Nurnafisah's Blog

This is my e-dairy of #MenebarCahaya

  • Home
  • Tentang Aku
  • Tips & Info
  • Sajak
  • Kontak


Sebelum berangkat, aku sudah dipesankan tiket untuk berangkat berenam (masing2 ketua tim) dari Stasiun Ps. Senen ke Stasiun Yogyakarta. Kereta dijadwalkan berangkat pukul 5.55. Awalnya aku mengiyakan saja pilihan teman-teman yang lain. 

Setelah berselang beberapa jam, baru terpikir "Yah, berangkatnya gimana ya?" Pasalnya, kereta commuter line paling pertama cukup riskan karena estimasi sampai di stasiun tujuan (Gondangdia) bisa tidak tepat waktu. Aku takut ketinggalan kereta. 

Alhasil, malam-malam, aku chat beberapa teman yang rumahnya bersedia menampung aku. Alhamdulillah ada. Kebetulan, temanku ini adalah teman satu tim (yang tidak berangkat). Jadi, bisa sekalian mengurus pekerjaan yang sedang kita selesaikan.

Esok harinya, aku berangkat pagi dari rumah teman. Eh.. Qadarullah, setelah setengah perjalanan, ojol yg kutumpangi bannya bocor. Jadi, aku harus berganti ojol untuk bisa mengejar waktu keberangkatan kereta. Cukup memakan waktu saat itu.

Setelah ojol berganti, saya meminta sang sopir untuk bergegas. Sebab, waktu sudah menunjukkan setengah 6 pagi. Saya takut telat. Kemudian, ojol itu bergerak cepat, sampai-sampai mata perih, kacamata hampir jatuh, dan helm yang hampir terbang 😅

Selama perjalanan, aku tidak berani melihat jam atau hp. Aku hanya terus brsholawat dan berdoa biar dimudahkan. Sesampainya di Stasiun Pasar Senen, Qadarullahnya aku ketinggalan kereta 🥲🙏
.
.
Sederhana, tapi entah mengapa dari kejadian perjalanan hari itu sangat memberikan pelajaran. 

Kadang, mau sebanyak apapun usaha yang dilakukan untuk sesuatu yang tidak Allah takdirkan, maka hasilnya akan tetap sama. Pun, apabila sesuatu sudah ditakdirkan untuk kita, seminim apapun usaha ya akan tetap datang kepada kita. 

Mungkin, hari itu Allah menakdirkan aku telat. Meskipun udah usaha cari penginapan, cari izin nginep di rumah teman, berangkat sepagi apapun, eh.. tetap aja telat gara-gara ban ojol bocor. Bener2 gak kepikiran. Hahaha.

Dan mungkin, takdirnya Allah ingin kasih aku pengalaman lagi bagaimana rasanya naik pesawat setelah sekian lama gak pernah naik pesawat lagi. Wkwk. Alhamdulillah, makasih ya Allah 🥰

#MenebarCahaya

Setiap bertemu tanggal ini, aku selalu ingat pada seorang laki-laki yang dulu menjadi teman lamaku. Seorang teman yang pertama kali kulihat wajahnya setelah satu minggu pertama masuk Sekolah Dasar. Laki-laki yang rambutnya 'berbuntut' alias panjang adalah seseorang yang mencuri perhatianku saat sedang upacara di hari Senin.

Sebagai seorang bocah yang belum ngerti apa-apa, mungkin perhatian itu hanya muncul karena merasa senang mendapatkan teman baru. Ditambah lagi, kepribadianku yang saat itu sulit sekali akrab dengan kawan baru membuat sedikit tenang karena ada anak baru yang juga akan beradaptasi sama sepertiku.

Namanya Rafdi, lengkapnya Muhammad Rafdi Hamzah Hardjanto. Anw, maaf ya Rafdi, aku tulis namamu lengkap di sini. Izinkan aku menulis satu postingan yang entah akan dilihat kamu atau enggak, sih. Yang jelas aku hanya ingin mengutarakan dan mendokumentasikan orang-orang baik yang pernah ada di hidup aku.

Oiya, Rafdi saat itu muncul sebagai anak baru ketika sekolah baru masuk selama 7 hari, seingetku begitu. Jadi, sebenarnya dibilang anak baru pun ya kita semua masih anak baru. Entahlah, aku juga tidak begitu yakin. Tapi, saat itu ia memang tak pernah kelihatan sebelumnya.

Tiba-tiba, dia berdiri beberapa baris di depanku dengan rambutnya yang panjang di bagian belakang. Padahal, belum lama ini sekolah baru saja memberitahu bahwa anak kelas 1 SD yang baru masuk tidak boleh berambut panjang. Ya, walaupun peraturan ini berlaku untuk semua murid sih, gak cuma kelas 1 aja hehe.

Tapi, karena keunikannya itu aku juga jadi penasaran siapakah dia. Ternyata pas masuk kelas, dia sekelas sama aku. Lalu, dia memperkenalkan diri di depan kelas dan duduk di bangku yang tak jauh denganku. Bahkan seingatku, dia pernah duduk depan belakang sama aku (tapi, entahlah aku juga lupa persisnya bagaimana dan kapan itu terjadi.)

Singkar cerita, posisi duduk yang tak jauh membuat kita jadi teman sepermainan kala itu. Aku juga gak lupa, bahwa dulu kita berdua dekat juga dengan Rifqi (yang sering kita sebut Abang), waktu itu dia duduk bersama Rafdi, dan Zahra yang saat itu menjadi teman sebangkuku.

Aku juga ingat, setiap kali ada tugas kelompok, kami selalu mengupayakan diri untuk tetap berempat. Lucu sih, apakah kamu masih ingat itu semua Rafdi?

Sampai pada akhirnya, di kelas 2 SD, saat itu kamu sudah mulai jarang masuk. Awalnya, wali kelas bilang kamu sakit. Semua teman-teman pun memaklumi. Abang yang menjadi teman dekatmu pun tahunya begitu. Sampai suatu ketika, aku merasa ketidakhadiranmu membuat opini 'sakit' jadi kurang wajar. "Masa iya sakit selama ini?"

Entah ada cerita apa lagi setelahnya, aku lupa-lupa ingat. Yang jelas, aku ingat suatu hari Haidar (teman sekelas kita, yang pernah jadi ketua kelas) bilang kalau Rafdi sedang mempersiapkan berkas untuk perpindahan. Sebagai anak kecil yang polos, aku bahkan berpikir bahwa dia hanya akan pindah rumah.

Setelah rumor itu beredar, aku kaget tiba-tiba Rafdi masuk sekolah lagi. Lalu, beberapa hari kemudian absen lagi, dan begitu lah hal yang ia lakukan berulang kali. Aku juga tak mengerti kenapa bisa seperti itu.

Tapi, ada satu masa saat dia kembali ke sekolah. Waktu itu, aku ingat sekali kita sedang jam ngaji di masjid (yang dulu disebutnya T2Q= Tahsin, Tahfidz, Quran). Kelompok Rafdi dan aku memang berbeda, tetapi saat itu kelompok kami berkumpul bersebelahan. 

Sebagai teman dekat, sepertinya Rafdi menyadari bahwa saat itu aku mulai kecewa dan khawatir karena kondisi Rafdi yang sering hadir dan absen di sekolah. Bahkan Rafdi tak mengucapkan apapun kepada teman dekatnya sendiri--aku, Abang, atau Zahra. Jadi, kami benar-benar kecewa soal itu.

Namun, saat itu, tiba-tiba ia menuliskan surat dan memberikannya kepada aku. Tulisannya aku lupa, tapi intinya ia meminta maaf karena gak bisa ikut hadir dan main bersama kami bertiga belakangan itu. Dan satu hal lagi yang lucu kalau diingat, ia juga menuliskan "Aku suka kamu" di belakang kertasnya.

Hahaha, tulisan anak kecil. Tahu apa soal rasa suka dan cinta. Aku yakin saat itu hanyalah perasaan senang karena bisa sama-sama punya teman dekat. Namun, sayangnya, surat itu menjadi interaksi terakhirku bersama Rafdi.

Besoknya, ia benar-benar absen. Sampai kutunggu ia masuk lagi, eh..Tak kunjung datang. Setelah berusaha mengikhlaskan, aku, zahra dan Abang baru tahu bahwa Rafdi pindah ke Belanda untuk ikut orang tuanya bekerja. Ya, bukan hanya pindah rumah, tapi pindah sekolah dan juga pindah negara.

Sedih. Pasti. Itu yang aku rasakan kehilangan teman kecil yang sangat berkesan. Sampai saat ini, Rafdi masih di luar negeri dan sedang fokus meraih cita-citanya menjadi pilot. Karena aku berteman dengan orang tuanya di Facebook, sedikit banyak cerita sering kulihat dari foto dan postingannya.

Senang sih, melihat perkembangan teman kecilku yang kian sukses. Aku ikut bangga dan bahagia melihat Rafdi yang kini sudah menjadi lelaki dewasa--yang pasti sudah digandrungi banyak wanita. Hahaha. Aku juga gak yakin kalau Rafdi masih kenal dan ingat sama aku atau enggak.

Berkaitan dengan hal itu, 3 Desember adalah ulang tahunnya. Aku lupa bagaimana aku bisa tahu tanggal lahirnya. Yang jelas, setelah sekian lama tak berkomunikasi, aku pernah mencoba menghubungi Rafdi lagi di hari ulang tahunnya dengan mengucapkan selamat beserta doa-doa.

Jadi, postingan ini aku dedikasikan untuk Rafdi yang sedang berulang tahun. Selamat ulang tahun, ya. Meskipun aku gak pernah tahu kabar dan keadaanmu sekarang, semoga kamu bahagia, sehat, dan selalu sukses. Semoga juga Allah selalu melindungi kamu di manapun kamu berada. Aku mendoakanmu untuk jadi orang yang sukses, jadi pilot keren yang bisa bermanfaat bagi orang banyak.

Terima kasih karena sudah pernah menjadi teman kecilku. Sebagai orang yang ingatannya cukup kuat, aku tak akan pernah lupa dengan teman kecil yang baik seperti kamu. Meskipun kalau kamu sudah melupakan aku, hehe. Gapapa, dengan mengingatmu saja aku sudah cukup senang.

Oiya, kalau kamu lupa, kamu bisa lihat orang-orang di cover photo postingan ini. Mungkin kamu tahu dan ingat beberapa di antaranya. Itu fotonya diambil pas kelas 3 SD sih, jadi sudah tidak ada kamu. Pun, kayaknya waktu kelas 1 dan 2 belum ada foto bersama kayak gini deh. 

Selain itu, aku kasih deh beberapa foto kelas kita. Semoga kamu gak lupa orang-orang di foto ini, ya.



-------------------------------------

Postingan ini dibuat atas dasar dokumentasi saja, bukan untuk menyinggung atau bahkan menyakiti pihak mana pun. Semoga tidak salah paham, ya 😉



Terlihat seorang perempuan kebingungan mengatur komposisi gambar. Dilihatnya ada beberapa kamera yang harus ia pegang. Sambil bersiap dan mengatur posisi, kemudian seorang lelaki menghampiri.

"Bisa?" tanyanya, melihat perempuan itu sibuk sendirian.

Mata perempuan itu terbelalak. "Bisa, bisa sekaget ini rasanya," jawab perempuan itu dalam hatinya, ketika melihat lelaki yang sudah lama tak menyapanya itu kembali menghampirinya.

Pada kenyataannya, perempuan itu hanya terdiam seolah-olah semuanya bisa diatasi sendirian.

"Nanti pakai ini saja," lelaki itu menyodorkan bantuannya. Ia memberikan kameranya.

Si perempuan termenung sekejap, ia sama sekali tak bisa melihat lelaki yang saat itu berdiri di sebelahnya. Bukan tak bisa, ia hanya tak ingin. Tak ingin membuat masalah baru pada hati yang tak lagi mau.
_____________

Hari itu adalah hari yang jarang terjadi. Setelah sekian lama seorang lelaki yang sempat mendekatiku itu menghilang dari kehidupanku. 

Kutuliskan kejadian ini bukan berarti aku sedang berharap padanya. Justru, aku hanya kaget ternyata jarak yang sudah diciptakan bisa serapat seperti waktu itu terjadi. 

Pada saat dia mendekatiku, aku memang tak pernah ada niatan untuk membalasnya. Sebab, aku punya prinsip yang harus selalu terjaga. Dibilang punya rasa pun, bisa jadi tidak. Seringnya aku hanya kagum pada seseorang karena kepribadian yang dimilikinya. 

Saat itu, aku menghargai perasaannya. Tanpa memberi harapan dan tanpa memberi kepastian. Kalau saat itu ia ingin bertahan, akan selalu kupersilakan. Namun, ketika ia memilih untuk meninggalkan, aku pun tak keberatan. 

Hanya saja yang ku sayangkan, segala hal yang kukagumi dari lelaki itu tiba-tiba hilang karena seseorang. Dia lah yang menciptakan jarak antara aku dan dia, sehingga untuk berteman pun tidak bisa. Bahkan, sepanjang apapun penjelasan bahwa aku tidak mengharapkan si laki-laki, tetaplah tak cukup bagi orang itu untuk membuat kami seakan bermusuhan.

Dari sanalah rasa khawatir dan ikhlas mulai terbentuk. Aku tak lagi berharap meskipun sekadar menjadi teman. Aku pikir, tak ada lagi momen yang mempertemukan kita, sehingga tak akan ada peluang semua itu kembali tercipta. Bahkan sekadar saling menyapa pun tak lagi kupinta. 

Tapi, hari itu, semua terjadi. Aku cukup kaget ketika melihatnya kembali memulai percakapan. Di satu sisi, aku senang karena ternyata masih ada tanda-tanda bahwa kita akan berteman dalam keadaan baik-baik saja; tanpa luka dan tanpa rasa suka. Tapi, di satu sisi aku khawatir, masih tentang topik yang sama; yaitu tentang seseorang yang telah menjauhkan kita.

Tak apa. 

Aku bahkan tak memikirkannya terlalu jauh. Aku hanya bisa berdoa atas segala kemungkinan yang terbaik. Doaku juga selalu kutambah, agar teman-teman yang meninggalkanku tetap bahagia pada pilihannya. Termasuk lelaki itu. Semoga engkau bahagia selalu.

Selamat bulan Desember.
Selamat mengulang cerita di November dan semangat mengukir cerita baru di akhir tahun.


Kalau sudah kumpul keluarga, kini hanya aku seorang yang jadi bulan-bulanan di keluarga mama. Selalu ditanya kerja apa dan kapan nikah. Saudara lain yang seumuranku sudah lebih dulu menikah, sementara satunya lagi sudah jarang bertemu akibat divorce dan pisah rumah. Dan saudara perempuan lainnya masih pada sekolah dan masih jauh untuk membahas soal nikah.

Kondisi ini sebenarnya tidak terlalu menyiksaku, bahkan seringnya aku justru mengaminkan doa-doa mereka yang berharap aku cepat segera menikah. Dan setiap ditanya, aku selalu iseng menjawab "Doain, ya, tahun depan." Lucu sih, setiap aku balas dengan jawaban itu, wajah-wajah mereka terlihat bahagia dan segera menanyakan hal itu lebih detail.

"Siapa calonnya?"
"Emang udah ada?"
"Kerjanya apa?"
"Coba liat mukanya."
"Bagus gak sholatnya?"

Aku cuma bisa jawab, ada. Ya memang ada, cuma siapanya itu yang masih belum tau. Hahaha. 

Sementara keluarga intiku, seperti mama dan kakak perempuan, selalu mendukung aku untuk segera mengurus CV untuk taaruf. Meskipun pernah gagal sekali, mereka terus menyemangatiku untuk tidak takut memulai lagi. Yaa... sebenarnya aku juga gak terlalu buru-buru bahkan gak merasa trauma juga untuk proses yang gagal kemarin. Tapi, kalau melihat target dan impian, tahun depan adalah batas waktu untuk aku menikah sesuai harapan, alias menikah di usia 23 tahun. 

Selagi menanyakan kesiapanku, aku sesekali membahas perasaanku kepada Ibrohim Fadlannul Haq, alias Boim97 yang sudah kukagumi sejak lama. Entahlah, sudah hampir lima tahun menyukainya memang terlihat mustahil untuk benar-benar didapatkan. Ditambah lagi, kisahku dengan Boim hanya terlihat sebagai kisah fiksi dalam sebuah novel. 

Tak hanya itu, ketika aku bercerita tentang perasaanku ini kepada mereka (keluarga intiku), mereka cuma menganggapnya sebuah guyonan. Padahal, aku sesekali merasa ini bukan hanya perasaan terhadap fans kepada idolanya, melainkan seperti layaknya suka sama orang yang benar-benar sudah dikenal. Ya padahal aslinya juga gak saling kenal hahaha. 

"Yah, itumah gak mungkin," kata kakakku. 
"Ya nggaklah, itu cuma khayal-khayalan, kayak kamu dulu ke artis-artis korea," timpa mama.
"Orang mana dia?" tanya Papa, "Indo, tapi lagi di Yaman." Jawabku.
Lalu, papa menambah lagi, "Wah, jauhlah itumah pokoknya, kirain beneran."

Sedih sih, tapi ya memang bener juga. Ngapain berharap sama seseorang yang sudah jelas gak kenal sama kita. Padahal, ya di satu sisi gak ada yang mustahil bagi Allah 'kan? 

Tapi, ya memang harus realistis sih. Kadang kita juga gak baik berharap sesuatu yang berlebihan sama manusia. Pun, aku juga ngerasa gak mungkin menang bertarung doa dengan fans boim lainnya. Hahaha. Gile, dari 400 ribuan followersnya pasti gak cuma aku yang berharap bisa kenal lebih jauh sama dia. 

Hahaha, sudahlah, lupain aja. Itu cuma cerita intermezzo wkwk. Yang jelas, realitasnya aku kepikiran tentang kata-kata dan harapan keluarga soal aku yang belum menikah. Aku cuma kepikiran di mana ya nanti aku ketemu sama jodohku, kira-kira siapa ya yang nantinya mau mempersuntingku, dan kapan ya semua itu terjadi? 

Ah, sudahlah! Gak perlu dipikirkan terlalu jauh. Aku yakin kalau memang sudah waktunya, Allah pasti akan hadirkan. Pun dengan siapa dan kapan, Allah paling tahu mana yang cocok dan kapan waktu yang tepat. Sekarang-sekarang ini Allah masih ingin lihat sabarnya aku dalam menanti dan memperbaiki diri. 

Aku juga tidak begitu resah sih soal ini. Karena hidup kan bukan hanya soal menikah. Ada kematian pun yang harus dipikirkan, ada banyak amal sholih lain yang harus dikerjakan, dan ada banyak juga kewajiban yang harus diselesaikan. 

Semangat! 
Buat calonku, yuk buruan yuk datang ke rumah. Minimal kenalan dulu lah~
Hahaha, gak deng! Bercanda. 

Waktunya berdoa aja ya, gak cuma untuk aku tetapi juga untuk kalian. Semoga dipertemukan ya dengan orang yang tepat di waktu yang tepat. Semoga jodohnya baik, sholih/sholihah, pokoknya yang bisa bawa kita ke surganya Allah. Hehe aamiin. 

Selamat menunggu, ya. 


Welcome November, satu bulan yang kelihatannya sudah siap menyambut akhir tahun sebelum Desember datang. Menginjak bulan ke-11 ini membuat aku semakin tersadar bahwa waktu lebih cepat berlalu untuk sekarang ini. Padahal, beberapa waktu lalu aku baru saja lulus, bingung mau kerja apa dan di mana, serta gak tau harus ngapain.

Tapi, setelah dipikir-pikir ternyata aku sudah melewati banyak hal ya sampai November ini. Dulu, kalau menghadapi permasalahan batin dan pikiran rasanya berat sampai menumpahkan air mata yang tidak terhingga. Tapi ternyata, semuanya bisa berlalu juga, walaupun kalau diingat lagi prosesnya tidak semudah yang dipikirkan saat ini.

Ya, terkadang keraguan pada diri sendiri adalah penghambat kita yang paling utama ketika harus menyelesaikan suatu masalah. Apalagi kalau permasalahan itu bukan hanya menyangkut pribadi, tetapi juga melibatkan batin dan pikiran orang lain. Hal itu tentu tidak bisa kita hindari. Tapi, percaya tidak percaya, Allah pasti memberikan kekuatan kepada kita hingga akhirnya bisa melewatinya. Ya, seperti yang aku rasakan saat ini.

Meski November kali ini langitku belum terlihat terlalu cerah, aku yakin suatu saat badai juga akan berlalu. Matahari akan kembali bersinar dengan terang tanpa harus berseteru dengan hujan. Cahaya akan kembali benderang meski harus melewati gelap yang diciptakan awan mendung. Semua pasti ada masanya berlalu, aku yakin itu.

November, izinkan aku tersenyum bahagia seperti yang foto yang kusematkan di postingan kali ini. Aku ingin segera bebas dengan beban-beban hidup yang sangat berat belakangan ini. Aku ingin segera melalui masa-masa tersulit yang kupendam dan selesaikan sendirian. Sejujurnya, aku merasa sangat tertekan.

Tapi, di satu sisi, aku percaya beban dan masalah inilah yang akan mengantarku pada fase kedewasaan. Hal-hal yang kulalui adalah segala sesuatu yang Allah percayakan kepadaku. DIA yakin bahwa aku bisa melewatinya. Itulah mengapa fase ini tak kunjung selesai agar aku bisa semakin mengambil amanat dan nilai dari permasalahan yang terjadi.

November, aku tak pernah berharap lebih selain kepada Allah. Doa-doa yang kupanjatkan tentu akan selalu ditujukan kepada-Nya, salah satunya mengharapkanmu menjadi bulan yang kembali bersinar dan ringan beban. Aku sudah cukup lelah dengan masalah di bulan-bulan sebelumnya. Sampai-sampai aku yang jarang lagi menangis, eh.. Tangisnya tumpah berkali-kali di bulan sebelum kamu.

Aku harap, November bisa lebih pengertian. Segala masalah satu per satu aku harap bisa selesai. Kemudian, ada kabar-kabar baik yang akan menyertai kehidupan dala menyambut bulan dan tahun yang baru ini. Aku percaya, Allah akan selalu memberikan kemudahan bagi kita yang bersabar.

Aamiin.

Satu kalimat yang belakangan ini sering terdengar di telingaku. Ya emang sih, belakangan ini sering banget dokumentasiin perjalanan aku, mulai dari beberapa pekan lalu ke Semarang, lalu ke Solo, terus mampir ke Yogyakarta sebentar. 

Jalan-jalan? No. Ini semua dilakukan atas dasar pekerjaan. Pasti tau kan rasanya disuruh pergi ke suatu tempat dengan alasan bekerja? Ya enak sih, cuma pergi bawa beban dan tanggung jawab adalah satu hal besar yang tentu harus dipikirkan. 

Aku cukup terenyuh juga ketika orang-orang berkomentar "enak ih jalan-jalan mulu." Mungkin kelihatannya iya, enak, kerjaannya ke mana-mana jadi bisa sekalian jalan-jalan. Aku juga bersyukur akan hal itu dan memang dari dulu punya harapan bisa coba pekerjaan semacam ini.

Tapi, mereka gak tahu aja di balik jalan-jalan itu, ada sebuah "perjalanan". Ya, proses yang panjang, perdebatan batin dan pikiran, semuanya sempat terjadi dalam waktu yang bersamaan. Entah saat sebelum berangkat, saat berangkat, atau ketika kegiatan sedang berlangsung.

Sebagai introver yang payah, lagi-lagi aku merasa ini bukan pekerjaan yang cocok untukku. Sebab, aku sangat amat kelelahan ketika harus pergi dan jalan-jalan jauh, apalagi untuk bekerja sekaligus. Butuh banyak effort sih sebenarnya bagiku. Aku benar-benar sering merasa kelelahan dan butuh recharge diri.

Memang begitu ya, pencapaian orang lain memang terlihat enak-enaknya saja. Tapi untuk terlihat seperti itu, tentu ada banyak hal yang sudah dilewati sebelumnya, ada banyak usaha yang dikerahkan untuk tetap bertahan, dan juga ada banyak doa yang selalu dipanjatkan, apalagi untuk meminta sebuah pertolongan.

Ya Allah, terima kasih.

Aku begitu bahagia bisa diberikan kesempatan seluar biasa ini. Bahkan, aku tidak menyangka hal-hal yang aku keluhkan setiap hari bisa terlewati juga--meskipun semuanya belum selasai 100 persen. Tapi aku yakin, semuanya bisa berlalu karena aku punya Allah yang Mahabesar.

Bismillah.

Percayalah kawan, kesempatan terbaik gak akan pernah melewatkan kita. Hal-hal yang kita inginkan mungkin tidak bisa terwujud saat itu juga, tetapi kalau itu ditakdirkan untuk kita, maka kita akan mendapatkannya suatu hari nanti. 

Semangat, ya!


Berawal dari cerita yang bisa kalian baca di sini, aku menjadi terperangkap pada pekerjaan di luar kebiasaan. Awalnya, aku memang benar-benar tau untuk bisa terjun ke dunia videografi. Pasalnya, aku juga memang punya kemampuan yang payah soal itu. Tapi, saat diberikan kesempatan itu, aku akan sangat menyayangkan ketika aku tidak mengambilnya. Akhirnya, saat itu aku bergabung pada bisang Tata Kecantikan Rambut untuk membuat Bahan Ajar Audio Visual (BAAV).

Setelah itu, aku mendapat banyak sekali pelajaran. Ya, aku benar-benar belajar. Saat itu, aku merasa belum menjadi anggota yang baik karena tak bisa seaktif teman lainnya. Bahkan, memegang kamera pun sangat jarang, kemampuan editing pun tak seberapa, pun dengan kemampuan komunikasi dengan orang baru juga adalah keterbatasanku yang mungkin tidak bisa dilakukan secara instan.


Dari kekurangan itulah aku belajar pada project kedua BAAV ini, di mana saat ini aku diamanahkan menjadi ketua. Sebenarnya, aku sudah beberapa kali mengepalai grup tugas di kelas atau bahkan jadi ketua kelasnya. Tapi, kurasa berbeda ya jika harus menjadi ketua di antara orang-orang yang baru dikenal dalam waktu singkat.

Di project video ini, aku sebenarnya ingin sekali memperbaiki kekurangan saat menjalankan project yang pertama. Aku ingin sekali meningkatkan performa dan kerja kerasku untuk bisa jauh lebih baik. Namun, entah kenapa ada baik buruknya ketika aku menemukan anggota-anggota tim yang ternyata jauh luar biasa daripada aku, jauh berkemampuan dan jauh berpengalaman daripada ketuanya sendiri.

Pasalnya, anggota tim justru terlihat lebih aktif dan lebih giat dalam mengejar scene per scenenya. Yang dua tak lepas daripada kamera, yang satu lagi tak lepas memegang naskah. Padahal, awalnya aku sudah membagi tugas agar semua adil memegang tanggung jawab. Sementara aku lebih banyak diam, memantau, bahkan tidak kerja apa-apa selain bertugas menjadi back-up.

Entah ini terdengar menyenangkan atau justru buruk, tapi sejujurnya aku justru merasa gagal dan insecure. Sebab, ternyata aku masih belum bisa maksimal dalam memimpin tim di lapangan. Hal-hal yang tadinya ingin aku perbaiki saat project kedua ternyata belum bisa tercapai. Bahkan, rasanya "menjadi sia-sia" lagi seperti dahulu kala.

Aku benar-benar merasa tidak berguna. Tapi di satu sisi, sangat bersyukur bisa mendapatkan tim yang hebat-hebat. Bahkan, mungkin tanpa adanya aku mereka akan tetap bisa berjalan. Namun, dari dua project yang sudah kulewati ini aku belajar bahwa ternyata kembali kerja di lapangan bukan sesuatu yang terlihat menyenangkan bagiku.


Dari sini aku tersadar bahwa sepertinya aku memang bukan terlahir sebagai "anak lapangan". Aku bukan seseorang yang bisa beradaptasi cepat pada lingkungan baru, aku selalu merasa lelah ketika menghadapi situasi kerja dengan suasana keramaian, aku juga bukan orang yang mudah meng-improvisasi sesuatu dalam waktu cepat.

Berseberangan dengan itu, aku adalah orang yang harus berlama-lama untuk bisa akrab dengan orang lain, aku juga bisa lebih maksimal bekerja dalam keadaan sepi atau bahkan sendirian, aku juga tipe orang pemikir yang kalau memutuskan sesuatu harus dengan pertimbangan dan matang. Sementara, project video ini adalah kondisi yang berseberangan dengan kepribadianku.

Ya, memang belajar di luar kemampuan dan bekerja di lapangan memang tidak mudah. Mungkin itu yang bikin aku merasa tidak cocok menjadi jurnalis, meskipun aku lulusan jurnalistik. Sejatinya, memang diri kita sendiri itu paham dan sadar atas diri kita sendiri. Iya gak sih? Kalian sering gak ngerasa kayak gitu?

Ketika segala sesuatunya gak enjoy, itu sebenarnya menjadi alarm untuk diri kita sendiri dan tanda bahwa sebenarnya ada yang tidak beres di dalam diri kita. Sama halnya ketika kita tiba-tiba kebelet, itu artinya perut kita kepenuhan, jadi harus dikeluarkan. Sama juga seperti emosi yang tertahan terlalu lama, akhirnya keluar sebagai tangisan tanpa kita minta. Hal itu menjadi tanda bahwa kita sudah tidak kuat menahannya.

Ya, sama seperti satu malam di hari syuting kemarin. Tanpa sengaja, aku melupakan satu meeting penting untuk persiapan syuting video ketiga (sama juga bikin BAAV). Amanah baru lagi, mengetuai satu bidang untuk video selanjutnya yang tidak bisa ditolak. Saat itu, aku benar-benar bergegas join meeting di tengah-tengah syuting yang sedang berjalan malam hari.

Sampai di satu titik, aku sudah tak bisa lagi menahan. Ya, di situ aku menangis sendirian. Teman-teman lainnya sibuk di lobi hotel untuk syuting. Sementara aku, nangis di depan lift lantai 4, sendirian, sambil mendengarkan segala hinaan, caci maki, serta hal-hal yang sebenarnya tak ingin didengar.

Pasalnya, aku sama sekali memang tidak ada persiapan untuk meeting malam itu. Aku benar-benar lupa. Bahkan belum ada briefing apa-apa dengan tim karena memang sibuk dengan syuting video kedua ini. Rasanya hancur sekali malam itu. Tangis benar-benar pecah dengan sendirinya. Air mata yang keluar menumpuk di masker putihku dan membasahi seluruh mukaku malam itu.


Rasa bersalah, insecure, dan perasaan gagal memimpin di tim perhotelan belum selesai, tetapi sudah ditambah lagi dengan beban baru. Aku benar-benar merasa hancur saat itu. Rasanya ingin meluapkannya, tapi tidak bisa apa-apa selain diam, menangis, dan tidak mood ngapa-ngapain. Huft. 

Mungkin di antara teman-teman perhotelan menyadari itu. Aku terlihat sering sibuk sendiri, sering diam tak bisa apa-apa, sedikit bicara, bahkan ada kalanya benar-benar tak merespons apapun. Ternyata begitu rasanya menyimpan beban sendirian, apalagi bebannya ini sangat amat di luar dari kebiasaan, kemampuan, dan kemauanku.

Teruntuk tim perhotelan, maaf ya belum bisa jadi ketua yang baik. Bahkan sepertinya gak bantu apa-apa selain bantu angkat peralatan syuting. Mungkin, kalau untuk membantu membuat naskah, menyusun RAB, dan tugas-tugas semacam itu masih bisa dihandle dengan baik, meskipun gak mudah juga. Tapi, untuk kembali kerja di lapangan adalah satu beban berat buat aku, sehingga tidak bisa semaksimal kalian. Mianhae.

Setelah ini, kalau ditanya ingin terjun lagi ke dunia yang sama atau engga, jawabannya: kalau bisa ditolak, kenapa enggak? Hahaha. Lelah, bund.

Rasanya sudah cukup mencicipi pekerjaan ini. Pengalaman manis pahitnya sudah dicoba, kok. Bahkan mungkin setelah ini rasanya ingin menikah saja wkwkwk. Gak deng, bercanda. Eh tapi ya gapapa juga kalau emang udah waktunya. Wkwkw. Dahlah.

Tapi, aku juga tidak memungkiri bahwa banyak banget segala hal yang Allah kasih buat aku. Bukankah setiap amanah dan tugas yang datang adalah sebuah pembelajaran? Kalau kita merasa itu ujian, bahwa ujian tak pernah salah pundak. Itu artinya, seberat apapun yang aku hadapi sekarang itu artinya Allah percaya aku mampu melewatinya.

Itu yang selalu aku tanamkan dalam diri. Semoga sih harapannya bisa menjadi diri yang lebih baik lagi. Aku juga berharap semua lelah menjadi lillah dan segala rintangan segera berakhir. Ujian akan membuat kita semakin kuat, bukan? 😉

Cukup sekian aja ceritanya, deh. Kalau kebanyakan nanti bosen juga. Sebenarnya ini dokumentasi aja sih untuk pribadi, pun jadi tempat berkeluh kesah saat emang gak ada teman yang bisa aku ceritakan detail soal ini. Hehe. Semoga bisa diambil baik-baiknya, ya.



Assalamualaikum, gais! Sudah baca postingan sebelumnya? Kalau belum, baca dulu deh. Karena sedikit ada kaitannya sama postingan kali ini. Kalau sudah, lanjut aja kuy. Anggap saja postingan sebelumnya adalah pengantar sebelum aku bercerita soal kisah-kisah perjalananku ke Semarang kemarin. Jadi, enjoy ya!
Sebenarnya aku nulis selain untuk dokumentasi, juga untuk meluapkan segala emosi yang aku rasakan. (Emosi? Emangnya kenapa?) Haha. Ya, emosi. Jangan berpikir emosi itu cuma soal kemarahan, tetapi emosi adalah segala rasa yang kita rasakan. Mulai dari senang, sedih, bahagia, kesal, dan semuanya.

Kenapa emosi? Yya karena perjalanan ke Semarang ini ternyata merajut kisah-kisah yang menggabungkan segala emosi. Mungkin keliatannya aku baik-baik saja, seru-seru saja di Semarang, bisa main ke sana ke mari, bisa kerja sambil main. Ya, tapi ternyata tidak semudah itu. Ada banyak tangis dan usaha yang ada di baliknya.

Sejujurnya, aku juga ingin sekali bercerita sedetail mungkin kepada orang soal ini. Tapi, sayangnya aku tidak tahu harus berbicara kepada siapa. Rasanya aku benar-benar sendirian dan cuma bisa memendam. Alhasil aku memutuskan untuk bahas di blog aja, supaya lebih lega.

Emangnya aku mau cerita apa saja, sih?

Keindahan Semarang



Semarang, salah satu nama daerah yang sudah kutulis di wishlist buku planner. Beberapa kali Semarang sempat jadi topik perbincangan dalam kehidupanku karena beberapa orang terdekat pernah berbagi kisah-kisah mereka berkaitan dengan Semarang. Jadi, sempat kebayang keindahannya seperti apa.

Sejak saat itu, aku menulis tempat apa saja yang ingin aku kunjungi kalau aku ke Semarang, salah satunya Lawang Sewu. Alhamdulillah, tersampaikan sudah menginjakkan kaki ke sana. Namun, sayangnya karena waktu yang terbatas, jadi gak bisa lama-lama di sana.

Semarang itu kotanya indah dan cerah, mataharinya terik sekali. Menyenangkan, sih. Apalagi berada di sekitaran Kota Lama lumayan seru juga. Kehidupannya ramai sampai pukul 9 malam, tapi di atas itu benar-benar menyeramkan dan sepi. Kebayang gak sih kalau jalan malam-malam di tengah gedung-gedung tua dan kosong? haha.

Ada satu wishlist lagi yang belum kesampaian kemarin, yaitu ke Masjid Agung Jawa Tengah. Entah kenapa setiap mengunjungi daerah baru, yang kutuju adalah masjid-masjid bersejarahnya. Tapi sayang, gak semua orang punya wishlist yang sama, sehingga kalau bertemu dengan orang yang tiak tepat ya susah untuk mewujudkan harapan itu.

Tapi, gapapa. Mungkin ada kesempatan lain nantinya yang bisa bawa aku balik ke Semarang dan menuntaskan mimpi-mimpi yang tertunda. Udah sih, sekilas itu aja tentang Semarang. Kotanya puaaanas banget! Panasnya di Bogor ternyata masih wajar banget, karena ada yang lebih panas hehe.

Safar Tanpa Keluarga


Sejujurnya, ini salah satu safar yang terjauh tanpa keluarga--selain waktu itu jalan-jalan sama teman angkatan, ya. Biasanya kan banyakan, dan sekarang cuma ber 8 (6 orang mahasiswa dan 2 dosen). Tergolong sedikit memang, jadi vibesnya justru berasa lagi jalan-jalan, bukan untuk kerja. Hahaha.

Sebelumnya, aku juga ditawarkan sebuah business trip oleh salah satu klien di penerbit. Jadi, waktu itu tawarannya adalah aku harus meneliti dan cari data di 4 kota di Jawa Timur. Sayangnya, tawaran itu hanya untuk aku sendiri dan hanya ditemani oleh seorang laki-laki dewasa (bapak-bapak) yang menawarkan proyek. Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Nah, intinya saat itu aku gak jadi berangkat karena gak dapat izin dari papa. Maklum, anak perempuan gak dibolehin safar tanpa mahram. Jadi, aku ikut aja deh. Awalnya merasa sayang karena sudah menolak tawaran itu, tapi alhamdulillah ketika kita mengikhlaskan sesuatu karena mau taat kepada Allah, eh.. Diganti sama kesempatan pergi ke Semarang ini. Alhamdulillah.

Makan enak, tapi ...


Ada satu hari saat itu yang bikin aku gak nyaman. Apa? 

Jadi, suatu hari dosenku bertemu dengan temannya yang tinggal di Semarang. Tidak disengaja, aku bertemu mereka di lobi. Gak cuma aku, dua temanku juga ikut berkenalan. Beberapa waktu berbincang menjelang makan siang, eh.. Akhirnya diajak makan siang bareng.

Awalnya senang, karena ada kesempatan nih untuk makan makanan Semarang. Sekalian kulineran, pikirku. Tau-taunya, aku dibawa ke tempat kuliner kuno di Semarang. Aestetik sih, tapi tampilannya mencurigakan. Sebab, tak melihat orang-orang berhijab di sana. Ada sih, tapi sedikit. Sisanya orang-orang berpakaian mini wkwk. Bisa bayangin kan pas aku masuk ke sana diliatinnya kaya apa?

Tapi, karena emang ini diajak, ya apa boleh buat. Aku cuma bisa ikut. Ya sudah deh ceritanya aku masuk aja tuh ya, cuek. Pas duduk di meja makan, jeng-jeng.......Menu datang. Isinya ada menu-menu yang dilarang di agama, alias ada bibubebonya wkwk. Gausah dijelasin lah ya.

Dari situ aku sudah makin pusing deh tuh, gak tau mau mesen apa. Aku juga inget dan pernah denger, kalau ada sesuatu yang halal dan haram di satukan, ya... Pokoknya jadi ragu gitu deh.Walaupun ada menu halalnya, tapi kita kan gak pernah tau ya alat dan bahan apa aja yang digunain di dalam dapur. 

Akhirnya aku gak pesan makanan karena ragu dan takut. Padahal katanya makanannya enak-enak, tapi ya gimana, masa menggadaikan keimanan cuma untuk makanan enak? Haha. Dari situ aku ngeliat dosenku dan temannya kayak menyadari ketidaknyamanan aku di sana. Tapi ya gimana, gapapa lah. 

Kerja di Luar Zona Nyaman


Selanjutnya, pekerjaan ini. Ya, pekerjaan jadi videografer dan tim editing agak ribet juga. Dulu, aku gak pernah mau ambil kerjaan selain nulis. Karena ya nyaman dan ngerasa bisanya cuma di bidang penulisan. Tapi, sekalinya coba kerjaan di luar itu, eh malah jadi terjebak di sini wkwk.

Sebenarnya seru, aku jadi belajar hal baru. Tapi, asli, aku merasa benar-benar "sendirian". Pertama, aku ngerasa gak ahli di bidang videografi, sementara teman-teman lain sudah lebih berpengalaman. Kadang ngerasa bisa dibantuin, tapi kadang-kadang harus ngerasa kalau yang namanya udah turun ke dunia kerja, pasti pada akhirnya akan sendiri-sendiri.

Ya, intinya keegoisan akan berlaku di dunia kerja. Gak ada saling tunggu-tungguan, gak enakan, kasihan, dll. Segala hal di luar zona nyaman harus siap-siap diterima. Walaupun emang berat banget buat aku. Contohnya tadi malam, baru banget dapat kabar satu orang di timku mengundurkan diri......

Ah, kepala kayak mau pecah rasanya! Mencari orang baru dalam waktu singkat memang lumayan berat. Ditambah lagi beban-beban lain yang lagi bermunculan di waktu yang bersamaan. Tapi, ya itulah dunia kerja. Gak ada yang bisa kita terka. Tapi, bismillah, berdoa selalu supaya minta dikuatkan pundaknya sama Allah:')

Perjalanan ke Semarang


Terakhir, aku mau ceritain perjalanan saat ke Semarang. Waktu dari Jakarta ke Bogor, sejujurnya aku excited bisa naik kereta jarak jauh. Maklum, gak pernah. Tapi, ternyata flat aja gitu selama perjalanan karena sedikit ngobrol sama orang-orang. Karena teman-temanku sibuk sama doi masing-masing wkwkw. Sedih sih, karena aku gak ada teman ngobrol dan emang gak ada doi juga. Tapi, yaudah, mau gimana lagi ya kan?

Terus, pas perjalanan pulang, aku lumayan deg-degan sih. Karena kita ambilkereta jam 3 pagi dari Semarang.  Alhasil, kita (cuma berempat) gak berani tidur karena takut kebablasan. Padahal saat itu benar-benar capek dan pegel banget, cuma gimana ya kan.

Nah, di tengah perjalanan, aku tidur deh tuh, yang lain juga. Tapi, pas azan subuh berkumandang dari hp aku, akhirnya aku kebangun. Tapi, melihat kondisi perjalanan kayaknya saat itu masih jauh dari stasiun. Pun kalau memang berhenti, ya gak akan lama. Itu yang bikin aku gak punya waktu buat sholat. Aku kebingungan.

Saat itu aku coba searching bagaimana cara terbaik untuk bisa sholat. Melihat teman-teman lainnya masih tertidur, aku ke kamar mandi saja dulu jaga-jaga mengambil air wudhu. Pas balik dari kamar mandi, aku melihat di sebrang kursi kami ada seorang laki-laki lagi sholat dengan duduk. Dari situ aku terinspirasi untuk sholat duduk juga.

Sebenarnya seperti yang aku tahu, hukum sholat duduk itu bisa dilakukan kalau memang benar-benar mendesak. Nah, yang aku ragu, aku gak tahu saat itu mendesak banget atau enggak. Atau memang akunya yang kurang ilmu? Tapi, karena aku ngerasa gak ada pilihan lain, akhirnya aku cari tempat duduk kosong dan sholat sambil duduk juga.

Aku cuma bisa berdoa sama Allah atas ibadah yang aku lakuin saat itu. Aku yakin Allah tahu kok niat baik kita. Bismillah aja saat itu kwkk. Alhamdulillah, aku mau berterima kasih sama mas-mas yang waktu itu sholat di kereta, aku jadi ada jalan keluar dari kegelisahan.

Udah deh, udah cukup panjang ceritanya sih wkwk. Segitu dulu ya, teman-teman. Makasi sdah mau baca sampai kalimat terakhir. Sejujurnya cuma bisa nuangin lewat blog aja. 


Beberapa waktu lalu, ada tawaran pekerjaan pergi ke beberapa kota. Semua akomodasi ditanggung, tapi sayangnya aku harus pergi sendirian—meskipun akan didampingi oleh bapak yang menawarkan proyek. 

Sebenarnya itu adalah salah satu impian pekerjaan: jalan-jalan yang dibayar. Namun, dari awal aku sudah tidak yakin untuk pergi sendirian; karena tidak mampu dan tidak mau (karena safar & tanpa mahram). Ditambah lagi, papa juga tidak mengizinkan karena alasan kedua. 

Awalnya sedih, kayak ngerasa sayang banget karena sudah melewatkan satu kesempatan yang mungkin gak bisa datang dua kali. But, isokaayy! Aku selalu yakin ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, DIA akan kasih gantinya suatu saat nanti—yang mungkin bisa dengan cara yang berbeda. 

And then, i'm here! Semarang~~



Gak lama kemudian, aku dikasih kesempatan lagi dengan pekerjaan menyenangkan, bisa jalan-jalan, dan dibayar. MasyaAllah Tabaarakallah. Gak pernah nyesel buat berdoa ke Allah. Pasti ada aja kejutan tak terduga🥲❤

Sebenarnya mungkin keluar kota bukanlah satu hal yang luar biasa. Bahkan setiap orang mungkin bisa saja melakukannya atau bahkan mendapatkannya. Tapi, cita-citaku sederhana; bisa keluar kota—apalagi sambil jalan-jalan, dll. 

Memang, orang sesedehana kayak aku yang anak rumahan dan gak punya kampung halaman membuat "keluar kota" adalah salah satu kesempatan langka. Apalagi, kita bisa melakukannya karena kerja keras sendiri atau ya hasil usaha kita sendiri. Beda lah ya vibesnya sama orang-orang yang sekadar jalan-jalan. 



Ya gitu deh intinya wkwk. Tapi, aku bener-bener takjub sih sama kebaikan yang Allah kasih. Gak perlu nunggu lama-lama, kesempatan kayak gini datang lagi dan akhirnya papa merestui aku untuk pergi. Karena kebetulan perjalanan kali ini memang gak sendirian, ada mahramnya, dan juga ada pak dosen. Aman lah.

So, jangan pernah ragu untuk meninggalkan sesuatu yang bikin kita gak nyaman dan gak berkah. Mintalah petunjuk sama Allah, karena di sanalah letak keberkahan-Nya. 

Ingat, keberkahan lah yang utama dalam segala sesuatu. Sebab, berkah sudah pasti bahagia, tapi bahagia belum tentu berkah. Semoga kita gak lupa ini🌻



Kata orang, manfaatkan waktu luang sebaik mungkin dengan hal-hal yang produktif. Ya, aku penganut pernyataan tersebut, Seringkali aku selalu senang dengan segala hal yang berbau produktivitas. Pasalnya, aku terlahir sebagai seseorang yang jauh dari kata gak bisa diam.

Entah ini aneh atau tidak, aku justru nyaman jika diberikan sebuah "tugas dan amanah". Walaupun kedengarannya berat, tapi menurutku dengan adanya dua hal itu, aku bisa mencapai satu motivasi dalam hidup, yaitu bermanfaat bagi orang lain. Itulah nilai baik yang aku dapatkan ketika diberikan tugas dan amanah.

Dari dulu, aku selalu senang jika dipercaya oleh orang lain. Meskipun rasanya tidak terlalu ringan, alias banyak sekali rintangan dan halangan saat kita sedang mengerjakan beragam kesibukan--apalagi di waktu yang bersamaan. Tapi, bagiku ada sisi-sisi yang menyenangkan karena aku bisa mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat.

Semenjak lulus dari kuliah, ada perasaan sedih. Kenapa? karena ternyata kehidupan pascakuliah sangat tidak menentu. Jika kita hanya terus menunggu, tentu gak akan ada hasil yang kita dapat. Maksudnya, pekerjaan yang kita cari itu harus dikejar dan diciptakan, bukan hanya ditunggu. 

Di satu sisi, aku belum menemukan kenyamanan dalam bekerja yang full time. Kadangkala aku merasa kerja kantoran kayaknya menyenangkan, ditambah aku yang memang senang sekali menjalankan sesuatu yang terjadwal. Dengan begitu, pekerjaan pasti akan jelas, dari jam sekian sampai jam sekian, apa saja yang akan dikerjakan, apa yang ingin dicapai, dsb.

Tapi di sisi lain, aku juga tipe orang yang "bosenan". Alias, kalau setiap hari pekerjaannya begitu-begitu saja ya males juga kadang-kadang. Pribadi introver aneh seperti aku kadang-kadang gak bisa menjalankan rutinitas yang itu-itu saja. Kecuali semua hal pekerjannya bikin nyaman, ya, hehe.

Untuk itu, sementara ini freelance memang menjadi pekerjaan yang nyaman. Di samping bisa dikerjakan kapan saja, pekerjaannya juga beragam; mulai dari pembuatan video, syuting, editing video, proyek percetakan buku, mendesain tata letak, dsb. Setidaknya aku bisa melampaui banyak pekerjaan dalam satu waktu.

Enaknya, freelance bisa mengatur waktunya sendiri. Dengan begitu aku lebih punya banyak waktu luang. Balik lagi ke kalimat-kalimat di paragraf pertama, aku gak bisa jauh-jauh dari produktivitas. Rasanya kalau gabut dan berdiam diri di kamar tanpa ngapa-ngapain adalah mubazir waktu. Ditambah lagi malah jadi pusing dan sakit hahaha.

Untuk itu, aku memutuskan buat bikin siniar. Iseng aja sih. Bahkan aku gak tahu akan didengar sedikit atau banyak orang. Yang penting aku gak sia-sia aja sih. 

Siniar ini berangkat dari keresahan aku yang punya waktu luang tapi bingung mau ngapain. Ketika mau nyari teman untuk curhat atau cerita, ternyata teman-teman juga sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Alhasil, siniar ini menjadi mediaku untuk mengutarakan segala isi hati dan pikiran. Ya, lagi-lagi aku lakukan untuk diri aku sendiri sih. Masalah akan didengar orang atau diapresiasi itu adalah bonus.

Nah, tapi senang gak sih rasanya kalau punya karya tuh ada yang menghargai, ada yang menyukai, dan ada yang menunggu-nunggu di luar sana? Kalau gitu, gak ada salahnya ya kalau aku promosi di blog ini. Siapa tau ada yang lihat dan makin banyak pendengarnya.

Nah, ini podcastnya. Namanya Teman Cahaya. Bisa di subscribe di Google Podcast Teman Cahaya atau bisa banget follow di Spotify Teman Cahaya. Meskipun episodenya masih sedikit dan kualitasnya masih berkembang, gapapa lah ya kita promosiin. Siapa tau ada masukan dan kalian suka hehe. 

Namanya juga baru, jadi maklumin aja ya kalau masih banyak kekurangan. Senang sekali kalau kalian mau ikut mendengarkan dan bagikan kepada orang lain. InsyaAllah lagi belajar konsisten untuk upload setiap minggunya. 

Semoga bermanfaat, ya, siniar dan postingan kali ini. Yuk, sebagai anak muda jangan cuma leha-leha dan cari uang saja. Tebar juga cahaya dan kebaikan-kebaikan yang kita punya, sekecil apapun. Hehehe. Salam kebaikan, semoga kita sehat dan bahagia selalu. aamiin.




Narasi ini aku tulis sebagai bentuk harapan dan khayalan seorang Aca di tahun 2021. Ya, ingin jadi kaya. Itulah cita-cita yang sekarang terpikir dari seorang perempuan freelancer yang belum bekerja tetap, pemasukan kadang-kadang, pengeluaran tiap bulan, dan kalau tidak ada pekerjaan kerjanya cuma baca, tidur, makan, dan rebahan.

Siapa sih yang gak mau kaya. Semua orang kayaknya pengen jadi orang kaya. Dengan begitu, mereka bisa beli apapun yang mereka suka tanpa lagi melihat harga. Mereka bisa mengoleksi apa saja yang mereka inginkan, mereka bisa makan apapun yang mereka inginkan. Kalau kita jadi kaya, mungkin terasa sangat menyenangkan.

Sama, aku juga berpikir demikian. Sepertinya jadi orang kaya itu menyenangkan, ya? Tapi, cuma sekadar senang, bukan bahagia. Dari situ, aku berpikir gimana caranya kaya itu gak cuma untuk senang-senang, tapi juga bisa membahagiakan jangka panjang.

Mulai dari situ, aku seringkali berkhayal, aku ingin sekali jadi orang kaya. Selain bisa membahagiakan diri sendiri, tentu ada banyak anggota keluarga, saudara, sahabat, serta orang-orang di sekitar yang butuh kita. Kalau kita jadi kaya, kita harus pahami bahwa sebagian kekayaan itu adalah milik orang lain. Jadi, jangan dihabiskan sendirian.

Melihat kehidupanku, rasanya banyak sekali orang-orang sekitarku yang ternyata "membutuhkan". Tak perlu jauh-jauh melihat orang lain, keluarga besar saja seringkali ribut karena masalah uang. Yang satu berkecukupan, tapi gak mau membagikan atau meminjamkan sebagian rezekinya. Yang satu senang sekali berbagi, tapi kondisinya juga pas-pasan, sehingga harus mencari situasi yang tepat untuk bisa berbagi.

Tak jarang juga antarsaudara sampai pinjam dan kasih diam-diam, karena jika diketahui sama saudara yang lain menjadi timbul permasalahan baru. Ah, terlalu ribet rasanya jika ngomongin cuan. Dan ternyata itu yang menjadi permulaan masalah di keluarga kebanyakan orang, termasuk keluargaku.

Untuk itu, rasanya menyenangkan kalau aku bisa jadi orang kaya. Terlebih, aku suka sekali berbagi. Bahasa cinta yang aku miliki (berdasarkan tes) adalah memberi hadiah. Karena aku cukup payah untuk menyampaikan perasaan melalui kata-kata. Ya, memberi hadiah adalah sumber kebahagiaanku.

Kondisi ini membuatku punya motivasi untuk jadi kaya. Sama seperti yang Nabi SAW anjurkan bagi setiap Muslim untuk bisa jadi orang kaya. Sebab, jika seorang Muslim adalah orang kaya, dia tidak hanya berpikiran soal harta benda, melainkan kekayaan hati atau qanaah yang akan ia pegang.

Itu artinya, semakin kaya seorang Muslim, baiknya kita semakin banyak berbagi kepada orang lain. Kita tentu akan berzakat lebih banyak dan dengan begitu kita membantu orang-orang yang lebih membutuhkan. Di samping itu, mungkin aku juga bisa menjadi perantara rezeki orang lain atau saudara kita sendiri.

Kalau boleh berkhayal, seneng deh rasanya setiap orang yang butuh dan mau pinjem uang, kita tinggal kasih dan bilang, "Gak usah diganti, gapapa." Atau, sesederhana kalau saudara butuh sesuatu, tanpa diminta kita bisa kasih sendiri sesuai kemampuan kita.

Ah, rasanya gak cuma dunia, tapi InsyaAllah bisa jadi sumber pahala juga bagi kita yang mengerti dan mampu mengendalikan hati dan harta. MasyaAllah ya, berkhayal memang paling nikmat wkwkkw.

Tapi, sebaik-baiknya manusia yang pandai dalam berusaha. Untuk jadi kaya, mungkin kita gak bisa tuh cuma berdoa dan minta sama Allah, tapi kita juga perlu usaha. Jadi, jangan menyerah dan tetap semangat ya untuk kita yang sedang berjuang.

Jangan lupa, berapapun hasil yang kita dapatkan--entah kaya atau biasa saja--jangan lupa untuk selalu libatkan Allah. Jangan lupa sedekah, jangan lupa berbagi kepada sesama, dan jangan lupa gunakan harta kepada hal-hal yang baik. Supaya kita tidak hanya senang, tetapi juga bahagia.

Okedeh, sekian dulu halunya. Hahaha. Semoga kita bisa jadi orang kaya, ya! Kaya harta dan kaya hati pastinya. Aamiin.


Sesuai dengan judulnya, mungkin kita seringkali dihadapkan dengan kondisi untuk memilih: apakah kita harus menerima rezeki ini atau justru menolaknya? Ya, situasi ini menjadi situasi paling sering ditemukan oleh orang-orang yang sudah bekerja. Dan aku baru merasakannya akhir-akhir ini. Maklum, anak baru banget di kehidupan sesungguhnya hehe.

Jadi, qadarullah-Nya aku sudah sering mendapatkanpekerjaan freelance dari tempatku menjabat sebagai brand ambassador di sebuah penerbit di kotaku. Awalnya aku tidak pernah menyangka akan bisa berkontribusi lebih di sana. Seringkali aku mendapatkan amanah baru untuk belajar.

Sejujurnya, aku senang sekali bisa bergabung di penerbit ini. Ada banyak hal yang sudah kulalui dan menurutku sejauh ini bisa mengembangkan diriku di bidang penerbitan. Selain diajak menulis (sebagaimana mestinya), aku juga seringkali diajak mengerjakan proyek penerbitan, seperti editing naskah, mendesain tata letak buku, dsb.

Aku jadi teringat pada sebuah celetukan yang cukup nyeleneh di masa lalu. Dulu kalau temanku bertanya, "Mau kerja di mana?" Jawabanku selalu diam. Tapi, pernah sekali aku menjawab dengan jawaban ini, "Bisa gak sih pekerjaannya aja yang nyari kita?" Wkwkw, sesederhana itu. Aku sampai gak tahu mau kerja di mana.

Dan, ya! Sejauh ini aku belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai, tapi ada aja pekerjaan yang datang ke aku. Enaknya jadi freelancer ya begini. Tapi, tentu ada gak enaknya juga, alias kalau memang sedang tidak ada pekerjaan yang ditawarkan, kantong kering dan gak bisa main sama temen-temen, hehehe.

Lah, kok jadi ke mana-mana, ya?  Wkwkw. Ya sudah, yuk balik ke topik.

Sebagai freelancer, aku tidak muluk-muluk jika ada pekerjaan yang datang. Suatu hari, kakak-kakak dari penerbit ini mengajak aku untuk memegang sebuah proyek penulisan dari sebuah lembaga besar di Indonesia. Awalnya, aku mengiakan. Karena aku selalu berusaha untuk tidak melewatkan sebuah kesempatan.

Kagetnya, kakak itu bilang, aku diminta untuk terjun lapangan sendirian. Awalnya sih mikir gak bakal gimana-gimana karena semasa kuliah juga sering pergi sendirian untuk meliput berita. Tapi, setelah dijelaskan teknisnya, aku cukup kaget dan bingung karena harus berada di antara senang dan sedih.

Kakak itu bilang, aku harus pergi ke 4 kota di daerah Jawa Tengah. Di sana aku harus mewawancarai beberapa pihak, mencari data, dan menganalisis tentang sebuah proyek. Sebenarnya, aku senang bisa mendapatkan kesempatan ini, pasalnya aku juga pernah terbesit untuk bisa "Jalan-jalan yang dibayar" alias bisa pergi ke sana-kemari karena melakukan pekerjaan yang dibayar sesuai hobi.

Kedengarannya menyenangkan bukan?

Tapi, di satu sisi, aku juga tak bisa pergi sendirian. Di samping aku tidak mampu, tetapi dalam agama juga tidak diperbolehkan seorang perempuan yang belum menikah bepergian tanpa mahramnya. Mungkin, ada juga yang memperbolehkan pergi sendirian, sebagaimana pendapat dari Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta.

Dikutip dari Republika, Lembaga Fatwa (Dar al-Ifta) Mesir menyatakan, seorang perempuan boleh bepergian tanpa didampingi mahramnya dengan syarat-syarat tertentu, yaitu yang bersangkutan tetap terjaga baik agama, jiwa, kehormatan selama dalam perjalanan.

Namun, kasusku kali ini ternyata berbeda. Waktu aku menanyakan kembali teknisnya seperti apa, ternyata nanti aku akan didampingi oleh si Bapak yang menawarkan proyek ini. Setelah tahu itu, bukannya aku semakin percaya, malah semakin tidak yakin. Sebab, dengan begitu aku bukan lagi sendirian, tetapi memang perg bersama yang bukan mahram.

Awalnya sih biasa aja ya, karena aku juga ingin sekali mengambil kesempatan langka ini. Tapi, di satu sisi, karena aku sudah tahu hukumnya bagaimanya, akhirnya aku mencoba meminta izin kepada ayahku. Dan jawabannya sama seperti dugaanku, ia tidak mengizinkannya karena alasan yang sama.

Sejak itu, aku langsung menolak tawarannya tanpa babibu lagi. Aku sudah benar-benar yakin setelah mendapatkan jawaban. Setelah ini, muncul lagi pertanyaan dalam benak kita, menolak rezeki akankah menjadi dosa?

Menurutku, dosa dan pahala adalah urusan Allah SWT. Tapi, saat kita sudah mengetahui hukum dan syariatnya dan kita melakukannya, insyaAllah Dia Mahatahu tentang apa yang dilakukan hamba-Nya. Meskipun aku sempat khawatir, aku yakin ketika menolak pekerjaan ini karena untuk menjaga diri dan menjalankan perintah-Nya, Allah akan menggantinya dengan kesmepatan yang lain.

Aku tahu, mungkin banyak juga yang nantinya akan menyesali kesempatan ini jika mereka menemukan kondisi yang sama. Tapi, tidak denganku. Aku hanya yakin ketika kita menolak sesuatu karena Allah, tentu Allah juga akan mengerti ketika hamba-Nya tidak menerima rezeki itu.

Ya, meskipun satu harapan jalan-jalan itu hilang, insyaAllah akan ada rezeki lain yang entah bagaimana caranya Allah akan kabulkan di kemudian hari. Aku hanya sedang membiasakan diri untuk selalu berhusnudzon kepada Allah. Alhamadulillah, setelah itu aku sering merasa tenang.

Jadi, untuk kalian yang sedang berada di masa-masa mencari rezeki, jangan lupa untuk nomorsatukan Allah dulu sebelum memilih dari mana pintu rezeki yang akan kita masuki. Sebab, kita ini mencari uang jangan untuk dunia, tetapi juga untuk akhirat. Maka kita harus menjemputnya dengan cara-cara yang baik.

Jangan pernah mengambil sebuah rezeki dan kesempatan besar kalau kita harus menggadaikan keimanan atau ketakwaan kita, sebab bisa jadi keberkahan itu tidak akan pernah datang. Jangan lupa juga untuk mensyukuri sekecil apapun rezeki yang datang kepada kita, karena kita yakin rezeki itu didapatkan karena sebuah keberkahan.

Yuk, perbaiki dulu niat bekerjanya. Jangan semata-mata karena uang, uang, dan uang. Oiya, jangan lupa libatkan Allah juga dalam setiap mengambil keputusan. Insya Allah, bisnis dan pekerjaan tidak hanya lancar, tetapi juga mendapatkan keberkahan yang luar biasa dari Allah.

Semangat untuk kita pejuang nafkah! ✨


Pada suatu malam, aku pernah bertanya kepada Allah. 

"Ya Allah, sampai kapan perasaan ini harus aku simpan? Sampai kapan aku terus menerus menyebut namanya dalam doa? Sampai kapan mencintai dalam diam itu ada jawabannya?"

Aku benar-benar memohon saat itu. Berharap ada jawaban langsung atau sinyal-sinyal dari Allah tentang apa yang seharusnya aku lakukan ketika dalam keadaan bingung seperti saat itu. 

Tapi, lagi-lagi Allah tak langsung membalas. Di satu sisi, aku juga memahami bahwa balasan dari doa memang tak selalu cepat. Bahkan ada yang sengaja Allah tunda untuk sebuah kebaikan yang lain atau bahkan tidak dikabulkan karena bukan sesuatu yang terbaik untuk dikabulkan.

Hampir setiap malam, aku merasakan kebingungan itu. Bahkan, aku juga bingung dengan perasaan yang terus tumbuh padahal tak ada pupuk yang aku tanamkan. Memberikannya air saja belum tentu. Entah mengapa perasaan itu bisa bertahan sampai waktu yang ternyata sudah memasuki satu tahun.

Padahal, jelas juga sinyal-sinyal dari arah lain, yang menyuruhku untuk tidak melanjutkan perasaan ini. Ya, semenjak memutuskan untuk memperhatikannya dari kejauhan, rasanya tak ada lagi alasan untuk bertahan pada sebuah perasaan yang tidak jelas.

Namun, lagi-lagi aku bingung, kenapa perasaan itu justru bertahan.

Tapi, kemarin malam, ada sinyal-sinyal dari jawaban yang selama ini aku nantikan. Pasalnya, ada orang terdekat yang secara inisiatif menanyakan sebuah kepastian. Padahal, aku sama sekali tidak pernah merekomendasikannya untuk melakukan hal itu.

Dan jawabannya, dia punya prioritas yang berbeda. 

Ya, jika disamakan dengan prioritas dan sesuatu yang sedang aku kejar, rasanya tak mungkin jika mengharapkannya terlalu jauh. Sebab, akan ada waktu yang lebih banyak kuhabiskan hanya demi menunggu dirinya--yang bisa saja juga akan membawa ujung yang tidak membahagiakan. 

Sejak mendengar kabar itu, hebatnya aku tak merasa sakit hati--karena jawaban yang berbeda--justru aku bersyukur karena hal itu membuatku menemukan jawaban yang selama ini aku nantikan. Sebab, bertahan pada ketidakpastian bukanlah sesuatu yang menyenangkan, kita berasa hidup bersama bayang-banyang ekspektasi tak terkendali.

Mungkin, ini jawaban yang Allah berikan dari sekian banyak doa yang sudah aku panjatkan. Ternyata butuh waktu satu tahun untuk menemukannya. Aku hanya yakin, Allah pasti punya banyak kejutan lain di balik semua ekspektasi yang sudah aku buat sebelumnya.

Dengan begitu, aku memutuskan untuk tak lagi berharap. Aku hanya kembali menata diri, meminta petunjuk dan jawaban selanjutnya dalam menemukan jodoh dan kenyataan yang sesungguhnya. Cuma Allah tempat aku berharap.

Semoga kalian di luar sana juga selalu menggantungkan diri dan kehidupan kita kepada Allah, ya. Sebab, kita juga hidup atas kuasa dan karunia-Nya. Jadi, pinjaman hidup yang kita nikmati tentu akan dipertanggungjawabkan kelak.

Tetap semangat, ya!


Dosenku selalu bilang, "Kamu itu cantik, pintar, bisa ini dan itu. Tapi, saya merasa ada satu hal yang bikin saya (sebagai cowok), gak suka atau mundur dari kamu. Tapi hal itu juga saya gak tau, gak bisa dijelaskan. Di situlah letak "kurang"-nya kamu." 

Sejujurnya, kalimat itu sudah tak asing lagi untukku. Pasalnya, perkataan itu sudah keluar beberapa kali dari mulut yang sama. Dan sampai sekarang aku masih belum tahu tentang apa hal yang ia maksud tersebut. 

Kalau saja kurang itu maksudnya kekurangan, sudah sewajarnya aku merasa baik-baik saja bukan? Maksudnya, setiap manusia memang akan selalu ada lebih dan kurang. Perkara belum ada laki-laki yang mendekat, bukan hanya faktor "kurangnya aku" yang mempengaruhi, tapi bisa jadi memang belum waktunya saja. 

Sebenarnya, aku sungguh penasaran kenapa hal itu benar-benar membekas ke ingatan. Padahal ya tadi  aku seharusnya gak khawatir. Tapi, di satu sisi, aku paham betul bagaimana seorang pakar psikologi jika sudah membahas mengenai karakter dan kepribadian seseorang. Ya, dosenku itu lulusan S2 Psikolog. 

Memang, tak banyak ucapan, penilaian, cerita, dan pengalaman dari dosen ini melenceng atau salah. Rata-rata selalu benar dan memberi pelajaran. Rasanya selalu senang berbagi banyak hal dan mengambil sudut pandang baru setiap berdiskusi sama dosenku ini. 

Maklum saja, sudah ribuan orang mungkin yang dia temui dengan berbagai latar belakang, kondisi, dan karakter yang beragam. Makanya dia pandai sekali membaca ekspresi wajah, menghirup aura seseorang, serta memberikan solusi-solusi masalah mental. Luar biasa. Tak jarang juga aku berkonsultasi padanya.

Terlepas dari apapun yang diberikannya, aku bersyukur pernah dan masih menjadi seseorang yang dipercaya dalam beberapa hal hingga bisa menciptakan hubungan sedekat ini bersama sang dosen. Semoga sehat dan bahagia selalu, aamiin.
Foto/Pixabay


Masih tentang lelaki yang sama, yaitu laki-laki yang sejak saat itu sudah merampas hati seorang perempuan lemah seperti aku. Perkara diberikan berbagai bentuk dukungan, perbincangan yang bermanfaat, sampai hadiah-hadiah sederhana ternyata bisa meluluhkan hati yang sudah lama tidak jatuh cinta. Entahlah, aku juga tidak mengerti kenapa bisa jatuh cinta dengannya.

Padahal, mungkin kedekatan kami kala itu hanya saling mengisi kekosongan. Bahkan, aku mungkin baru tahu satu per satu sifat manisnya yang bisa saja memang sudah melekat dalam dirinya. Jadi, perkara perlakuan manis yang dia tunjukkan di hadapanku hanya sebuah kebiasaan yang biasa ia lakukan, bukan hanya kepada aku, melainkan pada yang lain juga.

Awal mulanya, kita sama-sama saling menyapa setelah sekian lama hanya membisu dan saling kenal saja. Ya.. Pernah sih sesekali saling membalas komentar di media sosial. Lagi-lagi hanya sebatas teman yang saling memberi pendapat atau dukungan. Sebatas itu. Tetapi, ada suatu masa di mana kita sama-sama saling terbuka untuk bercengkerama lebih daripada biasanya.

Semula aku biasa saja. Bahkan tak pernah ada niatan untuk menaruh setiap kejadian ke dalam hati. Alias gak mau baper. Sudah beberapa tahun belakangan rasanya jatuh cinta bukan menjadi prioritasku dalam hidup. Tetapi, entah sejak kapan tepatnya aku mulai lagi merasakan hal itu. Aku juga tidak tahu apakah rasa ini aku rasakan sendirian atau dia juga merasakannya.

Tak berlangsung lama, tiba-tiba keadaan benar-benar berubah. Ada satu hal yang membuat kita salah paham, sehingga aku tak lagi menerima notifikasi komentar darinya. Sedih, benar-benar sesedih-sedihnya. Aku merasakan jatuh cinta yang cepat dan patah hati yang sangat instan saat itu.

Sejak saat itu kita benar-benar terlihat asing. Sesekali aku masih berusaha untuk mencairkan suasana, bahkan meminta maaf atas sebuah kesalahan yang aku lakukan. Namun, hal itu itdak mengubah kecanggungan kita. Alhasil, sampai detik ini aku masih merasa kita belum baik-baik saja.

Tentang hal ini sebenarnya aku tak mau lagi ambil pusing. Bahkan aku beberapa kali sengaja melupakannya agar tak lagi menaruh harap pada seseorang yang mungkin saja tidak membalas perasaanku. Aku hanya terbalut pada perasaan yang sudah terbawa pada intensitas percakapan yang kita lakukan saat itu.

Namun, aku juga tidak munafik. Hampir setiap hari aku mendoakan dirinya karena aku tahu Allah hanyalah satu-satunya tempat berharap. Apalagi ketika kita tidak bisa lagi mengendalikan hati manusia. Pada dasarnya, memang manusia tidak kuasa atas hal itu. Itulah mengapa aku menggantungkan segalanya kepada Allah, biar Allah saja yang berkehendak dan membolak-balikkan hatinya.

Dari situ aku meyakini bahwa Allah tak pernah memberikan segala sesuatu sia-sia, termasuk perasaan yang dititipkan-Nya ini. Entah itu datang hanya untuk pembelajaran atau justru akan ada akhir yang nantinya harus aku jalankan. Wallahu'alam. Aku yakin Allah selalu punya akhir terbaik.

Sejak saat itu aku merasa nyaman dengan kesendirian. Meski sesekali merindukannya, tetapi dengan berdoa itu aku selalu merasa tenang. Jujur, perasaan itu selalu datang dan pergi tak karuan. Sesekali aku melupakannya, sesekali lagi aku merasa kembali menyukainya. Padahal, hubungan kami pun tak mengalami perkembangan.

Mungkin itu yang namanya perasaan. Kita gak bisa mengatur kapan dia harus pergi dan datang. Aku juga tak pernah menyalahkan kenapa perasaan ini menghinggapi hatiku, padahal dia pun tak menunjukkan balasan. Namun, setiap ditanya siapa orang yang aku suka (oleh teman-teman), aku masih menjawab dengan namanya. 

Teruntuk kamu, yang mungkin saja membaca postingan ini, aku tidak pernah berharap banyak. Meskipun sesekali sering berkhayal tentangmu, tetapi dalam waktu dekat yang aku inginkan hanyalah hubungan baik denganmu lagi sebagai teman. Ya, hanya sebagai teman saja aku sudah senang. Apalagi kalau kamu mau menganggap lebih, mungkin rasanya tak perlu aku jelaskan.

Tapi, mungkin saja kamu gak baca postingan ini, gapapa. Aku hanya ingin mengutarakan perasaan hati yang mungkin selalu tertahan dan tak bisa diceritakan kepada orang-orang sembarangan. Karena perkara perasaan bukanlah satu hal yang main-main bagiku sekarang. Mungkin saja perasaan ini hanya perasaan sesaat, aku tidak tahu.

Yang jelas, kini doaku sudah berubah. Kalau saja kita bukan ditakdirkan sebagai jodoh, aku berharap Allah akan menjodohkan kita dengan orang-orang terbaik pilihan-Nya. Aku juga selalu mendoakanmu agar senantiasa sehat dan bahagia selalu. Semoga juga Allah selalu melindungimu dari apapun. 

Foto: Pixabay


Jika bicara soal masa lalu, jangan pernah berpikir itu hanyalah tentang kita bersama seseorang yang pernah singgah. Sebab, masa lalu itu sangat luas. Ada banyak hal yang sudah kita lalui di masa lalu yang tidak hanya kita lakukan bersama seseorang, tetapi dengan banyak orang. 

Masa lalu juga bukan tentang interaksi yang sudah terjadi saja, tetapi juga tentang peristiwa yang sudah pernah kita lalui sendirian. Entah itu yang pernah kita ceritakan kepada teman atau bahkan sesuatu yang sampai detik ini belum bisa kita ceritakan. 

Bicara soal masa lalu, terlalu banyak hal yang mungkin sudah kita sia-siakan. Sampai akhirnya, saat itu kita pernah mengeluh berhari-hari, menutup pintu hati, menyalahkan diri sendiri, sampai-sampai tidak lagi percaya diri. Ada banyak luka yang rasanya tak seharusnya terjadi, tetapi semuanya berjalan tak terkendali.

Sebab, memang takdir seseorang tak terlepas dari kuasa-Nya. Seberapa keras kita berusaha menjaga, bertahan, berjuang, bersemangat, dan memaksimalkan hal yang ada saat itu, tetap saja perkara hasil bukan kita yang menentukan. Mungkin ada banyak yang juga salah langkah, sehingga kita sempat mampir pada sebuah jurang kegagalan. Namun, lagi-lagi itu bukan sebuah takdir yang bisa kita kendalikan.

Soal tangis dan juga luka, memang rasanya takkan pernah bisa lupa. Tetapi, percayalah, setelah bertahun-tahun kita melewatinya, akan ada masa di mana kita bukan melupakannya, melainkan mampu mengikhlaskannya sebagaimana kita menyerahkan diri dan takdir kita hanya kepada-Nya.

Mungkin saat itu kita bisa saja marah hebat kepada diri kita sendiri, kepada keadaan, bahkan kepada Tuhan. Tetapi, setelah itu terjadi kita baru menyadari bahwa di dalamnya ternyata tersimpan banyak sekali pelajaran, meskipun dalam mempelajarinya kita butuh waktu yang lama untuk menerima keadaan.

Masa lalu mengajarkan kita bahwa ada banyak orang yang dahulu terasa dekat kini berjauhan seperti bermusuhan atau tak saling kenal. Bahkan, yang dahulu terasa jauh tiba-tiba mendekat dan kini selalu ada untuk kita. Hidup memang semenakjubkan itu, orang-orang memang akan selalu datang silih berganti. Tidak ada yang abadi, semuanya bisa berubah seketika karena kehendak-Nya.

Untuk itu, seburuk apapun masa lalu kita, tak perlu banyak menyesalinya. Mungkin sesal memang diperlukan, tetapi tidak untuk berlarut-larut apalagi tanpa sebuah perbaikan dan perubahan di masa mendatang. Masa lalu adalah sebuah pengalaman yang harus kita pegang sebagai pelajaran, bukan untuk semata-mata dilupakan.

Kita semua punya masa lalu, entah yang baik atau yang buruk sekalipun. Tetapi, kita juga punya hak untuk menjadi lebih baik di masa depan. Jadi, jangan pernah mengungkit masa lalu seseorang apabila memang tidak dipersilakan. Sebab, kita tidak tahu seberapa besar usaha dia untuk mengikhlaskan sesuatu di masa lalunya dan seberapa besar usahanya untuk bertahan dan menjadi lebih kuat di masa depannya.




Pernah gak sih ngerasa kalau hidup kita kok isinya cuma nethink alias NegativeThinking terus? Kemudian, jadi berlebihan alias overthinking, sehingga bikin hidup kerasa gak nyaman atau bahkan menjadi menyedihkan. Ya, wajar sih, setiap orang pasti pernah ada masaya ngerasain ini. Nah, berdasarkan pengalaman, aku ingin mmebagikan nih tips agar kita merasa lebih baik dan bahagai dalam mengelola diri. Gimana tuh, Ca?

Ingat! Kita ini hidup di dunia gak sendirian. Jadi, kita gak bisa hidup sesuka hati semau gue. Kita hidup berdampingan dengan orang lain yang juga punya hak dan kepentingan yang sama di dunia; menikmati kebahagia, mencari pundi-pundi pahala, beribadah sebanyak mungkin, atau bahkan berfoya-foya. 

Itulah mengapa kita gak bisa memandang sesuatu hanya dari sudut pandang kita sendiri. Alangkah lebih baiknya kita belajar untuk memandang sesuatu dengan berbagai kemungkinan, berbagai opini, berbagai pikiran, dan berbagai rasa laiinya di luar diri sendiri. 

Mungkin kita kesal ketika seorang teman datang mengemis hartamu, meminta bantuan, dan merendahkan harga dirinya hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Tapi, kadang—atau bahkan seringnya—kita gak bisa menempatkan diri sebagai dirinya. Apakah kita akan sama sedihnya ketika "orang yang kita anggap punya" itu tidak mau membantu kita? Tentu. Maka dari itu, ketika harta itu ada, jangan segan-segan untuk membantu. 

Ketika sebuah masalah datang kepada seseorang lalu sikapnya berdampak pada kita—entah baik atau buruknya—kita tidak bisa menyalahkannya begitu saja. Coba pikir lebih jauh lagi. Bagaimana jika keadaan itu menimpa kota? Apa yang akan kita lakukan dan bagaimana perasaan kita ada di posisi yang sama? Mungkin bisa saja demikian. Sama seperti apa yang dirinya lakukan kepada kita. 

Memikirkan beragam kemungkinan dan sudut pandang ini bagiku sangatlah menyenangkan. Entah kenapa rasanya selalu nyaman ketika bisa melatih pikiran untuk selalu berpikir yang baik-baik. Semakin lama dilatih, kemungkinan-kemungkinan baik lainnua akan muncul dengan sendirinya. Dan, ya, aku ngerasa hal ini sangat berguna untuk kesehatan mental seseorang. 

Misalnya, ketika seseorang yang dahulu dekat denganmu tiba-tiba menghilang dan tak lagi membalas pesan. Lalu, apa yang akan kamu pikirkan?

Mungkin banyak orang yang akhirnya kecewa, meratapi kepergian yang tak berkabar, menghakimi dia, menjelek-jelekkannya, atau menggambarkan kesan buruk dalam cerita kehidupan kita. Tetapi, bagaimana jika kita mencoba untuk mempraktikkan metode ini?

Mungkin saja dia yang tak lagi membalas pesan memang sedang merehatkan pikirannya dari media sosial atau mungkin dia sedang mengurus keperluan penting lainnya yang akan segera ia selesaikan, kemudian dia akan mengabarkanmu tentang sebuah keberhasilan. Atau lagi, dia memang sudah tidak nyaman denganmu, sehingga Allah tunjukkan itu sebagai tanda bahwa kamu akan dihadirkan dengan sosok yang lebih pantas dan layak bersama kamu. 

Contoh lain, ketika seseorang atau teman kita mengajak pergi keluar tetapi kita menolaknya dan membuatnya kecewa dan sakit hati. Ya, itu wajar. Coba bayangkan saja, siapa tau kita hanyalah satu-satunya orang yang dia ajak untuk pergi? Atau mungkin, dia sudah berusaha menghubungi teman lainnya untuk diajak pergi dan dia sudah kesekian kalinya ajakannya ditolak? Apa wajar saja ia sakit hati? Jelas. Itu tandanya kita yang sudah melukai hatinya. Jangan berpikir bahwa, "Kok gitu doang baper, sih?" Hei, kita gak pernah tahu hati dan kondisi seseorang seperti apa. Itulah pentingnya berpikir dari berbagai sudut pandang.

Coba deh, dibayangkan yang baik-baiknya. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Bukankah itu akan terdengar lebih menyenangkan? Ya.. Meskipun dari sekian banyak kemungkinan baik itu kita gak pernah tahu mana yang sebenarnya terjadi. Tapi, percaya deh, hal ini ngebantu diri agar selalu mikir positif, belajar ikhlas, husnudzon sama Allah, dan yang pasti jadi mendamaikan hati dan pikiran. 



Dahulu, Allah mempertemukan kita pada satu instansi yang sama saat mempelajari dasar-dasar dalam kehidupan
Menimba ilmu, mengasah akhlak, mengenal akidah, dan mempererat hubungan kita bersama Allah di lingkungan yang luar biasa
Di sana kita mulai bercengkerama sederhana
Sampai kita di takdirkan dalam satu panggung yang sama

Setelah itu, kami berpisah
Benar-benar hempas tak ada kabar antara kita
Aku dengan segala produktivitasku dan kamu dengan segala kabar yang akupun tak tahu
Namun, aku ingat pada satu masa 
Di mana kita kembali bertemu saat aku berkesempatan mendatangi sekolahmu
Lalu, kalimat "Apa kabar?" Terlontar dariku padamu. 
Apa kauingat itu?

Setelah itu, tak ada lagi cerita
Waktu yang kembali mempersilakan kita pun belum berpihak pada rasa yang sama
Bahkan saat itu, aku menjadi saksi atas keromantisan kisahmu bersamanya 
Mengadu pandang, berpegang tangan, berjalan bersama dari selasar sekolahan
Aku yang belum berperasaan itu pun tak ada kuasa atas segala yang terjadi
Pun hatiku yang masih mencari arah itu sedang diisi oleh yang lain

Hingga suatu ketika, kau benar-benar hilang
Bahkan kesedihannya bukan hanya tergambar pada wajahnya, akupun merasakan kehilangan
Entah apa yang saat itu aku rasakan,
Tetapi sejak saat itu aku mulai merasakan ketiadaan
Lepas, bebas, ceritaku tertulis tak beraturan
Orang pun datang dan pergi dalam kehidupan
Melalu lalang pada jalan kesepian

Sampai hari itu kita kembali bercengkrama
Sungguh hikmah luar biasa di balik perpisahan yang cukup lama
Bertahun-tahun lamanya tak lagi bersua
Kita kembali menyapa pada semua kisah yang baru dan nyata
Sayangnya, cerita ini tak berangsur lama
Keadaan kembali membuat kami benar-benar kehilangan arah 
Kami merasa serba salah dalam merajut kisah baru di usia yang tak lagi sama
Kami kini saling menjauh, pergi, dan entah akan kembali atau tidak

Bagaimana kabar kita satu sama lain?
Tak ada yang tahu.
Kita hanya menyimpannya satu per satu
Newer Posts Older Posts Home

Hai, kenalan yuk!

Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!

Mari kita berteman~

Pengunjung

Isi Blogku~

  • ►  2024 (15)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2023 (30)
    • ►  December (3)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2022 (25)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ▼  2021 (52)
    • ▼  December (3)
      • Perjalanan 13 Desember 2021
      • 3 Desember
      • Di Suatu Hari yang Jarang Terjadi
    • ►  November (2)
      • Waktu Ditanya "Kapan Nikah?"
      • Welcome November
    • ►  October (5)
      • "Enak, ya, jalan-jalan mulu."
      • Kembali Kerja di Lapangan
      • Kisah Perjalanan Semarang
      • Semarang, I'm Here!~
      • Siniar Teman Cahaya
    • ►  September (3)
      • Ingin Jadi Kaya
      • Menolak Rezeki, Dosa?
      • Setelah Setahun, Jawaban Itu Hadir
    • ►  August (3)
      • Dosenku
      • Masih Lelaki yang Sama
      • Surat Untuk Masa Lalu
    • ►  July (5)
      • Tips Agar Lebih Bahagia
      • Sajak: Waktu di Antara Kita
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (2)
    • ►  February (5)
    • ►  January (9)
  • ►  2020 (71)
    • ►  December (3)
    • ►  November (8)
    • ►  October (6)
    • ►  September (6)
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (11)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (69)
    • ►  December (5)
    • ►  November (8)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (7)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (9)
    • ►  January (5)
  • ►  2018 (36)
    • ►  December (9)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (25)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2013 (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (92)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (10)
    • ►  June (10)
    • ►  May (31)
    • ►  April (27)
    • ►  March (4)
  • ►  2011 (7)
    • ►  November (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)

SINIAR TEMAN CAHAYA

Followers

Postingan Populer

  • Semoga Allah Balas Usahamu
    Hai, Ca. Gimana kabarnya? Beberapa waktu lalu aku lihat kamu lagi kebanjiran, ya? Bukan, bukan kena bencana. Tapi, kebanjiran di...
  • Teruntuk Laki-Laki yang Sudah Dimiliki
    Tulisan kali ini cukup bar-bar, karena aku sengaja menulisnya untuk  para laki-laki di luar sana yang sudah memiliki tambatan hati. Anggapla...
  • Life Update Setelah Menghilang
    Hai, blogger. Rinduuuu teramat rindu nulis di sini. Rasanya belakangan ini terlalu banyak hal yang terjadi, sampai-sampai tidak sempat menul...
  • Semenjak Hari Itu...
    Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja ...
  • Selamat, untukmu.
    Sesuai judulnya, selamat. Selamat atas ilmu yang sudah ditempuh, selamat atas jerih payah mencapai cita-cita, selamat atas usaha...

Categories

Artikel 7 Ber-Seri 13 Berseri 1 Cahaya 15 ceirtaku 1 Ceritaku 249 Cerpen 5 Cinta 71 Feature 3 Hidup 18 Inspirasi 39 Inspiratif 15 Islam 65 Karya 16 Kebaikan Berbagi 6 Keluarga 44 Kisah 40 Kisahku 21 Liburan 10 Menulis 5 Motivasi 114 Resep 1 Sajak 55 Suratan Fiksi 26 Teman 55 Tips 3 Tips dan Informasi 31 Zakat 2

Subscribe this Blog

Name

Email *

Message *

Music

Pair Piano · 놀러오세요 동물의 숲 (Animal Crossing) Piano Compilation

nurnafisahh

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates