Nurnafisah's Blog

This is my e-dairy of #MenebarCahaya

  • Home
  • Tentang Aku
  • Tips & Info
  • Sajak
  • Kontak

Seketika aku teringat dengan sebuah cerita masa lalu ketika aku melihatnya di ruangan itu. Ya, aku sudah tahu dirinya akan datang. Aku telah membaca namanya di grup proyek yang kita jalani bersama. Sebut saja Romeo, yang jelas namanya disamarkan. 

Romeo dan aku tergabung pada proyek yang sedang kita jalani bersama. Awalnya, aku juga tampak kaget dengan kehadirannya. Sebab, sudah lama sekali kami tidak bercengkerama. Kenapa? Jadi, begini ceritanya.

Romeo adalah salah seorang adik tingkat di jurusanku, tetapi kami memiliki usia di tahun kelahiran yang sama. Mungkin hanya berbeda beberapa bulan saja. Saat itu, pertemuan kami pertama kali adalah saat aku mempromosikan himpunan dan mendatangi kelas adik tingkat, termasuk kelasnya. 

Kebetulan, Romeo ini adalah ketua kelas. Dan kebetulannya lagi, saat itu aku sedang bertugas mempromosikan himpunan ke kelasnya. Di sanalah interaksi pertama terjadi. Kami saling bertanya tentang himpunan, jurusan, kelas, beserta tugas-tugasnya.

Lalu, kami saling terkoneksi di media sosial. Lambat laun, kami pun semakin dekat karena interaksi. Rasanya sudah tak heran jika teman kelas Romeo meledeknya dengan namaku. Ya, aku menjadi bulan-bulanan di kelas mereka. Pasalnya, banyak yang bilang Romeo ini menaruh rasa padaku. Secara langsung memang Romeo tak pernah mengungkapkannya saat itu, tetapi aku tahu betul ketika sikap Romeo mulai berubah dan lebih peduli kepadaku. 

Saat itu, aku benar-benar bingung. Sebab, aku memang sedang tak ingin menjalin cinta dengan siapapun. Teman-teman Romeo mendesakku untuk terus dekat dengannya. Tapi, di sisi lain, tanpa aku harapkan ternyata ada seorang perempuan seangkatannya yang sangat berharap pada Romeo. 

Jujur, aku tak pernah ada rasa pada Romeo. Aku hanya menganggapnya teman baik karena dia memang seseorang yang baik hati. Aku suka kepribadiannya, namun bukan berarti aku jatuh hati padanya. Tentu, semakin dewasa kini kita harus bisa membedakan itu. Sayangnya, semua itu disalahartikan. Seseorang yang mengharapkan Romeo itu sepertinya tidak rela jika pujaan hatinya dekat denganku.

Wanita itu kemudian memberanikan diri untuk unjuk gigi. Setiap bertemu, dia selalu menatapku sinis. Di samping itu, dia juga membicarakanku dengan Romeo. Dia tak rela jika Romeo menaruh hati padaku. Dia juga sempat menjelek-jelekkan aku di hadapan temannya dengan nama samaran. 

Mendengar hal itu, lantas saja aku sebal. Akuu juga cukup sakit hati karena wanita itu. Sejak saat itu, aku mulai berusaha untuk menjaga jarak pada Romeo. Sayangnya, Romeo tidak menyadari gerak-gerikku. Ia terus mengejarku, mengirim pesan padaku, dan terus mendekatiku.

Hingga pada akhirnya, dengan bantuan temanku, dia mengatakan bahwa dia ingin aku menjadi pacarnya. Mendengar hal itu, aku langsung berkata pada temanku itu. "Kalau mau nembak, jangan ke aku. Karena aku gak akan terima. Daripada ditolak, lebih baik gak usah utarain itu," kataku yang memang tidak mau pacaran.

Setelah percakapan itu terjadi, Romeo mendapatkan kabar dariku itu. Kemudian perlahan pergi dan tahu apa maksudku menjauh selama ini. Tak lama kemudian, datanglah kabar Romeo berpacaran dengan seseorang. Dan yang mencengangkan lagi, dia berpacaran dengan wanita yang menghina dan menjelek-jelekkan aku. 

Kamu cemburu, Ca?

Nggak. Aku hanya kaget. Mana bisa seseorang yang ditolak cintanya, kemudian langsung memiliki hubungan dengan orang lain. Entahlah, aku tidak permasalahkan itu sih sebenarnya, aku hanya heran. Tetapi, semua kembali lagi pada pribadi masing-masing. Tentu aku tidak bisa membatasi dia karena dia pun punya hak untuk berbuat demikian.

Sejak saat itu, hubunganku dengan Romeo semakin asing. Entahlah, padahal aku tetap berharap kami bisa berteman baik. Sayangnya, semenjak dia pacaran, kurasa Romeo sudah berubah 180°. Semua media sosial kami tak lagi berhubungan, bahkan mungkin ada yang diblokir(?) Kami tak lagi berteman di instagram, tak lagi saling balas whatsapp, tak lagi senyum kalau bertemu. 

Aku bahkan sakit hati ketika menyadari itu semua. Ya, Romeo benar-benar berubah. Dia bahkan tak seperti temanku lagi, kita kerap kali dipertemukan namun sekarang rasanya beda. Menyapa pun tak pernah. Sama seperti 3 hari lalu saat aku bertemu dengannya di ruang rapat.

Dear Romeo, 
Jujur, aku rindu pada sosokmu yang sebenarnya ramah. Tetapi, mengapa saat ini kamu berubah? Apa mungkin wanitamu itu yang melarangmu untuk berhubungan baik padaku? Jika iya, kamu salah untuk menurutinya. Kita ini teman baik, mana mungkin seketika jauh begitu saja hanya karena status pacarnya?

Romeo, aku bahkan tak peduli pada siapa kamu melabuhkan hati setelah berharap padaku. Maaf, jika kala itu aku menyakitimu. Tapi, bukankah saat itu kamu menerimanya dengan sangat baik? Dan kamu menerima keputusanku itu.

Romeo, mengapa kita jadi canggung begini?
Ini mungkin kisah kesekian yang menyebalkan dalam hidupku, yaitu bertemu dengan teman baik, namun meninggalkan teman baiknya hahya karena status pacaran. Ya, aku sedih sekali pacarmu membatasi pertemananmu. 

Semoga suatu saat nanti kita bisa berteman lagi, ya. Meski kita tidak bisa bersama, tentu bukan menjadi alasan untuk saling membenci, Rom. Maaf, aku tak inginkan perasaanmu, yang kuinginkan hanyalah pertemanan baik kita yang seperti dulu. 


Selamat hari ibu, Ma. 

Mungkin tulisan ini belum tentu kamu baca hari ini atau kapanpun. Aku cuma ingin mengabadikan perasaanku kepadamu, yang mungkin gak pernah aku utarain semuanya secara langsung karena kegengsianku. Maaf, ya, Ma. 

Kalau bicara soal mama, rasanya air hujan pun terlalu sedikit untuk menganalogikan kasih sayangnya kepada anak-anak. Sebab, air hujan tentu akan berhenti dan kering, sementara kasihmu tidak akan. Sesederhana apapun kesanmu di mata orang lain, kamu tetap terbaik untuk anak-anaknya.

Ada sebuah kisah kita, Ma. Mungkin kita tidak akan pernah melupakan ini. Saat itu, kita sedang berdua saja di rumah. Papa sedang ditugaskan ke luar kota, sementara adik yang seharusnya tinggal bersama sudah merantau untuk kuliahnya.

Malam itu, gerimis-gerimis manja pada pukul 10 malam, kamu kedinginan dan bersembunyi di balik selimut coklat milik kita. Kita yang hendak tertidur seketika menjadi gelisah, sebab napasmu berbunyi dan merasa kesulitan. Ya, saat itu kamu sedang sakit yang tak seperti biasanya.

Memang saat itu kamu sedang menjalani pengobatan berjalan, di mana kamu harus kontrol setiap sebulan sekali untuk memeriksa kesehatan paru-parumu. Segala kemungkinan sudah kamu bayangkan, mulai dari hal baik sampai hal yang tidak ingin aku dengarkan. Tetapi, kamu berbicara banyak hal tentang itu padaku.

Di malam yang dingin itu, kamu juga berbicara hal yang sama seakan mengulang ungkapan-ungkapan itu dan berpikir yang tidak-tidak. Aku marah, rasanya tidak pantas seorang hamba memikirkan sesuatu yang belum tentu menjadi takdirnya. Aku terdiam, lalu membiarkanmu sementara.

Namun, sakit itu tak tertahankan olehmu. Napasmu mulai pendek, raut wajahmu mulai tak biasa. Lalu, kamu memintaku mengantar ke dokter di malam yang hampir saja tengah malam. 

Awalnya, aku berencana memesan taksi online agar perjalanan kita lebih pendek. Namun, kurasa saat itu pertolongan cepat harus segera dilakukan. Dengan kondisi apa adanya kita saat itu, akhirnya kuberanikan diri untuk membawamu dengan sepeda motor milik kita.

Baru kali itu sepertinya aku bawa motor di tengah malam, apalagi sambil membawamu kedinginan untuk ke rumah sakit. Dengan gerimis-gerimis itu kita terpaksa menerobosnya agar cepat mendapatkan pertolongan di rumah sakit. Nahasnya, malam itu hujan semakin besar dan kita kebasahan.

Meski saat itu kami sedang terburu-buru, aku tetap berusaha melambatkan laju motorku. Sebab, aku tahu keselamatanmu lebih penting. Segala hal yang mengelilingi kepalaku membuat air mataku menetes saat menyetir. Ma, saat itu aku benar-benar sedih.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung membawamu ke IGD. Sayangnya, petugas rumah sakit saat itu tidak mengindahkan kita dengan segera. Padahal, aku sudah meminta dokter untuk memerika ibuku yang napasnya sangat pendek. Kasian, saat itu kamu hanya bisa duduk sambil menunggu dokter memeriksamu.

Ma, saat aku memperhatikanmu yang sedang sakit itu, hatiku benar-benar sakit. Aku takut semua perkataanmu saat itu jadi kenyataan. Aku bahkan takut kehilanganmu saat itu juga. Aku tak bisa menahan tangisku saat melihat kerut wajahmu yang mulai pucat saat itu.

Lalu, kamu ingat gak, Ma, saat itu aku izin pergi ke toilet dan bilang mau ambil tisu. Ya, sebelum mengambil tisu aku berdiam diri di kamar mandi dan nangis sebanjir-banjirnya. Aku benar-benar sakit melihatmu dengan kondisi seperti itu. 

Kejadian ini sangat berkesan untuk aku, Ma. Mungkin mama juga gak lupa sama peristiwa ini. Semoga kejadian itu gak akan terulang lagi, ya, Ma, karena kamu pasti akan sehat selalu. Tetaplah bertahan sampai aku bisa membuatmu bahagia, Ma. 

Maaf selama ini aku belum bisa membahagiakanmu dengan seutuhnya. Sehat dan bahagia selalu untukmu. Kumohon doa dan kebaikanmu untuk anak-anakmu, ya. Terima kasih sudah menghadirkan aku ke dunia. Semoga dengan tulisan ini kamu tahu bahwa aku mencintaimu.


Pandangan ini ditulis oleh seorang perempuan yang justru belum menikah. Ia ingin membagikan pandangannya perihal pernikahan yang selama ini ia lihat di depan matanya. Meski belum pernah merasakan bagaimana perjalanannya, perempuan ini seorang pemerhati yang baik. Sehingga, ia selalu merasa haus akan ilmu tentang pernikahan yang ingin ia pelajari.

Pernikahan adalah ibadah yang panjang. Itu artinya, tidak ada kata henti dalam belajar mengenai pernikahan. Tentu ada banyak bekal yang perlu disiapkan sebelum mendaki gunung, ada banyak alat dan bahan yang perlu kita beli jika belum memilikinya, dan ada banyak strategi yang harus kita kuasai sebelum menapaki tempat yang belum pernah dikunjungi.

Begitu juga pernikahan, rasanya tidak ada kata habis untuk itu. Beberapa kali aku bertanya kepada orang terdekat perihal apa saja yang telah mereka pikirkan tentang ini. 

Macam-macam:

Ada yang cukup yakin karena telah berguru pada banyak sumber, ada yang justru ketakutan karena belum memikirkan sejauh itu, ada yang justru kebingungan harus memulai semuanya dari mana. Sampai pada akhirnya, mereka balik bertanya, "Memangnya apa yang harus dipersiapkan?"

Sejujurnya, aku juga tidak tahu betul. Tentu persiapan setiap orang menuju pernikahan tidak bisa disamaratakan. Setiap orang punya perjalanan masing-masing yang mungkin takkan terulang. Tapi, yang aku yakini di sini adalah, menikah itu adalah belajar—menjadi diri lebih baik lagi, mengeksplor keahlian lain dalam berperan, mengasah kemampuan yang ada, dan belajar menerima seseorang untuk melengkapinya (dan keluarganya).

Kalau kata kakakku bilang, "Berani menikah berarti harus berani punya keturunan." Ya, itulah. Mental adalah salah satu hal yang perlu disiapkan. Sebagai perempuan, ketika sudah diijab qabul oleh pasangannya, tentu perannya akan mengganda, yaitu menjadi seorang istri. Tentu ada tanggung jawab dan tugas baru dalam kehidupannya, salah satunya melayani suami.

Dengan begitu, perempuan harus rela mengorbankan waktunya untuk bangun lebih pagi, menyiapkan mental untuk mengandung, menghadapi mual-mualnya kehamilan di usia muda, menyiapkan sarapan untuk suaminya, dan segala hal-hal kecil yang tentunya harus kita persiapkan pula.

"Kamu nulis tentang ini karena sudah mau menikah?"

Jawabannya, enggak! wkwk. Aku bahkan sedang tidak dalam keadaan taaruf, dekat dengan seseorang, pacaran, atau punya seseorang spesial. Ya, aku sedang jomlo saja. hihi. cuma mau berbagi pandangan tentang pernikahan, yang ternyata masih banyak orang-orang belum concern ke arah sana. 

Tapi, aku teringat tentang pandangan seorang teman dekat yang mengatakan, "Meskipun belum tahu siapa jodohnya dan akan nikah kapan, belajar dari sekarang gak ada salahnya, 'kan?"

Betul, aku sependapat dengannya. Memang mempersiapkan segalanya harus sedini mungkin. Melihat kisah-kisah pernikahan yang gagal seharusnya bukan membuat kita takut, melainkan menjadi semangat untuk belajar agar tidak seperti itu.

Kisah-kisah manis dari sebuah pernikahan juga bisa dijadikan motivasi bahwa setiap orang akan ada masanya memiliki pasangan, merajut kebahagiaan bersama, berbagi suka dan duka, bergandengan tangan sampai maut memisahkan. Tentu hal itu patut kita harapkan bukan?

Jadi, menurutku tidak ada salahnya kita belajar, kok. Aku juga beberapa kali ikut kajian pernikahan, baca-baca ilmu yang berkaitan, memperhatikan hubungan seseorang untuk dipelajari, mengambil hikmah dari setiap hal yang terjadi. Itu sebuah kesempatan dan hal lumrah yang bisa kita dapatkan.

Gak usah malu belajar ginian. Ini bukan hal tabu yang memalukan. Ini kebaikan, apalagi kalau kita tanamkan sejak dini bahwa ada hal luar biasa di balik ibadah pernikahan. Tentu ibadah panjang itu akan berkah bila dilakukan dengan ilmu dan persiapan yang matang, bukan?

Semangat semua, yang jomlo kayak aku semoga segera dipertemukan jodohnya, ya. Hehehe. Aku nulis malam minggu tentang ini rasanya relate aja, setelah membolak-balikka beranda medsos yang dipenuhi oleh status kondangan di malam minggu dengan tanggal spesial.

Selamat 12.12.

Semoga kita bahagia selalu, sehat terus, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.



Saat ini,

tidak semudah itu memutuskan untuk jatuh cinta

Meski sesekali perasaan rindu itu merasuk ke dalam jiwa

Entah rindu itu ditujukan kepada siapa,

Sebab, sebenarnya tak ada seseorang pun yang sedang bertahta


Mungkin sesekali memori itu terulang kembali

Teringat lagi tentang beberapa waktu yang sempat kita lalui sejak awal pandemi

Jujur, aku merasa kita belum pernah sedekat itu sebelumnya

Tapi pandemi yang membuat kita saling berbagi saat itu


Mungkin kita ditakdirkan hanya untuk saling menyapa

Menemani kesendirian kita masing-masing, tetapi bukan untuk saling melengkapi

Mungkin aku yang terlalu perasa saat melihat tingkah baikmu padaku

Padahal bisa saja kau lakukan hal sama kepada orang selain aku


Payahnya, perempuan memang lembut hatinya

Dan aku belum sekuat itu dalam menghadapinya

Maaf, karena aku telah menaruh rasa

Meski kutahu, sepertinya tak ada balasan atas ini semua


Sejak saat itu, kamu membuat sebuah alasan

Dan secara perlahan, kamu seakan menghindari aku

Aku tahu betul dirimu seakan kecewa padaku

Ketika aku dan kamu belum sempat bertatap muka


Biarlah, aku tahu mungkin bukan waktu yang tepat untuk memutuskan jatuh cinta

Pun dengan orangnya, kamu bukan yang tepat untukku

Entah untuk saat ini atau memang bukan untukku


Yang jelas, memang tak semudah itu memutuskan kembali untuk melabuhkan hati

Setelah banyak kecewa yang terlewati

Setelah banyak rintangan yang dihadapi

Biarlah waktu dan orang terbaik yang menghampiri



Nak, izinkan ibu menuliskan surat terbuka untukmu, yang kelak akan lahir dari rahim ibumu yang tidak sempurna ini. 

Hari ini, aku sedang proses memulihkan energi setelah 3 hari kemarin menjalani satu tugas yang cukup berat, Nak. Kondisi tubuhku sedang down, bahkan beberapa kali rasanya ingin muntah. Tapi aku harus kuat, Nak, sebab aku ingin anakku lahir dari ibu yang tegar dan kuat, agar dirimu bisa lebih kuat daripada aku, hehe. 

Jadi, ceritanya selama tiga hari kemarin aku diamanahkan untuk turut andil dalam pembuatan video bahan ajar dari Dirjen Diksi. Bagiku, amanah ini sangatlah besar. Terlebih, ada keraguan dalam diri ini yang rasanya tak percaya diri untuk melakukannya.

Namun, di sisi lain, aku tidak bisa menolaknya. Aku percaya bahwa seberat apapun sesuatu yang Allah berikan, itu artinya Dia percaya bahwa diriku kuat dan mampu melewatinya. Mungkin aku saja yang terlalu tidak percaya diri, sehingga banyak ketakutan yang luar biasa sebelum menjalani semua ini.

Dalam proses pembuatan video ini, sebenarnya banyak hal yang menghambat perjalananku. Kamu tahu, Nak, di antara 3 teman satu tim yang lain, hanya aku yang rumahnya jauh dari lokasi syuting. Hari pertama, aku harus berangkat pagi buta untuk sampai di lokasi pukul 8. Setelahnya, aku pulang ke rumah pukul 22.30. Betapa lelahnya aku hari itu, Nak. Pagi berikutnya aku juga harus berangkat lebih pagi dan memilih untuk menginap bersama timku di lokasi syuting, demi menghindari pulang yang akan larut malam lagi. 

Di hari terakhir, ternyata lebih berat, Nak. Aku ini alergi dingin, selain akan timbulnya bercak merah-merah di kulit, batuk-batuk juga seringkali mengganggu ketika alergi sedang muncul. Bekerja 3 hari nonstop di bawah dinginnya AC membuatku bekerja tidak maksimal. Keadaanku tidak fit, sayang. Benar-benar saat itu aku ingin mengeluh, tapi entah kepada siapa. 

Semuanya terlihat baik-baik saja, tetapi diriku benar-benar merasa tidak baik. Bahkan selama syuting berlangsung, aku lebih banyak diam dan mengambil pekerjaan-pekerjaan ringan daripada teman-teman. Selain karena kondisi tubuh, aku juga tidak terlalu mahir dalam memainkan kamera. Sehingga, aku merasa tidak enak dengan teman-teman yang usahanya sungguh luar biasa itu, Nak. Sementara aku cuma banti ala kadarnya. Malu sebenarnya, huhu.

Tapi, tahukah kamu, selama 3 hari lalu, ibumu ini sungguh mendapat banyak kebaikan di balik semuanya. Aku sadar bahwa Allah memberikan kesempatan padaku untuk belajar hal baru tentang videografi. Aku juga sadar bahwa Dia mengizinkanku untuk berjuang, mencari kolega baru dan pengalaman luar biasa bersama orang-orang profesional. MasyaAllah. Aku, tim, dan rekan-rekan lainnya juga diberikan dana insentif yang mungkin di luar perkiraan kami.

Nak, kalau suatu saat nanti kamu merasakan hal yang sama seperti aku, ingatlah ceritaku ini. Bulatkan niatmu, jangan pernah takut mencoba, dan jangan pernah mengharap "imbalan" lebih dari apapun, selain mendapatkan rasa ikhlas dalam bekerja yang harus kamu tujukan kepada Allah SWT, ya. Sebab, jika kita mengandalkan Allah dalam setiap langkah, akan ada hasil yang baik dari sebuah perjuangan, Nak. 

Aku bahkan tidak pernah berharap bayaran yang besar untuk hal ini, diberikan kesempatan seperti ini saja sudah Alhamdulillah. Dan MasyaAllah nya ya, Sayang, aku bisa pulang membawa uang. Dan aku melihat betapa bahagianya kedua orang tuaku melihat aku membawa hasil dari perjuanganku."Nah, gini bagus, belajar cari uang sendiri," ucap Papaku malam itu, saat perjalanan menuju rumah. 

Ya, Allah kasih hasil yang luar biasa sekali. Senyum dari orang tua yang menyambut anaknya kembali dengan kabar bahagia tentu lebih dari segalanya, Nak. Aku juga senang ketika mereka bahagia, aku semakin bersemangat bisa melanjutkan perjuangan lainnya demi melihat bahagia dari cahaya mata keduanya. 

Nak, jika suatu saat nanti kamu tumbuh besar, aku selalu berharap bisa menjadi saksi dalam perjuanganmu menuju sukses. Inilah perjuangan hidup, Nak. Banyak hal yang tak terduga terjadi begitu saja. Ada yang baik dan terang-terangan datang padamu, adapula kebaikan yang tersembunyi di balik keragu-raguan. Intinya, semua pasti ada kebaikannya, Nak, dan kamu akan menemukannya di balik rintangan yang akan kamu hadapi. Mungkin pada zamanmu nanti rintangannya akan lebih berat dari yang aku rasakan ini. Tentu, kamu perlu keimanan yang kuat agar bisa terus menyandarkan diri kepada Allah, ya. 

Mungkin sekian saja cerita perjuanganku mencari sesuap nasi di masa pandemi ini. Semoga bisa menjadi penyemangatmu, ya.


"Kak, lagi sibuk sesuatu gak?" 

Pertanyaan itu tidak seketika aku jawab. Sebenarnya, pesan yang masuk pada tiga hari lalu itu rasanya tidak datang di waktu yang tepat. Sebab, sebenarnya aku memang sedang disibukkan dengan lain hal. Tentu aku sedikit hati-hati dalam menjawab pertanyaannya. 

"Kenapa?" tanyaku, seraya memastikan dulu apa yang hendak seseorang itu sampaikan.  

"Jadi begini, Kak, aku mau ajak kakak ikutan workshop gitu. Kira-kira bisa gak, ya?" imbuhnya. 

Sontak mataku bergelimang cahaya—yang sudah berbinar ini semakin bersinar. Sudah lama sekali tidak berkecimpung ke dunia lokakarya yang biasa aku ikuti. Tawaran yang telah lalu pun (di ceritaku sebelumnya) belum menjadi rezekiku saat itu. Lantas, apakah ini kesempatan kedua dari-Nya?

Namun, aku sedang mengerjakan tugas lain. Mana mungkin di pertengahan lokakarya aku sibuk memainkan pentool di Adobe Illustrationku, sambil membuka WhatsApp dan membanti pekerjaan desain dari dosenku. Ah, rasanya sulit. Apakah aku harus menolaknya? Bimbang saat itu menyelimuti pikiranku. 

Kalau ada yang bertanya. "Mengapa kamu suka ikut lokakarya? Bukannya suntuk, capai, lelah, ngantuk?" 

Ya, identiknya begitu. Sangat manusiawi kalau di tengah jalannya lokakarya merasa hal sedemikian campur aduk. Tetapi, jawaban sejati adalah sebab di lokakarya lah kita bisa belajar banyak hal dengan cuma-cuma dan kita tidak bisa menemukannya di dalam kelas belajar. Yes! Lokakarya adalah wadah untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman baru. 

Apalagi, seseorang itu menawarkanku lokakarya mengenai ilmu yang ingin aku pelajari, tak jauh-jauh dari kepenulisan dan dunia komunikasi. Tak pernah ada rasa cukup bagiku dalam menuntut ilmu, itulah mengapa rasanya tak ada lelah bagiku untuk ikut banyak acara, ikut lokaksrya, berkontribusi sana-sini, entah jadi peserta atau jadi panitia. Dua hal yang memang berbeda, tetapi mendapatkan paket yang serupa. 

Alhasil, aku tak mampu menolak tawarannya. Aku meminta izin pada dosenku untuk absen terlebih dahulu selama tiga hari lamanya. Qadarullah, dosen pengertian dan baik hati itu membolehkanku. Sungguh Allah memudahkan jalanku untuk bisa mendulang banyak hal dalam satu waktu.

MasyaAllah, Alhamdulillahh. Satu kesempatan baru yang aku dalami di 3 hari ini. Meskipun, ternyata aku harus sendirian di kamar hotel. Sebab, beberapa rekan lainnya ternyata laki-laki, dan aku harus sendirian selama menginap dan menjalani lokakarya itu—ya, kecuali saat sedang kumpul materi. Hehehe..

Bayangan aneh-aneh sempat terpikirkan olehku karena aku harus sendirian di kamar hotel. Ya, tetapi aku tidak bisa membiarkannya merusak pikiran positifku. Alhamdulillah, aku bisa menjalaninya meski harus sendirian. Begitulah, memang terkadang hidup itu tidak melulu bergantung pada orang lain, ada kalanya kita harus belajar sendirian di kondisi tertentu. Dan MasyaAllah, meski belum pernah seperti ini sebelumnya, aku merasa bangga dan bahagia ketika aku mampu melewatinya. Itu semua bukan karena apapun selain Allah SWT. 

Selama sendirian di kamar, rasanya sangat nyaman untuk terus bermuhasabah. Nyaman......sekali. Menikmati dinginnya malam sendirian, mematap mentari terbit dari jendela, melihat perkotaan Bogor yang terhampar dari kamar lantai tujuh. Di sanalah saksi bisu berasal, menyaksikan tangis bahagia, rindu, dan duka bercampur aduk di sana. 

Sepertinya, sesekali harus dilakukan lagi; mencari tempat nyaman, menikmati waktu sendirian, menjelajahi hati, jiwa, dan pikiran, serta banyak-banyak beribadah dan menyamankan rohani dan kepribadian. Bener-bener menyenangkan ternyata bisa merada sedekat itu sama Allah. Alhamdulillah. 

Salah satu hal yang tidak pernah terlepas dari setiap doaku adalah, "YaAllah, lancarkanlah hamba dalam segala urusan apapun, kuatkanlah hamba, dekatkan hamba selalu kepada-Mu, dan terima kasih atas segala hal yang sudah Engkau berikan kepadaku."

Meski tiap hari terucap doa yang sama, rasanya masih tak cukup. Kebaikan tak terduga selalu saja ada dalam hidup seorang Aca. Mungkin padamu juga. Jadi, jangan lupa bersyukur. Sebab, bersyukur saja sebenarnya tidak cukup, kita harus terus meningkatkan ibadah kita kepada Allah, demi membuat-Nya bahagia, sehingga DIA bisa memberikan kita banyak lagi tentang kebahagiaan. 

Semangat! 

Setelah lulus kuliah, belum ada pekerjaan tetap yang perlu aku kerjakan. Sebab, aku pun masih harus menunggu ijazah sebelum melamar pekerjaan ke sana-kemari. Awalnya aku takut bakal nganggur dan gak tau harus nunggu berapa lama di rumah. Sementara, pandemi bikin aku gak bisa ke mana-mana dengan seenaknya.

Awalnya, aku ditawari sebuah project oleh dosenku. Namun, sayangnya ada masalah ini yang bikin aku harus mundur. Aku sih ga kecewa, biasa aja. Karena menurutku yang namanya rezeki gak bakalan ke mana. Mungkin emang saat itu bukan rezeki aku buat belajar di sana.

Tanpa diduga, dosenku itu mengajakku lagi. Katanya, untuk kelanjutan project-nya perlu beberapa orang lagi. Alhasil, aku disuruh ikutan dan ajak beberapa orang lagi untuk melengkapi tim. Sayangnya, sebenarnya pekerjaan ini di luar kemampuanku.

Jadi, awalnya tuh disuruh buat skrip video, kukira hal itu bisa jadi bahan belajarku untuk membuat naskah skrip--yang belum pernah aku pelajari. Nah, tetapi aku gagal untuk ikut pelatihan di awal. Sementara, aku kebagian syuting video dan editing-nya. Haduh.

Awalnya sih aku ragu, karena aku benar-benar awal di dunia videografi. Ya, sedikit-sedikit bisa sih, cuma dasar-dasarnya aja. Tetapi kalau untuk bikin video bahan ajar yang formal, belajar lighting, shoot kamera, audio, dll, aku gak pernah belajar sampai segitunya.

Tapi, aku mikir lagi sih. Mungkin ini kesempatan aku belajar langsung di lapangan. Ya, aku udah punya basic-nya dan sekarang Allah kasih ladangnya untuk belajar. Mahabesar Allah dengan segala ketetapan-Nya. Di satu sisi aku juga ragu tapi aku selalu ingat pemikiran aku yang ini. Pasti Allah kasih aku kebaikan di project ini--salah satunya buat aku belajar videografi--sebelum mungkin Allah kasih pekerjaan di luar sana.

Nah, sebelum syuting berlangsung, kami dijeda dulu seminggu untuk mempersiapkan alat dan bahan video. Ya Alhamdulillah lah gak kaget banget untuk langsung terjun lapangan. Tetapi, tiada diduga lagi, ada dosen lain yang menghubungiku untuk minta bantuan lain. Apa itu?

Jadi, dia minta tolong aku buat bantu pekerjaan desainnya. Ya, Desain! Padahal, aku tahu betul kemampuan desainku sangat cetek. Terlalu prematur bagiku untuk bantu pekerjaan desain orang lain. Tapi, lagi-lagi aku berpikir. "Apalagi nih kebaikan yang  Allah kasih?"

Terus, aku berusaha berpikir. Allah gak mungkin salah menaruh amanah. Iya 'kan? Kemudian, aku mengiakan tawaran dosen tersebut. Dan qadarullah, aku membantu dosen itu sekarang dalam membantunya membuat thumbnail youtube untuk sebuah acara besar.

Aku bener-bener gak ada pengalaman desain sama sekali. Bahkan, aku jarang mengulang materi desain waktu kuliah dan aku desain selama ini cuma sesuka hati aja. Tapi sekarang, Allah kasih aku kesempatan untuk mengulang itu dan langsung diterapkan di pekerjaan orang lain. Masya Allah.

Tak hanya itu, break syuting video pun bukan berarti leha-leha. Aku dan timku harus menyiapkan breakdown-nya terlebih dahulu. Dan..... aku bener-bener gak pernah bikin break down video! Lagi-lagi aku awam tentang ini. Dan gak tau kenapa aku mau aja ngambil pekerjaan ini dengan 'enteng'nya.

Gak tau ya, aku sebenarnya gak merasa mampu di bidang-bidang ini. Tapi, ketika aku mengingat kebaikan-kebaikan Allah selama ini, aku jadi semangat lagi. Aku yakin dari setiap hal yang DIA kasih ke aku pasti ada kebaikannya. Dan aku jadi nyaman setiap mau ngelakuin sesuatu atau mengambil keputusan. Sambil nunggu dan penasaran tentang kebaikan apalagi yang bakal Allah kasih ke aku.

Aku bersyukur aja karena Allah begitu baiknya sama aku yang masih suka lalai ini. Kadang suka ngerasa malu sama diri sendiri yang ibadahnya aja masih dikit, tapi Allah kasih kebaikan ke aku banyak banget.

Hal ini jadi tamparan tersendiri buat aku biar bisa beribadah lebih baik lagi. Selain itu, aku juga jadi banyak belajar dari setiap hal yang aku rasa tidak mampu. Terkadang kita bukannya gak mampu, hanya saja kita kurang percaya diri sama kemampuan kita. 

Yap! Aku merasakan itu. Semoga kedua project ini berjalan lancar. Siapa tahu aja di dunia kerja nanti aku jadi bisa banyak hal hehe. Bismillah. Semangat, Ca!

Semangat juga untuk kalian yang sedang berproses. Jangan samain proses kamu sama aku, ya. Aku yakin kamu juga hebat dengan caramu sendiri. Semoga aja kita bisa mendapatkan keberkahan dari Allah dari setiap langkah yang kita ambil. Aamiin.


Menjadi anak satu-satunya untuk sementara waktu membuat aku berpikir, bahwa sebenarnya secara tidak langsung, Allah sudah menitipkan satu amanah baru, yaitu menjaga kedua orang tuaku di saat saudaraku yang lain sedang tidak membersamai.

Kondisi ini sebenarnya sudah sering aku rasakan, apalagi semenjak adikku kuliah di Bandung dan menetap di sana untuk beberapa waktu. Sementara itu, kakak perempuanku sudah sibuk mengurus keluarga kecilnya di Jakarta dan kakak laki-lakiku sedang berjuang menyelesaikan skripsinya di Bali. 

Tentu, kondisi ini membuat rumahku sepi. Aku hanya tinggal bertiga dengan orang tuaku. Sesekali kulihat mata-mata mereka yang mulai kesepian. Hampir tiap malam, ayahku menghabiskan waktu di beranda rumah sambil menatap langit yang belum tentu berbintang. Ya, aku tahu betul dia benar-benar kesepian. 

Berbeda dengan ayahku, ibuku malah memilih untuk pergi mencari kesibukan, padahal dia tidak dalam keadaan bekerja. Yang kutahu, dia hanya tak ingin terlihat lemah di hadapan anaknya. Untuk itu, wajar saja jika dia mencari hiburan di luar sana untuk menghilangkan rasa kesepiannya. Aku tahu betul bagaimana masing-masing dari mereka bersembunyi dari rasa sedihnya. 

Mungkin suatu saat nanti—kalau saja ada umur panjang—kita akan sama-sama mengerti kondisi ini; anak-anak yang mulai dewasa, kondisi rumah yang sepi, menghabiskan masa tua, dan menanti waktu luang untuk berkumpul lagi bersama keluarga besar.

Jangankan di masa tua, di masa sekarang saja aku kadang merindukan kumpul keluarga secara utuh seperti sedia kala. Kita bisa menghabiskan waktu setiap hari, menyisihkan waktu untuk berlibur di hari Minggu, bersenda gurau setiap menjelang malam, makan bersama walau hanya dengan lauk ala kadarnya. Ahh, semuanya begitu indah jika dibayangkan lagi. Benar-benar membuat rindu seisi rumah.

Suatu hari, ibuku pernah bertanya:
"Jika saja kalian semua sudah berkeluarga, apakah akan ada salah seorang dari kalian yang mau merawat kami di masa tua?"

Hatiku terenyuh. Jelas saja, kondisi itu akan terjadi dan mereka sudah memikirkannya dari jauh-jauh hari. 

Dalam kondisi ini—di saat aku membersamai mereka—mungkin aku yang akan paling bersedih saat situasi itu terjadi. Sebab, hanya aku dari keempat anaknya yang tidak pernah pergi jauh dari rumah. Logikanya, akulah yang sering bertatap muka dengan mereka, menyalami tangan mereka setiap hendak pergi, menjadi saksi suka duka mereka selama ini, dan menjadi orang yang harus bertanggung jawab jika sesuatu terjadi. 

Mungkin inilah salah satu risiko menjadi dewasa. Kita akan dihadapkan dengan banyak nestapa. Bahkan, kebahagiaan yang semula terbingkai manis di pikiran kini hanya bisa diungkit saja. Tentu, sebagai orang dewasa kita harus mulai menciptakan bahagia itu sendiri, tanpa lagi mengiba kepada kondisi. 

Baiklah, kurasa cukup luapan isi hati kali ini. Yang terbaik: semoga orang tua kita sehat selalu, bahagia selalu, tercukupi selalu, dan dilindungi selalu oleh Allah SWT. Semoga untukmu dan keluarga juga, ya. 

Selamat Malam Minggu.
Kali ini, malam ini sepi sekali rasanya. Hehehe.



Apakah ada sebuah rindu hadir pada dua insan yang raganya tak pernah bertemu?

Jika jawabannya ada, mungkin itu yang sedang aku rasakan malam ini. Ditemani oleh dinginnya malam, jeritan jangkrik bersautan, dan dengungan nyamuk yang tak kunjung hilang. 

Sesekali aku bertanya pada sang bulan, sedang apa kamu di sana? Apakah baik-baik saja? Atau justru sedang bertarung dengan dingin yang sama? 

Jika rindu sedang menyelimutiku seperti malam ini, sesekali kulirik tulisanmu di catatan yang kutemui. Entah mantra apa yang kau selipkan di sana, tetapi tiap kali kubaca, seperti ada rasa yang terbawa ke lubuk hati.

Aku tahu, aku tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah menjadi subjek dalam tulisanmu. Orang lain lah yang seringkali menjadi ide tulisanmu, yang kau abadikan namanya, ceritanya, perkataannya, dan segala kisah tentang kamu dan dirinya. Namun, sesekali aku berharap tulisan itu disuguhkan untukku dan bisa kucicipi setiap hari.

Tapi, semua itu hanya ilusi. Ia terbang di langit-langit menghitam bersama ribuan mimpi. Ya, takkan mungkin terjadi. Kita hanyalah teman yang baru mengenal beberapa hari.

Percakapan kita mungkin masih bisa dihitung dengan jari. Pun dengan intensitas sapaan kita tidak berlangsung setiap hari. Kamu sibuk dengan kegiatanmu, dan aku sibuk berkegiatan juga di sini. 

Sesekali aku berdoa, 
Semoga Allah mempertemukan kita suatu hari nanti. 


"Bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya seseorang.
"Boleh aja," jawabku singkat, "tapi, ambil sendiri ya ke rumah," sambungku. 

Kemudian, dirinya mengiakan. Kebetulan, hari itu ada suatu tugas yang harus kami selesaikan di Bogor. Momen itulah yang ia gunakan untuk sekalian mengambil gitarku ke rumah. 

Entah ada apa dan bagaimana, ia tak berani datang ke rumahku. Katanya, ia malu jika harus bertemu dengan orang tuaku. Padahal, apa salahnya meminta izin pada mereka untuk meminjam gitar milik anaknya? Entahlah, jika tidak ada apa-apa, seharusnya sih biasa saja.

Seseorang itu hanya duduk di masjid dekat rumahku. Ia menunggu aku mengambilkan gitarnya, kemudian dia bergegas pergi karena hari sudah mulai gelap. Setelah gitar hitam itu ada padanya, ia segera memesan ojek online kemudian pergi menuju stasiun dan pulang ke rumahnya. 

Saat itu, gitarku memang jarang digunakan. Sebab, aku belum sempat belajar memainkannya karena menunggu kakakku yang sedang studi di Bali. Pasalnya, hanya dia yang bisa ku andalkan dalam bermain gitar. Meski adikku juga pandai memainkannya, tetapi ia jarang sekali menghabiskan waktu untuk bermusik, tidak sama seperti kakakku. 

Untuk itu, aku mengizinkan seseorang itu meminjam gitarku—daripada gitarnya tidak terpakai juga. Dia bilang, nanti juga akan dikembalikan secepatnya. Pikirku, tak ada salahnya juga untuk meminjamkan. Sebab, dirinya mengaku kesepian saat tak ada sesuatu yang bisa dia mainkan di waktu luang.

Hari demi hari terlewati, gitarku juga tak kunjung kembali. Aku coba mengontak salah satu temannya dan mencari tahu keberadaan gitar hitamku. Kagetnya, dia mengatakan hal yang tak terduga. Katanya, gitarnya justru terpatung di suatu ruangan dengan kondisi berdebu dan tak terurus. 

"Dia jarang banget mainin gitar lu deh kayaknya," tambah temannya itu.

Ya, hampir semua orang tahu bahwa dia punya waktu yang sangat sibuk. Tentu tak ada waktu lagi untuk main gitar di waktu senggang. Hidupnya dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang katanya penting itu. Huft, kasihan sekali gitarku.

Jujur, hatiku sangat kecewa. Bukan apa-apa, seharusnya kalau saja gitar itu tidak terpakai, alangkah baiknya dia segera mengembalikan. Kalau belum ada waktu, mungkin alangkah baiknya gitarku itu diurus sebaik mungkin. Iya 'kan? Atau, kirim saja gitar itu melalui kurir. Gampangnya lagi, titipkan gitarku ke temannya agar bisa segera dikembalikan. Mudah kan sebenarnya? huft. Aku benar-benar menyesal telah meminjamkan gitarku untuknya. 

Sangat disayangkan, ketika seseorang fokus pada satu kepentingan yang katanya besar, tetapi beberapa hal kecil lainnya dilupakan. Padahal, bukankah sekecil-kecilnya kepentingan itu, tetap harus dipertanggungjawabkan? Aku kecewa sekali dengannya karena tidak bisa bertanggung jawab dengan hal-hal kecil, yaitu menjaga barang milik orang lain. 

Terakhir kali kutegur dan menagih gitarku, ia hanya menjawab salamku tanpa menanggapi pesan dan teguranku. Entahlah, apa mungkin dia terlalu sibuk sehingga tidak bisa menjawab pesan dengan baik?

Sampai detik ini, sudah hampir atau bahkan melebihi satu tahun, gitar itu belum juga kembali pada pemiliknya. Sebenarnya aku sudah berusaha mengikhlaskannya. Biarlah gitar itu berpindah tangan, aku tak apa. Tapi, yang sering menjadi pikiran adalah, ketika mama terus menanyakan "Sudah dibalikin belum gitarmu?"

Lantas, aku harus jawab apa?


Mencari kesibukan mungkin sudah menjadi hobiku belakangan. Apalagi, kondisi di tahun terakhir masa-masa kuliah berbeda daripada biasanya. Mulai Maret lalu, pandemi membuat segala aktivitas harus dilaksanakan dari rumah. Tentu, mencari kesibukan menjadi sulit bagiku saat harus adaptasi pada kondisi yang baru ini.

Namun, waktu itu aku segera melanjutkan tugas akhir sambil menunggu kesibukan lain. Sebenarnya aku takut sih, setelah sidang nantinya aku akan gak punya kerjaan dan 'gabut' aja gitu. Tapi, Alhamdulillahh, di sela-sela mengurus perkuliahan, aku diberikan kesempatan dan informasi mengenai pemilihan Brand Ambassador Inspira Pustaka 2020. 

Sebelumnya, aku memang pernah ikut event di Inspira Pustaka gitu, kegiatannya waktu itu nulis bareng dan lomba cerpen. Nah, dari situ ada grup alumni penulis Inspira Pustaka yang akhirnya di sanalah aku dapat informasi dengan adanya link pendaftaran. 

Awalnya aku gak tau itu apa, brand ambassador itu kerjanya apa, nantinya akan gimana dll. Tapi gak tau kenapa, karena aku memang tertarik sama kegiatan tulis menulis dan penerbitan, aku isi itu formulirnya. Di sana tertera apa saja yang aku ketahui mengenai kepenulisan, termasuk karya apa saja yang pernah aku hasilkan selama ini.

MasyaAllah, dengan ketidaksengajaan itu aku diterima dan lolos tahap satu! Dan ternyata, ada banyak tahap yang harus dilanjutkan sebelum aku menuju Bootcamp. Alhamdulillah, selama aku ngerjain tugas-tugas seleksi tuh gak pernah kepikiran dan berharap kayak "Semoga aku lolos", gak pernah! Aku cuma kayak ngikut aja gitu karena emang seneng ngerjain challenge-nya. Aku pun gak pernah nungguin hasilnya kapan dan seperti apa.

Dan tiap hari aku memang rutin cek email gitu kan. Alhamdulillah setiap ada pengumuman kayak gak nyangka aja gitu aku bisa lolos beberapa tahap itu. Mulai dari disuruh bikin artikel tentang kampung halaman, bikin puisi dan artikel tentang perjuangan, dan pokoknya tentang kepenulisan gitu. Pokonya aku ngerasa kayak ngerjain tugas kuliah aja gitu, seru, dan aku suka. 

Hari demi hari aku lewatin kayak biasa dan akhirnya pada 14 Agustus aku dikasih email kalau aku bisa bergabung di Bootcamp Inspira Pustaka ini. Alhamdulillah.. aku seneng banget! Meskipun secara online, tapi aku bahagia karena di sana pasti aku bakal dapat banyak kegiatan positif, ilmu baru, dan tentunya teman-teman baru yang bisa berproses bersama di sana.

Alhamdulillah, setelah aku bergabung di Bootcamp ternyata kami masih diseleksi lagi. Aku sih gak peduli bakal menang atau engga, yang jelas setiap ngerjain tugas aku selalu mencoba membuat sesuatu yang terbaik dan terpenting "menulis dari hati". Dan MasyaAllah, aku bener-bener suka banget sama serangkaian kegiatannya, walaupun online tapi seru banget.

Di sana kami juga dibentuk jadi beberapa tim gitu. Nah, di sanalah kita bisa mengenal teman-teman tim. Jadi, tugas-tugas di Bootcamp juga ada yang individu dan gitu, Alhamdulillahh semuanya berjalan lancar. Paling berkesan uh waktu ada tugas nulis biografi gitu. Cerita dikit ya.....hehehe.

Jadi, sebelumnya kan setiap minggu itu ada evaluasi gitu, biasanya lewat gform. Nah, di tugas sebelumnya aku kasih saran gitu ke panitia buat ngadain challenge biografi, dengan syarat biografi tersebut isinya tentang teman-teman Inspira Pustaka. Dengan begitu, meskipun beda grup, masing-masing peserta pasti akan berusaha wawancara, berbincang, bercerita, berbagi, dan saling mengenal biar makin akrab gitu untuk bahan menulis biografinya. Dan MasyaAllah, minggu berikutnya memang ada materi tentang biografi dan challengenya itu! Aku seneng banget. 

Nah, di situ aku dapat banyak kesempatan nih untuk kenalan sama peserta lain. Ada juga yang mulai chat aku lebih dulu, begitupun aku yang beberapa ngechat mereka gitu. MasyaAllah aku seneng banget sih, di sana aku jadi kenal mereka dan ternyata orang-orang hebat itu sudah jauh melangkah daripada aku. Wkwkkw. Aku jadi malu sendiri. Dari berbagai daerah aku kenalan, ada yang dari Jogja, Tangerang, Bekasi, Lampung, Bengkulu, Aceh, aaahh pokoknya banyak! Ada yang sudah menerbitkan beberapa buku, ada yang memang sudah terkenal di daerahnya, ada yang jago baca puisi, ada yang benar-benar baru terjun di dunia kepenulisan, pokoknya beragam banget cerita dari mereka. 

Sampai sekarang, Bootcamp masih berlanjut. Dan Alhamdulillahh, beberapa kali aku mendapat apresiasi karena masuk ke-10 besar di beberapa tugas setiap minggunya. Gak nyangka sih, padahal aku gak berharap setinggi itu. Udah bisa bergabung di sini aja aku udah seneng banget. Hihihi. Tapi, semuanya pasti kehendak Allah. Aku bersyukur banget dan berterima kasih kepada Allah SWT yang sudah kasih aku kesempatan ini. Pasti bermanfaat banget ini semua buat aku, Alhamdulillahh.

Buat teman-teman Inspira Pustaka, semangat selalu, ya. Kalian benar-benar orang hebat yang pernah aku temuin. Semangat selalu untuk kegiatan satu tahun ke depan! Kita jalanin program kita ini setahun lagi. Semoga kita bisa terus meningkat literasi bangsa dan mengedukasi melalui kegiatan yang akan kita jalanin nantinya. Terima kasih sudah menerima penulis pemula seperti aku. Hehehhe.


Tidak mudah menjadi angkatan yang lulus di tahun 2020. Banyak sekali hal yang terjadi di luar dugaan kami, para calon wisudawan. Belum lagi, mungkin ada banyak hal yang sudah diharapkan jauh-jauh hari dan rintangan yang harus dilewati sejak awal. 

Memilih Diploma, misalnya. Awalnya berat untukku menembus restu orang tua yang lebih mengharapkan anaknya menjadi sarjana, bukan sekadar diploma. Ketiga saudara sedarah pun meniti pendidikannya dengan jurusan yang sesuai dengan mereka dan kampus-kampus terbaik di Indonesia. Sementara, aku mengambil kuliah saja mengandalkan keberanian diri untuk mengambil sesuatu yang bukan pilihanku.

Sampai akhirnya restu itu dalam genggaman. Orang tua menerimanya meski entahlah ada rasa kecewa atau bagaimana. Namun, setiap ada tugas liputan siang malam dll, aku melihat mereka begitu peduli dan khawatir saat anak perempuannya ini harus berlelah-lelah di jalanan. MasyaAllah Alhamdulillah, perlahan jurnalistik ini bisa aku hadapi dengan baik.

Aku berusaha sekuat tenaga agar bisa membanggakan—dengan cara apapun itu. Ternyata, memilih jalan berbeda dari ketiga saudaraku yang lain menjadi beban tersendiri untukku, sih. Sebab, dengan waktu 3 tahun yang aku punya, aku harus bisa menorehkan prestasi lewat apapun itu. Pikiranku hanya itu, belajar sebanyak-banyaknya demi membanggakan orangtua.

Aku mencoba semangat lagi dari pemikiran negatif itu. Mencoba mengambil kesempatan di setiap kondisi, pun dengan menghadapi pandemi yang ternyata mengubah kehidupan akhirku di kuliah, termasuk salah satunya prosesi kelulusanku.

Harapku, orang tua akan bangga saat nanti aku bisa mengenakan toga di hari wisuda. Berfoto bersama mereka, sambil berdiri di pelataran dengan momen yang mengharukan. Menyaksikan anaknya sudah selesai dengan segala hiruk-pikuk perkuliahan.

Lagi-lagi, rencana Allah lebih baik. Wisuda hanya bisa dilaksanakan secara daring. Ada kekecewaan dalam diri ketika tak bisa membawa langsung orang tua ke acara seremonial yang langka itu. Aku juga bisa melihatnya saat beberapa hari lalu aku sempat memutuskan untuk tidak wisuda karena suatu pekerjaan.

Ya, papa tampak kecewa. Tapi, Allah lebih baik dan lebih paham mana yang harus aku prioritaskan. Kuyakin ini adalah takdir terbaik untuk kita semua. Meski harus dilakukan secata daring, tetapi kita harus tetap bersyukur dengan kondisi yang ada. Alhamdulillah... 

Terima kasih semuanya, aku persembahkan kelulusanku untuk kedua orang tuaku. Terima kasih teman-teman sudah membersamai. Semoga saja habis ini akan ada kesempatan untukku membuat hal menakjubkan dalam berkarier. Aamiin.


Sejak beberapa minggu belakangan ini, aku menghabiskan waktu di rumah hanya untuk istirahat dan menikmati waktu luang. Alih-alih istirahat, aku jadi terlalu banyak mengikat diri pada rumah dan enggan keluar. Setelah itu, beberapa belakangan ini aku mulai bosan.

Tubuhku seakan berontak ingin keluar. Rasanya, mungkin terlalu banyak berdiam diri di rumah. Sehingga, kesehatan mulai terganggu karena terlalu dibuat nyaman. 

Sampai suatu ketika, aku mendapat telepon dari seseorang. Katanya, beliau sedang membutuhkan orang-orang yang mau belajar dalam penulisan naskah skenario. Sejujurnya, aku benar-benar tak punya pengalaman akan hal itu. Akan tetapi, aku selalu membuka diri untuk belajar. Lalu, aku mengiakan—berhubung sudah lama juga tidak keluar dan beraktivitas, rasanya aku perlu mengembangkan diri dengan hal yang positif. Dan aku disuruh mencari partner dalam bekerja nanti. 

Dari 16 orang dibutuhkan, aku dan kedua temanku menjadi salah tiganya. Kemudian, kami rapat, koordinasi, dll. Sampai suatu ketika, apa yang sudah kami pikirkan sebelumnya berubah dan harus memutar otak lebih jauh lagi. Ya, kami disuguhkan dengan kondisi yang berbeda. Salah satunya, kami kelebihan orang dari yang sudah dibayangkan.

Alhasil, akan ada orang yang harus mengikhlaskan. Namun, berat rasanya menghilangkan satu kesempatan yang kurasa tak mungkin lagi datang untuk kedua kalinya. Namun, suatu ketika, aku disalahkan. Seseorang berkata, ini semua terjadi karena aku. Pasalnya, seharusnya aku hanya memilih satu partner kerja saja, bukan dua, yang menyebabkan kami semua bingung karena kelebihan orang seperti itu.

Padahal, aku hanya menuruti permintaan si pengajak. Aku pun tak pernah mengalahkan siapapun. Sebab, semua kondisi yang rumit selama dua hari ini terjadi atas kehendak-Nya. Yang tentu, kita sendiri gak bisa menerka-nerka siapa yang salah dan siapa yang harus disalahkan.

Lantas, hal itu sebenarnya bukan salah siapa-siapa. Semua memang terkesan mendadak, dan aku memaklumi itu. Pernyataan itu pun terlontar dari seseorang yang kurasa baik hati. Usia yang lebih muda membuat pandanganku baik-baik saja mulanya. Tapi sayang, saat kalimat menyalahkanku itu keluar dari mulutnya, hatiku tersayat-sayat. Ternyata miris, mendengar orang hebat berbicara tanpa dipikir seperti itu. Ya, aku kecewa, aku sakit hati ketika dia menyalahkan aku. Nadanya yang meninggi itu seakan-akan benar dan ingin menjatuhkanku. Subhanallah, Alhamdulillahh, bersyukur aja ditunjukkin sifat aslinya sama Allah.

Dari situ aku belajar, bahwa tak selama orang hebat itu terlihat hebat, apalagi kalau sudah menyangkut tentang perlakuannya kepada orang lain. Menurutku, tak ada yang jauh lebih penting selain mengedepankan akhlak dan adab. Tentu, sehebat apapun orangnya, jika tidak dibarengi dengan akhlak yang baik, penampilannya tak lagi sehebat kemampuannya. Ya, sangat disayangkan bisa bertemu orang seperti itu.

Dalam hati, aku benar-benar kecewa. Aku terus beristighfar kepada Allah, berdoa, dan mengadu semua kepada-Nya. Kemudian, aku mundu dari proyek ini. Meski dihantui rasa bersalah kepada seseorang yang menawarkan ini, tapi aku benar-benar tak masalah. Aku lebih memilih untuk mundur karena banyak orang-orang yang mungkin 'lebih' menginginkan proyek itu daripada aku. Aku juga tak ingin bekerja dengan hati gelisah dan diiming-imingi uang yang jumlahnya besar. Hal itu bukan sama sekali fokusku dalam bekerja.

Yang terpenting, aku harus bisa menikmati pekerjaannya. Kalau saja ini bukan kesempatan untukku, mungkin memang belum waktunya saja. Aku yakin, suatu saat nanti Allah akan kasih segala sesuatu yang terbaik untuk kita yang selalu bersabar, bekerja keras, ikhlas, dan mengedepankan akhlak dalam hablumminannas. 

Selamat bekerja kawan-kawan. Mungkin Allah lebih ingin aku wisuda daripada harus bekerja di saat kondisi tubuh masih belum sehat ini. Ya, ambil hal-hal baiknya saja dan Alhamdulillahh aku bisa mengikhlaskannya. Semoga begitu juga ya untuk kalian. Jangan patah semangat, sehat dan bahagia selalu!❤️


Saat ini, tak ada lagi benang yang bisa kurajut

Jika ditanya, mungkin tak ada lagi jawaban tentang ini

Kini aku sedang membiasakan diri untuk sendirian

Tanpa kamu, tanpa dia, atau berharap pada siapapun


Sejatinya, hanya diri sendirilah yang mampu menolongku

Yang mampu menerimaku apa adanaya

Yang mampu menemaniku kapan pun

Hanya diri inilah yang mampu bertahan


Namun, pasti ada saatnya lelah

Kemudin aku berharap ada orang lain yang menemani

Terkadang melihat orang lain rasanya iri

Ketika mereka sedang berada di fase ini

Fase ditemani dan saling menemani


Meski waktu kini tak memihak padaku

Aku harus tetap bersabar

Aku hanya yakin, suatau saat nanti kau akan datang

Menemuiku dan meminta seluruh waktuku

Untuk kita habiskan sama-sama ke depan


Semangat, ya,

Fokus dulu sama masa depan kita masing-masing

Allah cuma pengen kita sendiri-sendiri dulu

Allah gak mau menjerumuskan kita pada kemaksiatan

Aku yakin, ini adalah waktu terbaik untuk saling belajar

Sebelum waktunya kita menyatukan diri

Menjadi dua pribadi yang satu hati




Masih tentang Bunga Ketulusan, ada seseorang yang telah sedikit banyak berjasa dalam novel ini. Sebenarnya, buku ini terinspirasi dari bunga mawar merah yang waktu itu bertamu di hari kelulusanku.

Waktu itu, suasana ruang menulisku masih dipenuhi dengan bunga-bunga kelulusan, ada yang bunga asli ada juga bunga yang palsu. Tapi, semuanya cantik-cantik sekali. Hampir semua temanku tahu, bahwa aku menyukai warna kuning. Sehingga, bunga yang berdatangan pun mendominasi warna kuning dan beberapa di antaranya memilihkan bunga matahari untukku.

Namun, di antara bunga-bunga itu, ada satu bunga yang unik. Pasalnya, hanya seseorang inilah yang memberikan aku bunga mawar merah (bukan yang asli). Entah kenapa, sejak melihat bunga itu, aku jadi terinspirasi membuat cerita ini.

Sedikit bocoran, di dalam cerita, tokoh Yasna (utama) ini aku ciptakan dengan sifat yang suka bunga-bunga, tapi dia ada masa lalu kelam dengan bunga mawar merah. Ya, itu semua menjadi inspirasi utama yang aku dapat dari bunga mawar merah di kehidupan asli.

Oiya, perlu digaris bawahi, bahwa Yasna bukanlah aku. Di sini memang aku buat ceritanya se-real life mungkin, karena biar enak dibaca, mudah dipahami, dan kayak nyata aja gitu. Mungkin jika kalian baca beberapa alur ada persamaan dengan kehidupan nyata, itu hanyalah kebetulan. Cobalah cari perbedaan kisah nyata dan fiksi yang aku buat, karena yang namanya novel tetap saja intinya itu fiksi/khayalan. Gitu ya, hehe.

Soalnya, kemarin aku sempat nulis di platform KMO, ada yang baca Alhamdulillah, terus ada yang bilang "Ini kisah nyata kamu, ya?" WKWKWKWK. Alhamdulillah, ada yang sedetail itu mikirnya. Tapi aku tegaskan lagi, ini bukan kisah nyata, tapi aku terinspirasi dari kisahku sendiri dan aku mengembangkan itu ke dalam fiksi. Jadi, bukan kisah akuuu hehehe.

Oiya, teruntuk orang yang ngasih bunga ini, sebenarnya aku ingin kasih buku ini sebagai tanda terima kasih. Percaya atau enggak, bunga ketulusan ini juga terinspirasi dari bunga mawar merah yang dia kasih. Jadi, aku cukup berterimakasih sama yang kasih, karena bunga itu akhirnya aku bisa menyelesaikan satu buah novel perdana di tahun 2020 ini, terima kasih banyak.

Sayangnya, saat aku ingin mengirimkannya untuk dia, sepertinya dia menolak. Tawaranku tidak terlalu diindahkan:( sedih sih sebenernya, padahal niatku baik, cuma mau kasih buku ini beserta seribu ucapan terima kasih untuknya. Tapi, ya sudah gapapa, biar nanti bukunya aku sumbangkan saja ke beberapa perpustakaan, biar lebih bermanfaat hehe.

Untuk ucapannya, aku lewat blog ini aja ya. Terima kasih sudah menginspirasi aku sehingga bisa buat buku ini. Teruntuk semuanya juga, makasih ya sudah bantu mendoakan aku punya karya sendiri, selalu support aku buat berkarya, selalu menemani aku kalau lagi kesusahan, dan mungkin ada juga yang selalu denger keluh kesah aku saat lagi gundah (walaupun sedikit:'))

Hehehe, yaudah segitu dulu aja, ya. Makasih udah mau baca. 

Buku ini aku persembahkan buat temen-temen aku di mana pun kalian berada sekarang. Yang udah lupa sama aku, males sama aku, atau sekarang jauh sama aku:') sukses selalu, ya.

 



Bismillahirrahmaanirrahim.

Beberapa waktu lalu, aku mengikuti sebuah Komunitas Menulis Online, salah satu tugasnya ialah menulis buku dengan genre bebas. Saat itu, aku memilih menulis novel yang berjudul Bunga Ketulusan. 

Sebagai apresiasi diri bisa menyelesaikan buku ini, aku berencana mengabadikannya dengan mencetak novel tersebut sebagai buku. Hal ini sebagai bentuk dokumentasi bahwa aku sudah menyelesaikan novel ini dalam waktu kurang dari 3 bulan. Alhamdulillah.

Kebetulan, ada penerbit indie yang sedang buka program cetak gratis, jadi aku iseng-iseng submit tulisanku ke sana. Alhamdulillah, dalam waktu singkat bukunya bisa terbit juga.

Mungkin beberapa teman pernah ada yang minta juga ke aku buat bikin karya sendiri (bukan buku antologi), Alhamdulillah, kali ini terwujud nih. Mungkin kalau yang lihat di instagram, Bunga Ketulusan ini yang waktu itu jadi program nulis selama 30 hari dari komunitas itu.

Nah, di sini aku mau berbagi sama teman-teman, siapa tau aja ada yang mau nih menghargai karya aku dengan membeli dan baca buku aku. Hehehe. Semoga aja sih bisa menghibur dan kasih banyak pelajaran buat kita semua.

Alhamdulillah, sudah aku coba edit dan rapikan. Namun, kesempurnaan pasti hanya milik Allah. Jadi, kalau kalian menemukan banyak kesalahan, kerancuan, dll mohon dimaklumi ya 😀


Spesifikasi Buku:

Judul : Bunga Ketulusan
Penulis : Nurnafisah
Ukuran : 14 x 21 cm
ISBN : 978-623-283-711-9
Terbit : Oktober 2020
Harga : Rp 106.000
www.guepedia.com


Sinopsis :

Sebenarnya bunga bukanlah sesuatu hal penting lagi bagi Yasna. Tapi semenjak sidang daring ia lewati, banyak kiriman bunga yang datang ke rumahnya.
Awalnya Yasna terpaksa untuk merawat bunga-bunga itu sebagai tanda hormat atas pemberian sahabat dan kerabatnya. Namun, suatu ketika Yasna dibuat tersenyum oleh salah satu kiriman bunga yang tak terduga.
Yasna tersenyum bak wanita dicandu asmara. “Apakah ini sebuah tanda ketulusan dari bunga kelulusan?” tanya Yasna dalam hatinya.
Bunga itu (akan) terus abadi. Menghiasi hari-hari Yasna dan merekam menjadi memori. Yasna belajar banyak hal dari Sang bunga. Ternyata, bunga akan indah pada waktunya.


Gimana Cara Belinya?

Kalian bisa ikut beli di beberapa platform penjualan online di bawah ini:
  1. Langsung dari website GUEPEDIA
  2. TOKOPEDIA
  3. BUKALAPAK
  4. TOKOTALK
  5. SHOPEE (Sedang gangguan)
  6. FACEBOOK
  7. INSTAGRAM
MOHON DIBACA DULU CATATAN DI BAWAH SEBELUM BELI :)


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan

Ini pengalaman pertama aku cetak buku sendiri dan dengan penerbit yang baru aku kenal. Jadi, mohon dimaklumi aja kalau belum profesional atau masih banyak kekurangannya dari buku ini. 

Oiya, kata penerbitnya, kalau kalian beli lewat website langsung, bukunya lama readynya. Kayak aku nih, aku mesennya lewat website (karena penulis) nah, ternyata sampenya bisa lama. Bahkan estimasinya bisa 2 bulan. Tapi gapapa, aku rela menunggu wkwkwk

Cuma, katanya kalau beli lewat Tokopedia, bisa lebih cepet. Seminggu maksimal estimasinya dan bisa langsung kirim. Mungkin ada yang mau coba? wkwk.

Nanti palingan bukunya sampe di kalian duluan daripada aku wkwk. Tapi gapapa, semoga kalian berkenan. Dengan catatan yang tadi ya, maaf kalau bukunya belum sesempurna yang kalian kira. Maaf kalau ceritanya gak seperti yang kalian mau, aku sudah berusaha sebaik mungkin dan selalu belajar tentang ini hehehe.


Oiya, kalau kalian udah dapet bukunya tolong kasih tahu aku ya. Bisa chat aku langsung atau tag langsung ke media sosial aku di facebook atau instagram juga boleh hehehe. Aku sangat mengharapkan feedback dari kalian... 😇


Satu lagi!
Karena ini penerbit indie, jadi bukunya PO ya sistemnya, dicetak sesuai pesanan. Jadi, kalau ada keterlambatan pengiriman atau percetakan, bisa ditanyakan langsung ke admin di tempat kalian beli bukunya. Kita sama sama menunggu kok hehehehe.

Ucapan Terima Kasih

Aku mau ucapin banyak terima kasih kepada teman-teman yang sudah mau mendoakan aku supaya bukunya terbit hehehe. Aku juga makasih banget ke keluarga yang turut mendoakan... Pokoknya kalian baik banget. 

InsyaAllah aku juga akan terus berkarya, menghasilkan karya baru, belajar dari kesalahan, mencoba memperbaiki kesalahan, pokoknya support terus buat karyaku ya. 

Untuk kalian juga, semoga kalian semangat selalu untuk berkarya dalam hal apapun, gak cuma dalam nulis. Jangan pernah buang waktu sia-sia, hargai proses dan perjalanan kita. Dulu, aku juga seringnya ikut-ikut nulis buku antologi aja, sampe 7 buku aku bikin untuk antologi doang wkwkw. 

Alhamdulillah, karena aku paham itu adalah proses, jadi suatu saat aku yakin bisa nerbitin buku sendiri kayak saat ini. Alhamdulillah terbukti. Dan aku juga yakin suatu saat nanti aku bisa nerbitin bukunya lewat penulis mayor, hehehe aamiin. Lagi-lagi itu bicara proses, ya. 

Pokoknya, yang terbaik ya untuk kita semua. Semangat selalu! 💖


Memasuki bulan Oktober, rasanya campur aduk. Di satu sisi, aku merasa waktu berlalu begitu cepat. Terlalu banyak waktu dihabiskan di rumah karena pandemi. Padahal, pada awalnya aku berencana menghabiskan waktu ini sebagai hadiah untuk diri karena telah berjuang sejauh ini--mau refreshing rencananya.

Tapi, rencana Allah memang terbaik. Semua terpaksa ditunda demi kesehatan yang harus terus dijaga. Alhamdulillah, di bulan bahasa ini, aku diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengisi waktu luang dengan menulis. 

Alhamdulillah, banyak agenda dan kegiatan yang bisa aku ikuti di bulan oktober ini. Salah satunya, aku akan diwisuda di akhir bulan nanti. Artinya, aku berhasil menyelesaikan studi diplomaku di Politeknik Negeri Jakarta. Alhamdulillah, dengan segala keringat akhirnya bisa terselesaikan.

Selama menunggu wisuda, aku juga diberikan kesempatan oleh Allah untuk ikut salah satu bootcamp online dari penerbit Inspira Pustaka. Awalnya, aku iseng isi formulir untuk pemilihan brand ambassador Inspira Pustaka. Iseng berujung beruntung, Alhamdulillah aku ada di tahap minggu ke-7 dan 8. 

Ada 200-an lebih peserta yang ikut seleksi dari seluruh Indonesia. Dan aku salah satu yang diterimanya. Sekarang, sudah tinggal 50-an orang yang masih berproses bersama di sini. Seru banget! Aku punya temen baru dari berbagai macam daerah di Indonesia, dan saat ini kami sedang disibukkan dengan tugas membuat buku antologi setiap kelompok.

Tanpa disangka, aku juga diamanahkan sebagai kapten di kelompokku. Jujur, jadi beban tersendiri untuk aku. Tapi, ini sebuah pengalaman baru yang takkan terlupakan. Aku anggap aja ini kayak tugas-tugas kuliah hehe. Kebetulan, kegiatan tiap minggunya hampir sama kayak kuliah. Tugasnya nulis-nulis,bikin grand desain, bikin konten, bikin buku, belajar desain dll. 

Seru banget. Allah baik banget kasih aku kesempatan untuk bisa berproses di sini. Alhamdulillah, waktu yang seharusnya aku habiskan untuk jalan-jalan sambil menunggu wisuda, ternyata diisi dengan kegiatan produktif yang juga melatih dan meningkatkan kemampuan. 

MasyaAllah tabaarakallah.

Di waktu yang bersamaan, aku juga mengikuti komunitas menulis online dari seluruh Indonesia, namanya KMO Indonesia. Alhamdulillah, ini juga gak kalah seru. Aku dapat kelompok 18 yang beranggotakan kakak-kakak hebat mulai dari yang masih kuliah sampai yang sudah berumah tangga.

Gak cuma tentang menulis, kami juga berbagi kisah sehari-hari. Ada yang cerita pengalaman bikin buku, lomba nulis, bahkan sampai berbagi cerita parenting dan resep masakan. Seru banget!

Dari komunitas ini, kami juga berkesempatan bikin buku antologi. Yang semoga aja buku ini menjadi karya baru di tahun 2020. Alhamdulillah, setelah sibuk-sibuk kuliah akhirnya menghasilkan karya lagi hehehhe

Ngomong-ngomong tentang karya, salah satu tugas KMO adalah membuat karya bebas. Saat itu aku memilih membuat novel. Alhamdulillah, karena lagi gabut dan memang niat memublikasi, aku mencoba kirim naskahku ke penerbit. Semoga saja postingan setelah ini bisa menceritakan naskahku yang diterima ya wkwkwk aamiin!

Bulan bahasa ini kasih aku banyak kesempatan untuk berkarya di bidang kepenulisan. Semoga ini salah satu jalan untuk meraih bintang-bintang sudah kugantungkan setinggi langit, ya. Mohon doanya kawan-kawan. hehehe.

SEMANGAT BERPROSES!

Gunakan masa muda kita dengan sebaik mungkin, ya. Sampai bertemu di cerita selanjutnya.



Assalamualaikum, gais!

Di Bogor lagi sering hujan nih, gimana kondisi cuaca di rumah kalian? Semoga sih, dengan turunnya hujan yang hampir tiap hari ini, virusnya juga ikutan hilang diterpa hujan, ya. Aamiin. Aku udah kangen banget hidup seperti biasa tanpa kecemasan ini:(

Nah, ngomongin soal hujan, aku dan keluargaku suka banget nih tiba-tiba lapar kalau hujan melanda. Apalagi nih ya kalau hujannya tuh sore-sore menjelang malam. Huwaaa pasti mau sudah makan atau belum, lapar tetap melanda wkwk. Bener gak nih?

Kalau aku sendiri, suka banget iseng-iseng bikin makanan dengan bahan-bahan sederhana. Salah satunya bikin mi tektek ala aku hehee. Kalau ada yang beda bumbunya mungkin kita beda selera ya wkwk. Kalau aku sih sukanya pakai resep di bawah ini. Mungkin bisa dicoba.

Bahan Mi:
- Mi kuah/telor/goreng, tergantung selera
- Sawi sesuai selera
- Sosis sesuai selera
- Bakso sesuai selera
- Saos pedas 2 sdt
- Kecap Manis 2 sdt
- Kecap Asin 2 sdt
- Telur 1 butir
- Cabai rawit merah sesuai selera (aku sih suka pedes jadinya pake agak banyak hehe)
- cabai merah 3 batang
- bawang merah 2 siung
- bawang putih 4 siung
- daun bawang (optional)
- Garam secukupnya
- Gula secukupnya
- Micin/penyedap rasa (optional)

Cara pembuatan :

Nah, untuk pembuatannya ini optional aja sebenernya gak harus sama hehe. Tapi kalau kalian mau ngikutin boleh jugaa hehe.

1. Haluskan bumbu dasar (bawang, cabai, garam)
2. Panaskan sedikit minyak, lalu masukkan telur dan bikin orak-arik. Tunggu beberapa saat sampai si telur setengah matang.

Nah, ini ada pilihan nih. Bagi yang suka telurnya bikin kuah kental, kalian bisa masukin telurnya belakangan. Tapi, karena aku sukanya telur yang matang dulu, jadinya aku masak di awal.
3. Kemudian, masukan bumbu yang telah dihaluskan. Campur dengan telurnya tadi.
4. Kalau sudah matang, masukkan air secukupnya sesuai dengan kuah yang kamu inginkan. 
5. Masukkan topping seperti bakso dan sosis. 
6. Jika sudah mendidih, masukkan mie yang sudah disiapkan.
7. Tunggu hingga mie setengah matang.
8. Lalu, masukkan bumbu-bumbu mi bawaan dari kemasan. Kalau pakai mi telur, boleh diskip aja tahap ini.
9. Masukkan bumbu tambahan seperti saus pedas, kecap manis, dan kecap asin. 
10. Jangan lupa cobain dulu kuahnya, ya! Kalau kurang, boleh kamu tambah-tambah bumbunya sampai enak. Oiya, pakai gula juga ya dikit aja.
11. Setelah rasanya pas, boleh langsung ditambah sayurnya.
12. Tunggu beberapa saat sampai sawinya agak layu
13. Jadi deh! Mi tektek rumahan ala aku bisa langsung disantap!☺️

Nah, gampang banget kan? Maaf ya kalau resepnya berbeda atau ada yang aneh, tapi aku sih pake resep ini dan aku suka hehehe. Maklum kalau lagi hujan, cuma bisa pakai bahan yang ada hehehe. 

Jangan lupa coba di rumah, ya! Dijamin seisi keluarga suka kok. Wkwkwk.


Banyak banget cerita di rumah ini. Sejak emak (nenek) meninggal, rumah ini menjadi markas keluarga besar mama berkumpul untuk acara apapun, salah satunya saat lebaran. Terhitung dari 2014 silam, rumah ini mencatat beberapa kali kenangan lebaran yang sangat membekas. Jadi, bagiku, rumah ini salah satu kenangan yang rasanya sayang untuk dilupakan.

Belakangan ini, si pemilik rumah, yaitu kakak dari mamaku (uwa), tinggal sendirian. Pasalnya, ketiga anaknya yang sudah dewasa dan berkeluarga memilih untuk tinggal masing-masing di rumah yang telah mereka miliki. Sementara, ia sudah ditinggal sang suami sejak 2012 lalu. 

Dia sempat bercerita bahwa hatinya sedih lantaran kini hidup sendirian. Meskipun dua anaknya masih tinggal di kota yang sama, tapi rasanya berbeda jika harus menghabiskan masa tua tanpa siapa-siapa di rumah. Kasihan, aku bisa membayangkan bagaimana drastisnya perubahan yang tadinya ramai sekarang malah sepi sendirian.

Itulah yang mendorongku untuk menginap di sini. Niatan untuk menemani Uwa agar tidak sendirian di sini. Terlebih, Amara, cucu pertamanya juga sedang ditugaskan untuk menemani Mbahnya itu. Jadi, kami bertiga ada di rumah penuh kenangan ini.

Entah mengapa, dua hari di sini penuh dengan pembelajaran yang luar biasa. Setiap detiknya, aku merasakan ada memori yang terulang—yaitu tentang kenangan yang dulu-dulu pernah kejadian, terlebih saat masih ramai: emak dan uwa masih hidup. Aku tahu betul kondisi rumah ini seperti apa.

Selain itu, di sini aku belajar untuk 'dilayani'. Meskipun uwa adalah kakak mama, mereka punya kepribadian yang jauh berbeda. Di sini, uwa sangat menjamu aku dengan baik. Bahkan, aku bisa makan 3 kali sehari di sini dengan teratur. Ada baiknya, ada enggaknya. Baiknya, aku merasa lebih sehat karena bisa makan dengan teratur. Gak baiknya sih, aku merasa tertekan aja karena gak biasa makan diatur-atur kayak gitu, biasanya makan kalau lagi mau doang.

Gak cuma itu, uwa juga ngajarin aku secara gak langsung untuk bisa memanage waktunya dengan baik. Kayak apa? Contohnya, dia selalu shalat tepat waktu. Ya, aku belajar banyak dari situ. Lalu, dia selalu masak sebelum waktu makan tiba. Misalnya, saat pagi-pagi, menjelang sore, dan malam hari. Ya, gak ada makan siang tapi adanya makan sore wkwk. Terus, dia juga punya waktu sendiri untuk cuci baju dan nyetrika. Dan dalam sehari itu bisa dilakukan rutin.

Hidupnya begitu teratur. Menjelang hari tuanya, dia juga sering menghabiskan waktu untuk memainkan ponselnya dan menonton YouTube. Sedihnya, aku membayangkan aja gitu kalau dia sendirian, pasti akan lebih 'lurus' aja hidupnya. Setiap hari begitu, gak ada aku dan cucunya yang diurus setiap hari. Sementara dia hanya sendirian dan yaudah melakukan hal rutinitas itu aja tanpa henti.

Terlebih sekarang lagi pandemi. Kita gak bebas untuk ke sana-kemari. Padahal kalau gak lagi pandemi kan bisa aja dia ngaji ke masjid, olahraga, pergi ke mana kek, jalan-jalan. Iya kan? Masih banyak aktivitas luar yang bisa dilakukan. 

Tapi apa boleh buat, keadaan menuntut kita kayak gini. Bersyukur sih bisa belajar banyak dari uwa selama 2 hari nginep di sini. Aku juga jadi punya bayangan kalau nanti aku punya keluarga kecil wkwkw. Benar-benar hidup adalah pembelajaran kalau kita teliti. Hahahha. 

Terakhir, dari nginepnya aku di sini juga aku jadi tahu orang tuaku yang gengsi itu ternyata ada kangennya juga. Hahahha. Seperti papa yang selalu nanyain "kapan pulang?" Dan mama yang suka tiba-tiba nge-pc "lagi apa? Kapan mau dijemput?" Wkwkwk. Orang tua gengsi yang kalau kangen keliatan bangett. MasyaAllah tabarakallah. Alhamdulillah, walaupun gak tau yaa dikangeninnya karena emang kangen atau karena gaada yang beresin rumah? Hahaha.

Oke, hari ini aku pulang. 

Mari kembali ke rutinitas semula: aku yang menjelma menjadi babu, koki, anak, dan kadang-kadang penulis yang mengasingkan diri di lantai dua rumahku. Hahaha.

Terima kasih, uwa! Sehat dan bahagia terus, ya. Semoga Allah selalu melindungi uwa. Aaamiin.



Pertanyaan ini seringkali muncul sejak sidang kelulusan. Padahal, waktu itu masih disibukkan dengan hal-hal menuju yudisium, seperti berkas-berkas revisi hingga persyaratan yang perlu dipenuhi.

Hingga semuanya selesai, pertanyaan itu justru sering terlontar. "Lagi sibuk apa, Ca?" menjadi kebiasaan baru yang aku dapatkan dari orang lain. Gak ada yang salah sih dari pertanyaan ini, cuma belakangan ini jadi bikin aku berpikir, "Apakah aku sudah ketinggalan daripada yang lain?"

Hal itu membuatku sedikit menilik dan memperhatikan aktivitas teman-teman lain. Hebatnya, sebagian mereka sudah sibuk dengan pekerjaan yang mereka tekuni. Ada juga yang masih sibuk bersantai dan menikmati waktu luang--entah dengan jalan-jalan atau sekadar berdiam diri di rumah dengan aktivitas yang ada.

Sementara aku, setiap ditanya gitu selalu bingung jawab apa. Pasalnya, aku juga belum begitu serius mencari pekerjaan. Meski sesekali bolak-balik cari loker di akun-akun penyedia khusus lowongan kerja.

Tapi menurutku, mencari kerja = mencari kenyamanan. Gak semudah itu rasanya punya ketertarikan sama suatu perusahaan atau pekerjaan. Meskipun berjuta fasilitas menarik, tapi kalau hati berkata "belum" ya aku ragu untuk jalanin. Daripada gak nyaman, lebih baik menunda sampai perasaan ketertarikan itu ada.

Tentu saja hal itu belum menjawab, "Lagi sibuk apa?". Yang jelas, aku selalu ingat sama petuah beberapa dosen padaku, "Yang penting nulis aja terus," begitulah katanya. Gak cuma satu atau dua orang yang berpesan demikian.

Ya, jawaban paling realistis yang terbesit di pikiran adalah "lagi sibuk nulis". Karena, bukankah menulis juga merupakan sebuah perjalanan?

Tak perlu lah melihat perjalanan orang yang sudah melesat lebih jauh. Sebab, meski punya dua kaki yang sama, sepatu yang kita gunakan berbeda-beda kan? Tujuan yang akan kita raih pun berbeda-beda. Jadi, gak perlu takut dan khawatir saat orang lain berproses lebih cepat daripada kita.

Sambil menunggu pekerjaan, aku lebih memilih untuk ikut komunitas menulis, cari-cari event kepenulisan, ikut-ikut lomba untuk mengasah kemampuan, yaa.. pokoknya yang penting nulis aja terus, hehehe.

Mohon doanya aja ya, semuanya. Semoga aja perjalanan kita bisa sukses menggapai tujuan dan cita-cita masing-masing. Selamat berproses kawan-kawan. Jangan lupa terus bersyukur, ya!


Teruntuk aku, kamu, kita, dan siapapun yang merasakannya.

Bagiku, beberapa minggu belakangan ini cukup berat dijalani. Mungkin bagi kamu atau mereka juga sedang merasakan hal yang sama. Banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, banyak hal-hal yang melenceng dari ekspektasi, dan banyak hal-hal yang tak terpikirkan justru kejadian.

Mental tak bahagia seperti biasanya, pun dibarengi dengan asingnya sebuah pertemanan sehingga tidak bisa saling berbagi. Apakah hanya aku saja yang merasa demikian? Kalau lagi sendirian, mungkin kita berpikir untuk mencari seseorang yang kita percaya untuk saling bercerita dan berbagi cinta. 

Nyatanya, tidak bisa demikian. Mereka juga punya jalan hidup masing-masing yang mereka pikirkan. Mereka belum tentu peduli pada orang lain, apalagi jika mereka sedang merasakan hal yang sama atau bahkan lebih dari kita. Semuanya tidak bisa dipaksakan sesuai apa yang kita inginkan. Tidak semudah itu.

Kesehatan, mungkin sekarang menjadi hal yang paling diutamakan. Mungkin tidak banyak orang yang tahu, sudah beberapa hari ini jiwa terkapar dalam buruknya kabar. Ya, kesehatan juga jadi menurun karena tidak pikiran terus saja bekerja tanpa henti. Ditambah lagi overthinking yang menghantui setiap malam membuat tak ada rasa untuk makan. Apakah kamu juga merasakan?

Hmm, rasanya tak tau harus berbagi sama siapa lagi. Selain kepada Allah, meminta petunjuk, kekuatan, kesehatan, kesabaran, dan perhatian seorang teman. Berat bagiku menjalani hari-hari belakangan ini sendirian. 

Jika saja kamu sedang berada dalam kondisi yang sama, percayalah, kamu tidak sendirian. Kita berhak bersyukur lebih banyak karena Allah menguatkan kita sampai sejauh ini. Kita patut apresiasi diri bahwa kita mampu menghadapi ini semua meskipun sendirian. Berat sih, memang. Tapi, lihatlah di luar sana masih banyak yang penderitaan dan kesedihannya lebih dalam daripada kita. 

Semangat, ya, wahai diriku dan kamu juga. Kita sama-sama berjuang. Jangan patah semangat, okay? 

Orang lain mungkin gak peduli sama diri kamu, orang lain gak mau tau tentang kamu, 
Orang lain gak nanyain kabar kamu,
Orang lain terlihat lebih bahagia,
Orang lain terlihat baik-baik saja,
Mungkin bukan karena mereka gak peduli..
Hanya saja mereka cerdas dalam mengendalikan diri.

Yuk, semangat. Bismillah ya, jangan sedih.
Gak apa apa sih kalo mau nangis, tangisin aja. Tapi jangan lama-lama, karena kasian air matanya nanti habis hehehe. 

Sehat, semangat, dan bahagia selalu, ya. Aku. 


Assalamualaikum, Bang. 

Pernyataan terbuka ini aku tulis lagi untuk yang ketiga kalinya di blog pribadi aku ini, Bang. Aku yakin kamu gak akan baca, tapi tulisan ini sengaja kubuat atas dasar dokumentasi diri aja soalnya seneng banget kalau suatu saat nanti bisa baca-baca kejadian yang pernah aku lalui, hehehe. Maaf ya Bang, kali ini namanya kupakai lagi di blog ini. Semoga berkenan, heheh.

Pagi ini, atas izin Allah, tiba-tiba aku dikagetkan notifikasi dari twitter. Lebay sih ya kayaknya ini, tapi bikin seneng banget padahal cuma dijawab "aamiin". Hahaha.

Jadi, ceritanya waktu itu bang boim bikin twit "tulis nasihat dong" di twitternya. Nah, berhubung aku mau jawab tapi kayaknya gabakal diliat karena akunku digembok, akhirnya aku bales lewat dm. Wkwkwk. Ganjen banget sih emang, tapi aku cuma iseng aja kok siapa tau aja nasihat sederhana dari aku bisa dibaca dan bermanfaat gitu.

Akhirnya aku memberanikan diri tuh buat dm bang boim dengan balasan nasihat dari aku itu. Awalnya aku ngerasa "ngapainnn sih caaa?" Kayak yang ngarep dibales tapi gak ngarep-ngarep juga sih. Soalnya aku juga mikir dari 7000-an followers pasti yang dm dia banyak, gak aku doang.



Yaudah tuh, akhirnya aku ga ngarep. Biasa aja. Dibaca Alhamdulillah banget tapi kalau engga juga yaudah, mau gimana lagi. Emangnya gue siapa gituu loh wkwk.

Anehnya, aku ngecek dm itu terus wkwk. Berharap centangnya biru pertanda dibaca. Soalnya yang aku liat di dm aku sama temanku, kalau dm dibaca itu centangnya jadi biru. Makanya aku coba merhatiin dm aku sm bang boim itu. Kok gak biru biru??? Jiaaahhh masih aja ngarep. Wkwkwk. 

Nah, yaudah tuh pada akhirnya aku coba notice dia lagi pake like di message yang aku kirim. Ceritanya gamau sampe di situ usahanya wkwkw. Aku masih berusaha biar dibaca. Cuma dibaca.....udah itu aja. Aku pengen list centangnya jadi biru :)

Eh, keesokan harinya, centangnya gak biru tapi malah dibales sama doi. Hahahaha masyaAllah seneng banget yaAllah bang! Walaupun aku udah jarang banget merhatiin abang sekarang (karena mau mengurangi), tapi setiap dinotice abang Alhamdulillah seneng terus.

Ini udah ketiga kalinya deh kayanya dibales gini yaAllah senang! Begini ya rasanya suka sama seseorang yang dia gak kenal kita, tapi berharap, tapi gak berani berharap lebih dari sekadar diketahui keberadaannya wkwkwk. 

Makasih loh, Bang Boim. Semoga aja kamu sehat selalu, bahagia selalu, pokoknya yang terbaik segalanya buat kamu. Lancar terus yaaa belajar di Yamannya. Segeralah balik ke Indo dengan bahagia karena sudah lulus!! Kutunggu kabar bahagiamu hehehe.


Di masa pandemi seperti ini

Berat rasanya menahan ego untuk tidak bertemu

Berat rasanya memupuk sabar untuk tetap jauh

Berat rasanya membujuk hati untuk tetap teguh

Rasanya hanya ingin bercengkrama dengan teman-teman

Berkumpul kembali dengan saudara

Menghirup kembali udara segar

Menikmati makanan,

Menikmati lalu lalang kendaraan,

Menikmati hujan.

Namun, semua kenikmatan terhalang

Tak bisa lagi kami nikmati tanpa rasa khawatir

Sebab, kesehatan menjadi nomor satu

Sehat raga dan mental adalah yang perlu dijaga selalu

Meski tubuh ini sehat, mungkin ada di antaranya yang sakit

Hanya saja ia diam dan tak memberi sinyal

Lebih baik menjaga daripada harus mengobati

Karena ada orangtua yang harus kita hormati

Ada teman-teman yang harus kita jaga

Ada mereka yang susah payah bekerja

Semoga, pandemi ini cepat berlalu

Agar sehat jiwa raga

Agar bahagia seluruh semesta

Agar kami kembali muda


Salam sehat jiwa raga

Jaga kesehatanmu selalu, ya.

Newer Posts Older Posts Home

Hai, kenalan yuk!

Namaku Nurnafisah, kamu boleh panggil aku Aca. Di Blog inilah aku berbagi cerita. Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya!

Mari kita berteman~

Pengunjung

Isi Blogku~

  • ►  2024 (15)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2023 (30)
    • ►  December (3)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2022 (25)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2021 (52)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (2)
    • ►  February (5)
    • ►  January (9)
  • ▼  2020 (71)
    • ▼  December (3)
      • Cerita Lalu Romeo
      • Tulisan Untuk Mama
      • Tentang Pernikahan
    • ►  November (8)
      • Sajak: Memutuskan Jatuh Cinta
      • Hasil dari Perjuangan
      • Kesempatan Kedua
      • Di Luar Kemampuan
      • (Sementara) Sendiri
      • Sajak: Rindu yang Tak Bertemu
      • Apa Kabar, Gitarku?
      • Brand Ambassador Inspira Pustaka
    • ►  October (6)
      • Selamat Wisuda, Aca!
      • Orang Hebat Kritis Akhlak
      • Sajak : Aku Sendirian
      • Masih Tentang Bunga Ketulusan
      • Buku Perdana: Bunga Ketulusan
      • Oktober Bulan Bahasa
    • ►  September (6)
      • Resep Mi Tektek ala Aku
      • 2 Hari di Rumah Uwa
      • "LAGI SIBUK APA?"
      • Teruntuk Aku, Kamu, dan Kita.
      • Dear, Ibrohim Fadlannul Haq (3)
      • Sajak : Sehat Ragaku
    • ►  August (3)
    • ►  July (7)
    • ►  June (11)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (69)
    • ►  December (5)
    • ►  November (8)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (7)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (9)
    • ►  January (5)
  • ►  2018 (36)
    • ►  December (9)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (25)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (3)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2013 (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (92)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (10)
    • ►  June (10)
    • ►  May (31)
    • ►  April (27)
    • ►  March (4)
  • ►  2011 (7)
    • ►  November (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)

SINIAR TEMAN CAHAYA

Followers

Postingan Populer

  • Semoga Allah Balas Usahamu
    Hai, Ca. Gimana kabarnya? Beberapa waktu lalu aku lihat kamu lagi kebanjiran, ya? Bukan, bukan kena bencana. Tapi, kebanjiran di...
  • Teruntuk Laki-Laki yang Sudah Dimiliki
    Tulisan kali ini cukup bar-bar, karena aku sengaja menulisnya untuk  para laki-laki di luar sana yang sudah memiliki tambatan hati. Anggapla...
  • Life Update Setelah Menghilang
    Hai, blogger. Rinduuuu teramat rindu nulis di sini. Rasanya belakangan ini terlalu banyak hal yang terjadi, sampai-sampai tidak sempat menul...
  • Semenjak Hari Itu...
    Semenjak hari itu, kehidupanku berubah drastis. Senyumku yang semula itu telah kehilangan rasa manis. Mencoba terus terlihat baik-baik saja ...
  • Selamat, untukmu.
    Sesuai judulnya, selamat. Selamat atas ilmu yang sudah ditempuh, selamat atas jerih payah mencapai cita-cita, selamat atas usaha...

Categories

Artikel 7 Ber-Seri 13 Berseri 1 Cahaya 15 ceirtaku 1 Ceritaku 249 Cerpen 5 Cinta 71 Feature 3 Hidup 18 Inspirasi 39 Inspiratif 15 Islam 65 Karya 16 Kebaikan Berbagi 6 Keluarga 44 Kisah 40 Kisahku 21 Liburan 10 Menulis 5 Motivasi 114 Resep 1 Sajak 55 Suratan Fiksi 26 Teman 55 Tips 3 Tips dan Informasi 31 Zakat 2

Subscribe this Blog

Name

Email *

Message *

Music

Pair Piano · 놀러오세요 동물의 숲 (Animal Crossing) Piano Compilation

nurnafisahh

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates