Feature 3 Hidup 18 Inspirasi 39 Inspiratif 15 Islam 65 Karya 16 Kebaikan Berbagi 6 Keluarga 44 Kisah 40 Kisahku 21 Liburan 10 Menulis 5 Motivasi 114 Resep 1 Sajak 55 Suratan Fiksi 26 Teman 55 Tips 3 Tips dan Informasi 31 Zakat 2

Subscribe this Blog

Name

Email *

Message *

Music

Pair Piano · 놀러오세요 동물의 숲 (Animal Crossing) Piano Compilation

nurnafisahh

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates